oleh Hendy Matahelemual
Mungkin kita masih ingat sebuah konsep yang diperkenalkan atau dipopulerkan oleh penulis Gary Chapman yang menulis mengenai 5 bahasa cinta. Lima bahasa tersebut antara lain adalah kata-kata afirmasi, waktu berkualitas, penerimaan hadiah, tindakan pelayanan, atau sentuhan fisik.
Chapman berpendapat bahwa, sementara setiap bahasa ini dinikmati dalam beberapa tingkat oleh semua orang, seseorang biasanya akan menggunakan satu bahasa utama. Konsep yang cukup menarik dan jujur cukup membantu dalam hubungan-hubungan yang ada.
Tetapi ada satu hal yang menarik yang baru saja saya pelajar beberapa hari kebelakang ini, khususnya ketika saya menghadiri sebuah seminar “Keutuhan Lintas Generasi untuk orang Asia Amerika” yang diadakan oleh Center For Asian-American Christianity, Princeton Theological Seminary.
Dalam satu sesi seminar Pastoral Care yang dibawakan oleh Pastor Enoch Liao, Boston Chinese Evangelical Church mengungkapkan bahwa setidaknya ada dua tambahan bahasa kasih, khususnya dalam konteks imigran dan budaya Asia Amerika: bahasa kasih makanan dan penderitaan.
Mungkin tipikal orang Asia tidak begitu sering memberi hadiah, meluangkan waktu, memuji, memeluk kepada anaknya atau orang yang dikasihinya, tetapi ada satu yang tidak pernah dilupakan adalah peran makanan.
Eyang/ Nenek/ Oma/ Ama/ Popo/ Opung dari belahan dunia manapun akan memberi makanan kepada orang yang mereka kasihi. Mungkin mereka tidak bisa berbahasa Inggris atau berbahasa yang sama dengan cucunya tetapi satu hal yang akan mereka tanyakan. “Sudah makan belum?”, “Sudah kenyang belum?”, “Mau tambah?”
Bahasa Kasih untuk orang Asia Amerika adalah makanan.
Kalau kita tidak menyadari bahwa makanan adalah bentuk bahasa kasih, maka kita kehilangan makna dan hubungan antar budaya dan generasi yang berbeda ini. Oleh sebab itu saya baru menyadari mengapa waktu saya kecil, Ibu saya tidak begitu suka saya makan diluar. Ia ingin saya pulang dan makan dirumah, diperlukan waktu yang lama sampai akhirnya saya mengerti hal ini, bahwa ini adalah bentuk kasih yang ia coba berikan.
Pastor Enoch menambahkan ada satu lagi bahasa kasih yang begitu besar dampaknya khususnya melihat konteks imigran dan konteks budaya Asia Amerika, yaitu penderitaan. Penderitaan adalah bentuk pengungkapan kasih yang begitu istimewa dan khusus.
Pernah kita mendengar mungkin seseorang ibu yang berkata bahwa ia sudah mengalami penderitaan hamil dan melahirkan untuk menunjukkan betapa ia mengasihi. Bagaimana seseorang menunjukkan penderitaan adalah bentuk bahasa kasih yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Oleh sebab itu mungkin banyak orang Amerika melihat orang Asia tidak menunjukkan kasih, tetapi pada kenyataannya kasih itu terasa dan dampaknya begitu besar. Baik melalui makanan maupun melalui penderitaan.
Dari sisi budaya barat, penderitaan dianggap sebagai sebuah hal yang harus dihindari. Bahkan pandangan, Jika seseorang menderita, maka ada yang salah daripada itu, kita melakukan hal yang salah jika kita menderita, kalau kita lebih pintar seharusnya tidak perlu menderita.
Mungkin budaya barat melihat penderitaan adalah sesuatu yang harus dihindari, Tetapi dalam budaya imigran / Asia, penderitaan adalah sebuah kesempatan untuk kita menunjukkan rasa kasih kita yang paling besar.
Apakah kita pernah merasakan bentuk bahasa kasih ini dari orang orang terdekat kita? Mungkin kita melihat dari sudut pandang mereka, bahwa makanan dan penderitaan adalah sebuah bahasa kasih yang bisa kita pelajari supaya kita bisa menjadi pribadi pribadi yang lebih mengasihi. Tuhan Yesus memberkati.