• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • 繁體中文 (Cina)
  • English (Inggris)
  • Việt Nam (Vietnam)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia
  • Kreol ayisyen (Creole)

Articles

Perjalanan (ke barat) yang panjang

April 18, 2024 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Setiap orang dari Indonesia pasti tidak asing dengan cerita novel dari abad ke-16 Dinasti Ming di Tiongkok yang berjudul “Perjalanan ke Barat” yang memiliki empat tokoh utama: Biksu Tong, Sun Go Kong, Tie Pat Kai, dan Sam Cheng. (diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Arthur Waley pada tahun 1942 dengan judul “Monkey: A Folk-Tale of China”),  

Novel ini mengisahkan perjalanan keempat tokoh tersebut dalam misi mengambil kitab suci di Barat, melalui 14 musim panas dingin, menghadapi 81 gangguan dari siluman dan setan sebelum akhirnya mencapai tujuan dan membawa kembali kitab suci itu ke Tiongkok. 

Namun, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa cerita ini diilhami oleh kisah nyata perjalanan seorang biksu Tiongkok bernama Xuanzang yang pada tahun 629-645 Masehi yang pergi ke India dan berhasil kembali ke Tiongkok membawa 657 teks kitab suci.   

Meski hanya 75 teks saja yang ia berhasil terjemahkan ke Bahasa Mandarin dari 657 teks, namun dari apa yang ia berhasil terjemahkan memiliki makna yang sangat signifikan.  

Dari cerita ini saya ingin merefleksikan perjalanan saya ke barat namun dalam konteks yang berbeda. Sebagai salah satu staff pelayanan untuk gereja-gereja Mosaik Indonesia di California Selatan, perjalanan ke Los Angeles dari Philadelphia cukup sering saya lakukan dan setiap perjalanan memberi arti dan kesan yang berbeda.  

California Selatan, khususnya Los Angeles, merupakan kota dimana paling banyak diaspora dari Indonesia, mungkin dikarenakan cuaca cukup mirip dengan di Indonesia, jika dibandingkan dengan daerah daerah lain di Amerika Serikat.  

Ada tiga konggregasi Mosaik Indonesia di greater Los Angeles, antara lain; Imanuel International Fellowship di Colton, JKI Anugerah di Pasadena dan International Worship Church di San Gabriel, dan ada satu rekan pelayanan kami Konggregasi Ark of Christ di Anaheim yang sedang mempertimbangkan keanggotaan bersama dengan Mosaik.  

Saya pribadi sangat menyukai California Selatan, ada kesan yang berbeda yang saya rasakan dengan iklim padang gurun disana. Selain Pohon pohon palem, padang gurun, gunung-gunung batu, Kunjungan dengan komunitas-komunitas Mosaic di California pun membuat setiap perjalanan dalam rangka pekerjaan serasa berkunjung kerumah keluarga sendiri.  

Selain menjalin tali silaturahmi, setiap kunjungan membawa sebuah pemahaman baru mengenai pelayanan yang memperkaya pemahamaan kita bersama. Perjalanan kita masih panjang dan masih banyak yang harus kita pelajari bersama-sama karena Transformasi bersama adalah salah satu tujuan kita hidup berkomunitas.  

Sebagai konferensi yang memiliki latar belakang budaya Swiss-German yang begitu panjang dan proses asimilasi ke dalam Budaya Barat Eropa-Amerika yang begitu lama, kehadiran budaya-budaya baru seperti budaya Hispanik, Afrika dan tata krama dari Timur merupakan sebuah tantangan tersendiri dalam konferensi ini. 

Namun, komitmen kita bersama yang memusatkan iman kepada Yesus, kehidupan kepada komunitas, dan upaya perdamaian pasti akan membuat perjalanan kita semakin indah seiring berjalannya waktu. 

“Jika mau berjalan cepat berjalanlah sendiri, namun Jika mau berjalan jauh berjalanlah bersama” 

Saya diingatkan tentang cerita kedua murid Yesus yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Mereka berjalan dari Yerusalem ke Emaus, menempuh jarak 7 mil, ketika mereka bercakap-cakap dan bertukar pikiran, Yesus mendekati mereka dan berjalan bersama mereka. 

Namun, mereka tidak menyadari bahwa Yesus bersama-sama mereka, sampai pada saat mereka makan bersama, dan Yesus mengambil roti, mengucapkan berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. (Lukas 24:13-35) 

Ayat ini mengingatkan saya tentang dua hal, pertama adalah terkadang kita terlalu fokus pada tujuan kita sehingga kita lupa menikmati perjalanan yang ada sehingga kita melewatkan kehadiran Tuhan dalam setiap proses kehidupan kita. 

