• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • 繁體中文 (Cina)
  • English (Inggris)
  • Việt Nam (Vietnam)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia
  • Kreol ayisyen (Creole)

Articles

Dewan Konferensi Mosaic Menanggapi Penolakan MC USA atas Usulan Kemitraan Pelayanan 

May 29, 2025 by Cindy Angela

Pada tanggal 16–18 Mei 2025, Dewan Konferensi Mosaic mengadakan retret tahunan temu muka di Homestead, FL. Bertemu enam kali dalam setahun, Dewan Konferensi mengawasi urusan konferensi dan komite-komite, serta memastikan bahwa Mosaic tetap sejalan dengan visi dan peka terhadap tuntunan Roh Kudus dalam area-area pertumbuhan dan transformasi. 

Selain waktu untuk doa, pujian penyembahan, dan memperdalam relasi, anggota Komite Eksekutif Maati Yvonne memimpin kelompok ini pada Sabtu pagi dalam sesi pembelajaran dan praktik circle process. 

Circle process yang dipimpin oleh Maati Yvonne.

“Saya suka bagaimana circle itu menyatukan orang, memperdalam relasi, dan meningkatkan pemahaman,” refleksi Maati Yvonne. “Di tengah semua hal yang perlu didiskusikan oleh dewan, sangat penting untuk berhenti sejenak dan menggunakan circle untuk mengekspresikan perasaan dan dampak yang kami alami. Harapan saya adalah kita semakin sering menggunakan circle process untuk menyelesaikan permasalahan dan membiarkan Roh Kudus membawa pemulihan, baik di keluarga dan kelompok remaja, komunitas dan jemaat, serta di tingkat konferensi.” 

Retret dewan dibuka dengan renungan dari Kisah Para Rasul 1:8. Para anggota dewan berbagi kesaksian mengenai karya Roh Kudus dan kasih pendamaian Yesus. 

Pembaruan Rencana Strategis dan Refleksi atas Spring Assembly 

Dewan meninjau kemajuan dari lima pilar dalam rencana strategis Mosaic: Kejelasan/Identitas, Komunikasi, Pengembangan Kepemimpinan, Rekonsiliasi, dan Pembangunan Relasi. Mereka juga merefleksikan bagaimana sesi pelatihan dalam Spring Assembly baru-baru ini terhubung dengan pilar-pilar ini. Masukan dari Spring Assembly menunjukkan adanya keinginan untuk pengajaran yang lebih jelas dan konkret tentang konsep gereja Centered-Set, serta penggunaan lebih banyak gambar dan lebih sedikit kata-kata dalam sesi pelatihan Mosaic untuk menyesuaikan dengan berbagai gaya belajar dan latar budaya. 

Pembaruan strategi lainnya termasuk peluncuran podcast Learning/Living Mosaic, angkatan pertama Vibrant Mosaic cohort, dan 14 remaja yang akan mengikuti program pengembangan kepemimpinan Ambassadors musim panas 2025. Dewan juga berkesempatan bertemu dengan salah satu Ambassadors baru, Hensley, dari Homestead Mennonite. 

Bertemu salah satu peserta program Ambasador dari Homestead, Florida.

Urusan Konferensi dan Pembelajaran Lainnya 

Dewan telah menerima surat dari Spruce Lake Mennonite Camp (Canadensis, PA) yang menyatakan keputusan mereka untuk keluar dari status sebagai Conference-Related Ministry. 

Rencana dan tema untuk Delegate Assembly bulan November juga dibahas. 

Glenn Nemath, Direktur Properti untuk FMC Properties, menyampaikan pembaruan terkait aset-aset properti konferensi. 

Pada hari Minggu pagi, Joe Manickam, yang saat ini menjadi konsultan untuk Konferensi Mosaic, membagikan pemikiran tentang pentingnya kejelasan dalam struktur dan relasi yang sehat. 