Dan kedua adalah bagaimana makan bersama adalah bagian penting dari membangun sebuah hubungan, bahkan ketika kita makan bersama pewahyuan Ilahi dapat terjadi. Ini terjadi kepada dua murid Yesus. 

Dalam perjalanan saya di kota Los Angeles, California, pergi dari satu tempat ke tempat yang lain membutuhkan waktu yang cukup panjang. Namun, dalam perjalanan saya, saya diperkenalkan dengan sebuah lagu himne dari Afrika Selatan yang berjudul, Hamba nathi yang berarti “Marilah berjalan bersama-Ku”. 

Pada kesempatan ini ijinkan saya untuk berbagi lagu tersebut:  

Berikut terjemahan dari liriknya:  

Datang, dan berjalanlah bersama, karena perjalanannya jauh 
Bagikan bebanmu dan bernyailah bersama  
Datang, dan angkatlah, berikanlah hidup baru.  
Berikan kami damai, ketika perjalanan selesai . 
Reff: Perjalanan, perjalanan, perjalanan yang jauh  

Dalam perjalan rohani kita yang sangat jauh ini, berjalanlah bersama sama saudara-saudari seiman kita dan nikmatilah setiap proses yang ada bersama dengan Tuhan. Karena Dia tidak pernah sekalipun membiarkan kita dan meninggalkan kita. Tuhan Yesus memberkati.  


Hendy Matahelemual

Hendy Matahelemual is the Associate Minister for Community Engagement for Mosaic Conference. Hendy Matahelemual was born and grew up in the city of Bandung, Indonesia. Hendy lives in Philadelphia with his wife Marina and their three boys, Judah, Levi and Asher.

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Hendy Matahelemual

Tiga Kemungkinan Pilihan Jalan untuk Masa Depan Kita sebagai Mosaic

April 4, 2024 by Cindy Angela

oleh Stephen Kriss

Pada November 2022, badan delegasi Mosaic bertemu untuk pertama kalinya secara langsung. Dan pertama kalinya kita mengalami krisis identitas bersama.  Sidang khusus delegasi Musim Panas 2022 Mennonite Church USA (MC USA) di Kansas City, membatalkan pedoman keanggotaan denominasi dan mengesahkan resolusi Pertobatan dan Transformasi, hal ini menciptakan gelombang emosi bagi banyak orang di Mosaic.

Menanggapi hal ini, dalam pertemuan tahunan langsung pertama kita, para delegasi Mosaic mengafirmasikan Jalan Kedepan (Pathway Forward) yang mencakup perencanaan strategis (yang diperlukan pada titik ini dalam cerita kita bersama), opsi bagi jemaat untuk melepaskan diri dari MC USA, dan pemahaman yang dijanjikan tentang hubungan kita dengan MC USA sebagai komunitas Konferensi. Ini merupakan permasalahan yang cukup besar untuk pertemuan tahunan secara langsung pertama kita.

Sebagai komunitas baru tentunya ini merupakan hal besar pertama kita hadapi. Namun, kita sama-sama berakar dalam dan baru tumbuh. Dengan kasih dan kebaikan Tuhan (chesed), kita terus berkembang dengan pertumbuhan dan penyediaan yang mengesankan dalam periode dua tahun ini. Dewan kita telah memimpin dengan ketegasan, dan gereja-gereja anggota kita saling terlibat dan saling bergantung  dalam pekerjaan berprioritas misi (missional), pembentukkan (formational), dan lintas budaya (intercultural) dalam upaya kita mewujudkan kasih persatuan Yesus di dunia kita yang hancur dan indah ini.

Dalam dua tahun ini, Tim Penuntun Jalan (Pathway Steering Team), yang mewakili keragaman karunia dan sudut pandang di Konferensi kita, telah bekerja dengan tekun dalam perencanaan strategis dan semakin mendekati pemahaman pada jalan yang direkomendasikan untuk afiliasi Mosaic kita.

Sementara itu, staf dan dewan Mosaic telah memastikan pekerjaan Konferensi berlanjut. Bagi saya, sebagai Pelayan Eksekutif (Executive Minister), ini berarti memahami hubungan dan tanggung jawab kita dengan MC USA beserta implikasinya saat kita menetap di denominasi atau menemukan jalur alternatif.

Bulan lalu, saya membagikan dengan Tim Pengarah Jalan bahwa ada tiga kemungkinan jalan untuk masa depan kita sebagai Mosaic:

Jalan Otonomi

Sebagai seseorang keturunan Slavia, saya menyadari bahwa otonomi dapat menawarkan kemungkinan dan tantangan baru. Franconia Conference telah menjadi konferensi otonom di masa lalu. Komunitas kita memiliki kapasitas, dalam sumber daya manusia dan keuangan, untuk beroperasi secara otonom. Kita masih akan menjadi orang-orang Mennonite. Kita akan menemukan cara baru untuk berhubungan dengan komunitas Anabaptis lainnya. Kita akan mencari keanggotaan dalam Mennonite World Conference. Saya telah menjelajahi kemungkinan afiliasi di luar MC USA, dan dari sudut pandang saya, tidak ada yang cocok dengan siapa kita, terutama dalam memberi  dukungan dan ruang untuk mewujudkan visi dan misi kita.

Jalan Komitmen Berlanjut

Ketika Mosaic terbentuk, kita mengasumsikan keanggotaan berlanjut di MC USA. Kita memiliki hubungan yang dalam secara luas di seluruh denominasi dan keterlibatan kita yang berkelanjutan akan menawarkan kekuatan, keragaman, dan sudut pandang sebagai kelompok Mennonite terbesar di Amerika Serikat. Keanggotaan kita di MC USA memberikan akses ke sumber daya yang penting dalam proses pengkredensialan kita dan dalam mendukung beberapa komunitas rentan dan baru dengan bantuan untuk pelayanan, kesempatan pendidikan, dan dukungan keuangan untuk pembelian rumah ibadah baru. Keanggotaan berlanjut akan mempertahankan koneksi program dan hubungan tersebut di seluruh negeri. Tantangannya bagi sebagian dari kita adalah bahwa afiliasi ini telah menjadi beban daripada kekuatan yang memungkinkan kita untuk hidup lebih sepenuhnya dalam visi dan misi kita.

Jalan Kolaborasi atau Kemitraan

Pada pertemuan terakhir MC USA, Mennonite Health Services dan Everence mengubah hubungan mereka dengan MC USA. Kita telah memulai beberapa percakapan awal dengan pemimpin-pemimpin MC USA tentang hubungan yang berbeda terlihat seperti apa, di mana kita dapat berkolaborasi dalam area-area kepentingan bersama namun tetap mempertahankan kebijakan dan pedoman keanggotaan kita sendiri sebagai Mosaic. Ini akan memerlukan sesuatu yang baru bagi MC USA (tepat waktu, mengingat bahwa kita baru saja membahas reformasi denominasi pada pertemuan tahunan Majelis Kepemimpinan Konstituensi [CLC] kita). Ini juga akan memerlukan sesuatu dari kita di Mosaic. Apakah mungkin Mosaic lebih baik menjadi sebuah mitra (partner) MC USA daripada anggota penuh? Apakah ini akan memungkinkan kita untuk hidup lebih sepenuhnya kedalam visi dan misi kita?

Saya berkomitmen pada rasa tidak acuh yang suci sebagai Pelayan Eksekutif Mosaic. Saya dapat melihat kekuatan dan kerentanan dari setiap jalur-jalur ini. Dan mungkin Tim Penuntun Jalan akan menawarkan rekomendasi alternatif.

Yang saya harapkan adalah bahwa setahun dari sekarang, Mosaic akan menjadi komunitas yang berbeda. Ini mungkin sulit, tapi mungkin juga menyegarkan. Sampai saat ini, Roh Kudus senantiasa hadir. Saya berkomitmen supaya kita hidup kedalam visi dan misi kita untuk bersama-sama mewujudkan kasih persatuan Kristus bahkan dalam keadaan yang sulit. Kita tidak akan selalu benar, tetapi saya ingin tetap fokus pada hidup sesuai dengan panggilan Tuhan di dunia yang hancur dan indah.

Tim Penuntun Jalan mungkin akan memiliki rencana strategis yang siap untuk ditinjau para dewan pada pertemuan di bulan Mei di Bethany Birches Camp di Vermont. Kita berharap akan ada rekomendasi untuk para dewan perihal afiliasi kita pada pertemuan di bulan Agustus. Delegasi Konferensi akan memiliki kesempatan untuk membahas ini dalam persiapan pertemuan tahunan Assembly (Assembly Delegate Preparation Meetings), disaat kita mempersiapkan diri untuk pemahaman lebih lanjut pada pertemuan tahunan (Assembly) pada 2 November 2024, di Souderton (PA) Mennonite Church.

Seiring munculnya jalan keluar, semoga kita memiliki keberanian untuk melakukan apa yang benar dan baik, semoga kita memperluas chesed Tuhan kepada semua orang, dan semoga kita berjalan dengan rendah hati sebagai individu dan sebagai komunitas Mosaic.


Stephen Kriss

Filed Under: Articles Tagged With: Conference News, Stephen Kriss

Menyambut Pekan Suci: Memperkuat Doa Bersama untuk Perdamaian Global” 

March 28, 2024 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Menyambut pekan suci ini, mari kita perhatikan situasi di seluruh dunia, di negara, daerah, dan kota di mana perdamaian sangat diperlukan. Mari kita ambil langkah nyata untuk menghindari apatis dan isolasi, dimulai dengan doa bersama kita yang melintasi batas ruang dan waktu. 