Tanggapan atas Penolakan MC USA terhadap Usulan Kemitraan Pelayanan 

Dewan merenungkan tentang proses proposal kepada Dewan Eksekutif Mennonite Church USA (MC USA) untuk menjadi mitra pelayanan dengan menjadi Program Entity (sebuah status yang sudah ada dalam peraturan MC USA). Usulan ini merupakan tindak lanjut dari keputusan para delegasi pada November 2024 yang meminta Mosaic untuk mendefinisikan ulang hubungannya dengan MC USA menjadi mitra pelayanan yang sehat. 

Proposal tersebut mencakup layanan yang akan ditawarkan Mosaic kepada MC USA tanpa biaya, di antaranya adalah pembinaan pemuda, pendampingan gereja-gereja baru, dan pengembangan kepemimpinan antarbudaya. Juga diusulkan beberapa cara untuk mengelola kredensial dalam kerangka kerja baru ini. 

Sepanjang proses setahun terakhir, anggota dewan menyampaikan rasa frustrasi karena suara dan kekhawatiran mereka terasa diabaikan. Isu-isu yang telah lama berlangsung ini dituangkan dalam tanggapan tertulis resmi kepada MC USA, yang dikirimkan atas permintaan MC USA pada musim semi lalu. 

Pada 8 Mei, Dewan Eksekutif MC USA secara bulat memutuskan untuk menolak usulan Mosaic untuk menjadi Program Entity. Mereka mengusulkan “percakapan yang dimediasi antara seluruh Dewan Eksekutif (MC USA) dan Dewan Mosaic.” 

Meskipun para pemimpin Mosaic sebelumnya telah menyatakan keterbukaan terhadap mediasi pihak ketiga dengan MC USA, Dewan menyampaikan beberapa kekhawatiran untuk memasuki proses mediasi pada tahap ini: 

  • Mediasi cenderung menekankan dinamika interpersonal. Walau Dewan menghargai pemulihan relasi, mereka juga menekankan perlunya transformasi organisasi untuk mengatasi isu-isu sistemik yang lebih mendalam. 
  • Para pemimpin non kulit putih di Mosaic telah memberikan banyak tenaga dan emosi dalam proses ini. Banyak yang merasa tidak didengar dan diabaikan oleh MC USA. Memasuki mediasi sekarang akan mengharuskan mereka mengulang kembali pengalaman menyakitkan dalam konteks ketimpangan kekuasaan yang bersifat historis maupun yang masih berlangsung. 
  • Dewan menekankan pentingnya untuk lebih dahulu mewujudkan visi dan misi Mosaic serta mendengarkan tuntunan Roh, daripada terburu-buru masuk ke proses mediasi sebelum ada pengakuan atas kesulitan yang ada dalam struktur MC USA saat ini. 
  • Proses penyusunan proposal ini telah menguras waktu dan energi dari anggota dewan dan staf Mosaic. Dengan ditolaknya usulan ini oleh MC USA, Dewan kini harus mengalihkan fokusnya untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya dan memperjelas kemitraan pelayanan kepada para delegasi sebelum Assembly bulan November. 

Setelah melalui pertimbangan doa, dewan memutuskan untuk: Menolak tawaran proses mediasi antar-dewan dari Dewan Eksekutif MC USA untuk saat ini. 

“Kami tetap merasa sedih dan kecewa atas struktur dalam MC USA yang kaku dan menyakitkan bagi banyak dari kami,” kata Moderator Konferensi Angela Moyer Walter. “Dunia dan bangsa kita berubah dengan cepat, dan gereja pun harus beradaptasi dengan realitas yang berubah di komunitas dan jemaat kita. Tanggapan yang tidak fleksibel terhadap perspektif jemaat-jemaat Mosaic sungguh mengecewakan, terutama mengingat bahwa hubungan dengan konferensi saudara bersifat timbal balik dan saling mendukung.” 

“Meski kecewa, saya tetap menemukan sukacita dan harapan saat kita berkumpul untuk saling mendengarkan dan berbagi. Kasih pendamaian Yesus sedang bekerja di antara kita, dan saya menantikan kita menjalani visi ini bersama-sama.” 