Mari kita belajar dan berdoa sesuai dengan doa Santa Teresa, seorang biarawati dari kota Avila, Spanyol. Teresa hidup pada abad ke-16, di mana Kerajaan Spanyol sedang terlibat dalam perang dengan beberapa kerajaan lainnya (Perancis, Ottoman, Belanda).  

Di tengah perang dan krisis yang melanda, di dalam sebuah biara di kota Avila, ia menulis sebuah doa: 

“Biarkan tidak ada yang mengganggumu,
Biarkan tidak ada yang membuatmu takut,
Semua hal akan berlalu: Tuhan tidak pernah berubah.
Kesabaran memperoleh segala hal.
Siapa pun yang memiliki Tuhan tidak akan kekurangan apa pun;  
Hanya Tuhan sendiri, cukup.” 

Kami percaya ada sebuah kuasa dalam doa, ada sebuah kuasa dalam pujian dan penyembahan. Sama seperti pembacaan kitab suci pagi hari ini, Tuhan Yesus berkata:  

”Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” – Markus 11:24 TB 

“Hari ini adalah bukti bahwa Tuhan mendengarkan doa-doa kami”, ujar Sam Kuttab seorang pemimpin Mennonite keturunan Palestina, dalam sebuah aksi doa dan perdamaian di kantor balai kota Philadelphia, Pennsylvania, pada Senin, 25 Maret 2024. 

Karena pada hari yang sama Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi untuk gencatan senjata segera di Gaza, sebuah langkah yang diwujudkan setelah Amerika Serikat memutuskan untuk abstain daripada memveto resolusi tersebut. 

Sebanyak 60 orang Mennonite berkumpul di luar Balai Kota Philadelphia untuk mendesak pejabat setempat untuk mendukung gencatan senjata permanen di Gaza. (3/25/2024) Photo courtesy of Mennonite Action.

Setiap doa dan usaha kita dalam membela keadilan, tidak akan pernah kembali sia-sia.  

Mari bersama-sama kita memberikan dukungan doa kepada saudara-saudari kita yang paling rentan, yang paling terpinggirkan, dan yang tidak mampu membantu diri mereka sendiri, baik di Gaza maupun di kota-kota lain di seluruh dunia.  

Mari kita melihat Yesus dalam diri mereka, dan berdoa agar perdamaian, keadilan dan kecukupan dari Tuhan Yesus menyertai mereka. Selamat merayakan pekan suci. Tuhan Yesus memberkati kita.  

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Memperbaiki Diri di Balik Citra: Menyikapi Tantangan Kepemimpinan dalam Era Media Sosial

March 21, 2024 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” 

1 Samuel 16:7

Dalam “the State of Pastors 2024 Summit” yang diadakan oleh Barna Group, Pastor Gabriel Salguero dari Orlando, FL mengatakan, “Salah satu hal penting yang perlu dipisahkan adalah antara citra dan karakter. Terkadang, tanpa disadari, kita mengajarkan orang untuk membangun citra.”  

Beliau menambahkan, “Banyak orang lebih terampil dalam membangun citra dan membuat konten daripada fokus pada pembentukan karakter serta memberikan makanan rohani dan moral kepada jiwa.” 

Perkembangan teknologi membuat semua orang bisa mengakses internet. Baik menjadi konsumen maupun menjadi pembuat konten. Dalam bidang pelayanan, fenomena ini membuat lebih banyak lagi orang yang terekspos pelayanannya, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuat orang tersebut menjadi “artis Rohani”. Dan inilah dimana karakter benar-benar menjadi sangat diuji.  

Tidak sedikit “artis Rohani” mengalami burnout dan akhirnya kehilangan dirinya dalam pelayanannya. Karena ada fokus yang bergeser, dari menyenangkan Tuhan menjadi menyenangkan massa.  

Tetapi marilah kita semua menjadi pemimpin yang berfokus membangun karakter, bukan citra. Karena integritas, kebaikan, dan ketangguhan kita dalam menghadapi pencobaan dan tantangan inilah yang akan membentuk diri kita jauh daripada tampilan luar kita.  

Demikian juga kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.

MATIUS 23:28

Sebagai seorang pelayan Tuhan, saya menyadari perangkap tampilan luar ini, kita harus terus memperbaiki, memperhatikan dan memperbarui apa yang ada di dalam hati sama dengan kita memperbarui social media kita.  

Dalam buku, “Strengthening the Soul of Your Leadership”, Ruth Haley Barton, mengambil cerita model kepemimpinan Musa dimana Musa mengambil keputusan untuk pergi melarikan diri, menyendiri dan mendapatkan ketenangan.  