Langkah Selanjutnya 

Komite Eksekutif Mosaic akan bertemu pada bulan Juni, diikuti oleh pertemuan Dewan Mosaic pada bulan Agustus. Sesuai mandat yang diberikan dalam Assembly tahun lalu, Dewan akan mengembangkan dan menyampaikan rancangan pengubahan peraturan dasar Mosaic untuk dipertimbangkan oleh para delegasi pada Mosaic Delegate Assembly 2025. 

Mosaic tetap berkomitmen membina kemitraan yang sehat dengan konferensi-konferensi Mennonite lain dan komunitas Anabaptis lebih luas lainnya. 

Pada bulan Juni, Dewan Mosaic akan menyelenggarakan empat sesi percakapan dua arah untuk mendiskusikan arah masa depan kemitraan dengan MC USA. Tiga sesi akan berlangsung di Zoom, dan satu akan diadakan di kantor Mosaic (Lansdale, PA), dengan pilihan bahasa Spanyol, Indonesia, dan Inggris. Tanggal dan waktu percakapan ini akan diumumkan minggu depan. 

Sementara itu, para pemimpin dan delegasi Konferensi Mosaic didorong untuk menghubungi Leadership Minister mereka jika ada pertanyaan dan untuk mengikuti perkembangan melalui Mosaic News. 

** Edisi cetak terbaru dari Anabaptist World memuat kesalahan dalam pelaporan mengenai proses ini. Versi daringnya memuat informasi yang benar. 

Filed Under: Articles, Articles Tagged With: Conference News

Jemaat Mosaic Bersatu untuk Pendampingan dalam Ibadah 

March 27, 2025 by Cindy Angela

oleh Jennifer Svetlik

Sebagai komunitas jemaat dan pelayanan nonprofit yang berkomitmen untuk hidup seperti Yesus bersama-sama, kita memiliki kesempatan di masa meningkatnya ancaman terhadap komunitas kita ini untuk bersatu, saling mengasihi, dan menjadi saksi bahwa kasih Tuhan yang sempurna menghapus segala ketakutan. 

Lebih dari 40% jemaat anggota Mosaic Mennonite Conference sebagian besar terdiri dari imigran generasi pertama dan kedua, berasal dari Amerika Latin, Indonesia, dan Haiti, serta negara lainnya. Sejak akhir 2024, beberapa jemaat dengan mayoritas imigran mulai meminta agar Mosaic Conference berbagi informasi dan sumber daya serta menawarkan dukungan untuk mengurangi rasa takut di antara anggota mereka terkait kemungkinan meningkatnya penangkapan dan deportasi. 

Penghapusan kebijakan “lokasi sensitif” oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (Department of Homeland Security) pada Januari 2025, yang sebelumnya melindungi gereja sebagai tempat ibadah yang aman, semakin meningkatkan ketakutan di antara para pendeta dan jemaat untuk berkumpul dalam ibadah bersama. 

Sebagai tanggapan, Mosaic Conference telah meningkatkan pendampingan staf untuk jemaat-jemaat rentan, menyediakan dan menyebarkan sumber daya melalui kemitraan dengan Mennonite Church USA dan Mennonite Central Committee, menawarkan pelatihan Know Your Rights (Ketahui Hak Anda), serta memberdayakan jemaat dan pelayanan untuk menyelenggarakan pelatihan serupa di komunitas mereka sendiri. 

Selain upaya ini, beberapa jemaat dengan mayoritas imigran mulai meminta pendampingan dari warga AS dalam jemaat Mosaic Conference yang berasal dari budaya dominan selama ibadah mereka. 

“Lebih dari sembilan puluh persen jemaat kami berasal dari luar AS,” kata seorang pendeta dari jemaat Mosaic, yang meminta anonimitas untuk melindungi jemaatnya. “Banyak anggota kami saat ini merasa tidak aman atau nyaman saat beribadah karena perubahan kebijakan imigrasi yang membuat mereka merasa tidak aman dan tidak diterima.” 