Setelah pergi meninggalkan Mesir, ia ditemukan ada di tepi sumur (Kel 2:15).  Sumur sudah lama dikenal sebagai metafora jiwa manusia. Tidak heran banyak orang merasa sedikit takut jika melihat sumur. Mungkin ada bagian dari diri kita yang berusaha untuk ditutupi sebisa mungkin. Namun dalam cerita Musa, Ia tidak lagi bisa lari dari dirinya sendiri, Ia memilih untuk berdamai,  berdamai dengan trauma-trauma masa lalunya. Musa belajar menerima dirinya sebagaimana dia adanya.   

Musa tidak menambahkan citra-citra lain, tetapi  melucuti segala “identitas” yang bukan miliknya, ia adalah seorang Ibrani. Ia berdamai dengan identitas dirinya.   

Menemukan ketenangan sejati dimulai dengan mengakui kerentanan dan sisi gelap kita. Itulah cara kita membuka diri untuk membiarkan kasih Yesus menyembuhkan kita dari dalam.  

Sebagai seorang pelayan Tuhan yang pernah bergumul dengan depresi, saya menyadari bahwa ekspektasi dunia membuat kita mudah lelah, ketika standar pelayanan mulai berfokus pada performa dan citra.  

Firman Tuhan begitu jelas berkata, “Apa untungnya bagi seseorang, kalau seluruh dunia ini menjadi miliknya tetapi ia kehilangan hidupnya? – Matius 16:26”  

Saya menyadari bahwa untuk pulih saya harus berdamai dengan diri saya sendiri, menjadi diri saya apa adanya, tidak perlu harus menjaga citra dan berusaha untuk menyenangkan semua orang.  

Menjadi pribadi yang tertanam di dalam komunitas gereja yang mau menerima kita apa adanya, tertanam dalam Firman Tuhan adalah jalan menuju perubahan dan harapan.   

Ada sebuah lagu yang saya rasa bisa juga menjadi sebuah renungan dan doa bagi kita:  

Selidiki aku lihat hatiku Apakah ku sungguh mengasihi-Mu Yesus  
Kau yang maha tau Dan menilai hidupku Tak ada yang tersembunyi bagi-Mu  
Telah kulihat kebaikanMuYang tak pernah habis dihidupku 
Ku berjuang sampai akhirnyaKau dapati aku tetap setia

JPCC WORSHIP

Ini menjadi perenungan dan koreksi pribadi saya, bahwa dalam melayani menyenangkan Tuhan adalah hal yang pertama dan utama daripada menyenangkan dan memenuhi ekspektasi orang dan pelayanan, yang terkadang tidak realistis.  

Menyadari bahwa diri kita memiliki kemampuan yang terbatas, membuat kita menyadari kasih karunia Tuhan dan kuasa-Nya yang tanpa batas. Inilah yang membuat kita semakin tertanam didalam Tuhan.  

Daripada kawatir akan produktivitas, marilah belajar seperti Maria yang duduk diam di kaki Yesus, dimana dia  telah memilih bagian yang terbaik dalam pelayanan. Berdiam di kaki Yesus.  

Kapan terakhir kali dalam kesibukan pelayanan dan pekerjaan kita sehari hari kita berdiam di kaki Yesus, tenang dan tidak melakukan apapun selain mensyukuri dan merenungkan kebaikkan Tuhan.  

Di masa prapaskah ini mari mengambil waktu yang biasa kita  gunakan untuk bermain social media, handphone, membaca berita dan lain sebagainya dan menggantinya dengan mengambil saat teduh dan merenungkan Firman Tuhan.  

Saya percaya bahwa dalam saat teduh kita, Tuhan akan menyegarkan kita dengan Firman dan Roh-Nya, yang akan melucuti gambaran palsu yang membebani kita semua, sehingga kita bisa beroleh istirahat yang sejati di dalam-Nya. Tuhan Yesus memberkati.  

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Proyek Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (PIPA): Mendukung Keluarga Anak Berkebutuhan Khusus di Philadelphia 

March 14, 2024 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Di tengah hiruk-pikuk kota Philadelphia, muncul sebuah inisiatif luar biasa yang bertujuan menjadi pusat informasi dan dukungan bagi keluarga yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus. Proyek ini, dikenal dengan nama Proyek Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (PIPA), diprakarsai oleh tiga wanita inspiratif: Britannia Worotikan, Ernie Budy dan Lusiana Soegianto. Mereka menyatukan kekuatan dan semangat mereka untuk memberikan dukungan untuk keluarga-keluarga imigran Indonesia dengan anak berkebutuhan khusus di kota Philadelphia. 

Proyek PIPA berakar dari pengalaman pribadi Britannia Worotikan. Setelah pandemi, Britannia mengajar di sebuah pre-school yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus. Beliau juga memiliki sertifikasi mengajar special needs education. Dari pengalamannya itu, Britannia menyadari bahwa akses untuk sumber daya dan dukungan untuk anak-anak berkebutuhan khusus sangat melimpah di Philadelphia. Dengan dukungan suaminya dan setelah berkonsultasi dengan Pastor Aldo Siahaan (Philadelphia Praise Center), Britannia berinisiatif membentuk sebuah komunitas yang dapat memberikan dukungan untuk keluarga-keluarga imigran Indonesia di Philadelphia. 

(from left to right) Lusiana Soegianto, Ernie Budy and Britannia Worotikan. Photo by Hendy Matahelemual.

Dalam perjalanannya, Britannia bertemu dengan Lusiana Soegianto dan Ernie Budy, dua wanita yang memiliki pengalaman dan pemahaman mendalam akan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Bukan hanya memiliki pengalaman pribadi sebagai orang tua, Ernie dan Lusiana juga pernah bekerja di Elwyn, sebuah organisasi intervensi dini untuk anak-anak berkebutuhan khusus. 

Children activities. Photo from PIPA’s Facebook Page.

Meskipun sempat tertunda sementara karena pandemi, PIPA tidak menyerah. Setelah pandemi mereda, mereka secara resmi meluncurkan PIPA dengan pertemuan pertama mereka di bulan Maret 2023. Sekarang mereka bertemu setiap bulan, dimana topik-topik seperti keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di Amerika, aspek hukum, benefits, transisi ke dewasa, dan persiapan untuk kuliah dibahas sesuai dengan kebutuhan. 

Salah satu kendala yang dihadapi oleh keluarga imigran dengan anak berkebutuhan khusus adalah masalah bahasa. Banyak yang kesulitan dalam mengakses informasi atau dukungan dari pemerintah kota. PIPA hadir sebagai solusi dengan menyediakan dukungan, menjadi penghubung antar-keluarga, dan memberikan pengajaran bahwa anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang tabu atau memalukan. 

Selain pertemuan bulanan, PIPA juga menyediakan grup chat (WhatsApp) yang dapat diakses 24 jam dan grup Facebook untuk memastikan komunikasi yang terjaga dengan baik. Dengan dukungan oleh Gereja Philadelphia Praise Center (PPC), PIPA juga terbuka untuk semua orang di luar dari komunitas Gereja PPC, dengan pendekatan yang lebih community-oriented daripada faith-based. 

One of the education class in PIPA. Photo from PIPA’s Facebook Page.

Semenjak ada dukungan dari PIPA, semakin banyak keluarga dengan anak berkebutuhan khusus yang merasa nyaman untuk membawa anak-anak mereka ke sekolah minggu. Hal ini menciptakan kesadaran baru di komunitas PPC. 

Ketika ditanya mengenai visi ke depan dari PIPA, Britannia menyatakan, “Edukasi dan meningkatkan kepedulian. Ada 13 kategori kebutuhan khusus, dan dengan ilmu yang kita miliki kita bisa saling berbagi.”  Ernie menambahkan, “Sekiranya grup ini bisa tetap ada, berkesinambungan, dan saling mendukung satu sama lain karena melihat banyaknya kebutuhan di masyarakat dan komunitas.” 

PIPA’s monthly meeting in Philadelphia Praise Center.

Dengan semangat yang kuat dan tekad yang bulat, PIPA terus menjadi penopang bagi keluarga-keluarga di Philadelphia yang memiliki anak berkebutuhan khusus, membawa harapan dan pencerahan dalam setiap langkah mereka. 

“Kita harus mengembalikan kembali kepada komunitas apa yang sudah didapatkan. Membagikan ilmu dan informasi, kita bisa saling membantu menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti,” ucap Lusiana. 


Hendy Matahelemual

Filed Under: Articles Tagged With: Philadelphia Praise Center

Harapan untuk Masa Depan

February 22, 2024 by Cindy Angela

Pada tanggal 8-11 Februari 2024, Mennonite Church (MC) kami dan beberapa leaders Mosaic mendapat undangan untuk menghadiri acara pertemuan pemimpin-pemimpin kulit berwarna (BIPOC) dari denominasi MC USA di Dallas, Texas.  

Acara kali ini dihadiri oleh 70 orang peserta dari berbagai gereja, yang mengangkat tema “Mematahkan Rantai, Memperbaiki Tembok” — diambil dari Yesaya 58 sebagai undangan bagi umat Allah untuk mengingat siapa mereka dan apa yang mereka dipanggil lakukan di saat tantangan-tantangan berat hadir didepan.” 

Perwakilan Asia-Amerika di HFF Dallas, TX 2024

Sue Park-Hur, selaku direktur keterlibatan rasial etnis MC USA, membuka acara ini dengan harapan bahwa acara ini akan memperkuat kekerabatan dan tali persaudaraan, serta saling belajar antara satu dengan yang lain. Agenda lain di luar hal ini dapat dibahas di lain waktu dan tidak dalam pertemuan ini. 

Saya dan istri diundang untuk menjadi pemimpin pujian dalam acara tahunan ini, dan tentunya kami juga membawa ketiga anak kami. Pada akhir tahun 2023, ketika undangan ini diberikan kepada kami, kami sempat ragu, karena dua hal. Pertama, hubungan antara Mosaic Conference dan MC USA sedang dalam proses peninjauan kembali. Dan kedua, kami harus membawa ketiga anak kami, yang membuat kami sedikit ragu mengingat anak-anak kami masih kecil dan biaya tidak murah. 

Namun, kami memutuskan untuk ikut serta karena kami tetap ingin menjalin hubungan meskipun ada perbedaan, dan kami ingin anak-anak kami melihat pelayanan yang kami lakukan. 

Pada kesempatan tersebut, kami bertemu dengan dua orang Indonesia yang baru kami kenal, Bapak Martin Gunawan yang sekarang menjabat sebagai Senior Executive Operation Mennonite Mission Network, dan Ibu Chialis Santoso, istri dari Bapak Andy Santoso, staf dari Mennonite Mission Network. Sebagai sesama orang Indonesia di perantauan dan seumuran dengan kami, percakapan semakin hangat dan mendalam. 

Foto bersama Bapak Martin Gunawan, Senior Executive Operational untuk Mennonite Mission Network di acara Gala Dinner HFF Dallas, TX 2024

Pada suatu titik, kami membahas bagaimana para pelayan dan pemimpin yang berbahasa Indonesia bisa memiliki pertemuan seperti ini sendiri. Lokasi dan tempat pun sempat dibicarakan, salah satu usulan tempat adalah kota Chicago, IL, dengan pertimbangan lokasinya yang berada di tengah-tengah antara New York dan Los Angeles.  

Perwakilan Indonesia di HFF Dallas, TX 2024 (saya, Marina Setyati, Chialis Santoso, Martin Gunawan)

Tentunya, ini merupakan salah satu harapan yang baik untuk masa depan karena kami pun berharap untuk bisa mematahkan rantai (kesulitan ekonomi, rasisme sistemis, sakit-penyakit, immoralitas, perpecahan) dan membangun tembok (pengharapan, iman dan kasih) khususnya bagi diaspora Indonesia Anabaptis di Amerika Utara ini. Tuhan Yesus memberkati.  

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual, Hope for the Future

Pemilihan Umum 2024 di Philadelphia  

February 15, 2024 by Cindy Angela

“Harapan saya untuk pemilu 2024, baik satu putaran maupun dua putaran biarlah pemimpin tersebut bisa menegakan hukum di Indonesia dengan lebih tegas dan meneruskan apa yang baik yang sudah dilakukan oleh Pak Jokowi,” ujar Pastor Aldo Siahaan (PPC). 

“Harapan saya agar Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang nasionalis, adil, bertoleransi dan berintegritas,” ucap Pastor Benny Krisbianto (NWC). 

Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi yang diamanatkan undang-undang untuk memilih Presiden, Wakil Presiden dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemilu di luar negeri khususnya di Amerika Serikat diadakan terlebih dahulu untuk Philadelphia (6 Februari), Dover (8 Februari), New York dan Los Angeles (10 Februari).  Pemilu di Indonesia sendiri akan diadakan pada tanggal 14 Februari 2024. 

Aquinas Center, di Gereja Katolik St. Thomas Aquinas di South Philadelphia menjadi tempat pemilihan umum.

Sebagai diaspora Indonesia di Amerika yang masih memiliki status kewarganegaraan Indonesia, kedekatan dengan tanah air masih sangat terlihat. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme yang tinggi untuk memilih. Sedangkan bagi diaspora Indonesia yang sudah berkewarganegaraan Amerika Serikat, meskipun mereka tidak memilih, tetapi mereka tetap mendukung dan mendoakan dengan sepenuh hati.  

Pengakuan Iman Mennonite 1995 pasal 23 menuliskan secara baik bagaimana Hubungan Gereja dan pemerintah dan masyarakat sesuai dengan ajaran Kristus:  

Sebagai orang Kristen kita harus menghormati mereka yang berwenang dan berdoa bagi semua orang, termasuk orang-orang yang dalam pemerintahan, agar mereka juga boleh diselamatkan dan datang kepada pengetahuan yang benar Kita dapat berpartisipasi di dalam pemerintah atau lembaga-lembaga masyarakat lainnya hanya dengan cara yang tidak melanggar kasih dan kekudusan yang diajarkan oleh Kristus dan tidak kompromi kesetiaan kita kepada Kristus. …Karena kita mengakui bahwa Yesus Kristus telah ditinggikan sebagai Tuhan segala Tuhan, Kami mengakui bahwa pada akhirnya tidak ada yang berhak memiliki kuasa yang melebihiNya.

Pengakuan Iman Mennonite 1995 pasal 23

Oleh sebab itu, siapa saja yang terpilih nantinya tetap harus kita dukung dan doakan, terlepas dari siapakah yang telah kita pilih. Karena kita sebagai gereja / tubuh Kristus kita adalah bangsa yang kudus terlepas dari status kewarganegaraan kita.  

Sebagai pemimpin jemaat saya memiliki pilihan sendiri, tetapi saya menghargai perbedaan dan menolak adanya polarisasi dan perpecahan. Dalam berpatisipasi dalam pesta demokrasi ini, kasih harus menjadi yang terdepan dan kesetiaan kita. Bukan kita letakkan kepada partai atau pasangan calon presiden dan wakil presiden, melainkan kepada Kristus.  

Aquinas Center, di Gereja Katolik St. Thomas Aquinas di South Philadelphia menjadi tempat pemilihan umum.
Pak Hisar Siahaan (ILC) selaku petugas Kelompok Penyelenggara Pemilihan Suara (KPPS) membantu pemilih untuk memilih sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Antrian begitu panjang karena banyak pemilih memilih setelah pulang kerja. 
Ibu Binawati (ILC) dan Pak Kevin (PPC) menunggu giliran untuk memilih.

“Shalom Indonesia! Pemimpin yang terbaik untuk Indonesia.” ucap Pastor Angelia Susanto (NWC).

Mari sama sama kita berdoa untuk bangsa Indonesia supaya dipimpin oleh pribadi yang takut akan Tuhan, mengedepankan kasih dan rekonsiliasi untuk juga turut aktif dalam menjaga dan menciptakan perdamaian dunia.  

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Di Dalam Hadirat Tuhan (Coram Deo) 

February 8, 2024 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Dalam hidup kita terkadang kita ingin mendahului Tuhan dalam segala hal, entah itu dikarenakan kesibukan dan rutinitas yang membuat kita lupa untuk “selah” dan memiliki saat teduh bersama Tuhan. Kita tidak menunggu Tuhan, tetapi kita berjalan melakukan aktivitas tanpa penyertaan Tuhan. Ketika kita burnout dan lelah, barulah kita menyadari bahwa kita jauh dari hadirat Tuhan.  

Bulan ini dalam pertemuan bulanan para pastor dan pemimpin pelayanan berbahasa Indonesia, Pastor Buddy Hannanto, International Worship Church, California membagikan renungan mengenai “Coram Deo”, istilah yang diambil dari Bahasa Latin yang memiliki arti, di dalam hadirat Tuhan.  

“Istilah Coram Deo, tercatat 28 kali di dalam Alkitab. Di tengah-tengah kesibukan setiap dari kita hamba-hamba Tuhan yang melayani di gereja: mulai dari persiapan kotbah, melayani sidang jemaat, persiapan ibadah, mengurus keluarga dan bekerja… Mari kita tetap tinggal di dalam hadirat Tuhan”, ucap Pastor Buddy.  

“Dalam survey Barna group, 1/3 dari Jemaat Gereja tidak merasakan hadirat Tuhan. Hal ini penting diketahui sehingga kita para pemimpin bisa mengingatkan jemaat akan pentingnya tinggal di dalam hadirat Tuhan.”

“Suatu saat ada seorang jemaat remaja yang ketika ibadah berlangsung, Ia sibuk dengan handphonenya. Ketika ditegur, barulah ia mematikan handphone-nya, namun tetapi ketika tidak ada yang melihat, ia kembali memainkan handphonenya. Ini adalah sebuah contoh bagaimana teguran dan pengawasan mengambil peran. Tetapi kita perlu juga mengingat bahwa Tuhan melihat apa yang manusia kerjakan.”  

Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab. – Ibrani 4:13 

Pastor Buddy melanjutkan: “Mari kita mengambil contoh dari Raja Daud. Mari kita belajar mencontoh beliau seperti yang telah ditulis di dalam dalam Mazmur 139.”

“Suatu saat ketika saya merasa gelisah, dalam doa saya meminta kepada Tuhan untuk bisa melihat Tuhan, dan saya mendapatkan penglihatan bahwa Tuhan hadir dan Ia tidak pernah meninggalkan diri saya”  

“Mari di tahun 2024 kita miliki kesadaran penuh akan Hadirat Tuhan di dalam hidup kita, hadirat Tuhan harus ada di dalam hati kita sebagai hamba-hamba Tuhan”, tutup Pastor Buddy Hannanto.  

Filed Under: Articles Tagged With: Buddy Hannanto

  • « Go to Previous Page
  • Go to page 1
  • Go to page 2
  • Go to page 3
  • Go to page 4
  • Go to page 5
  • Go to page 6
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 17
  • Go to Next Page »

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use