“Alasan kami meminta pendampingan adalah karena kami membutuhkan dukungan dari saudara-saudari kami dari budaya dominan untuk menghibur kami dan berjalan bersama kami di masa sulit ini,” lanjutnya. “Beberapa anggota kami merasa lebih aman melihat warga Amerika duduk di belakang gereja. Kami mengenali kehadiran mereka, berbagi persekutuan bersama, dan merasa tidak sendirian.” 

Tujuan dari kemitraan pendampingan ini adalah untuk memperkuat hubungan antara jemaat dari budaya dominan dan jemaat dengan mayoritas imigran di wilayah tertentu, memberikan pelatihan Know Your Rights dan Be an Ally, serta memungkinkan kehadiran tamu dari budaya dominan untuk memberikan ketenangan dan berinteraksi dengan agen penegak hukum jika diperlukan. 

Salah satu kemitraan ini melibatkan enam jemaat, termasuk beberapa yang bukan bagian dari Mosaic Conference. Sejauh ini, sekitar 30 orang dari kelompok ini telah mengunjungi sebuah jemaat dengan mayoritas imigran dalam enam minggu terakhir. 

Salah satu buah dari upaya pendampingan ini adalah meningkatnya rasa kebersamaan dan terbentuknya hubungan baru antara jemaat yang berbeda. Beberapa kemitraan ini didasarkan pada hubungan yang sudah ada sebelumnya antara jemaat-jemaat tersebut. 

“Jemaat kami telah menjalin hubungan selama beberapa tahun dengan sebuah jemaat yang mayoritas anggotanya adalah imigran. Ketika mereka meminta pendampingan, meskipun gereja kami kecil, kami dengan mudah berkata ‘ya’,” kata Jacob Curtis, Co-Pastor dari Ambler (PA) Mennonite. 

“Kami memiliki hubungan dengan gereja-gereja Mennonite lain di dekat kami, jadi kami memanfaatkan hubungan tersebut dan mengajak mereka untuk ikut serta dalam upaya ini,” lanjut Curtis. “Setiap orang yang telah berkunjung merasa terkesan dengan kehangatan dan energi jemaat. Mereka juga menghargai kesempatan untuk saling mengenal. Benih-benih telah ditanam. Hubungan baru sedang terbentuk. Kami bersemangat untuk melihat bagaimana Tuhan akan menumbuhkan semua kebaikan ini!” 

Saat ini, setidaknya tujuh jemaat Mosaic Conference terlibat dalam kemitraan pendampingan, sementara jemaat dari budaya dominan lainnya masih dalam proses membentuk tim pendampingan. Beberapa jemaat dengan mayoritas imigran masih mencari mitra pendampingan dari jemaat budaya dominan di wilayah mereka. Jika jemaat Anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut, silakan kirim email ke immigration@mosaicmennonites.org. 

Ada beberapa cara lain Mosaic Conference telah mendukung jemaat dengan mayoritas imigran selama masa ini: 

  • Salah satu gereja Mosaic Conference adalah bagian dari gugatan Mennonite Church USA et al. v. United States Department of Homeland Security et al., yang menegaskan bahwa pembatalan kebijakan DHS melanggar perlindungan kebebasan beragama dalam Amandemen Pertama. Sidang untuk Preliminary Injunction dijadwalkan pada 4 April 2025. 
  • Mosaic Conference juga menanggapi kebutuhan akan komunikasi bilingual dan keterlibatan komunitas dengan mencari tambahan staf baru. 
  • Shalom Fund, dana gotong royong konferensi, terus menerima sumbangan untuk mendukung jemaat imigran yang menghadapi kebutuhan mendesak. 

Kami bersyukur atas dukungan yang terus mengalir dari seluruh konferensi bagi mereka yang paling rentan di antara kita. 


Jennifer Svetlik

Mosaic values two-way communication and encourages our constituents to respond with feedback, questions, or encouragement. To contact Jennifer Svetlik, please email jsvetlik@mosaicmennonites.org.

Filed Under: Articles Tagged With: Jennifer Svetlik

Harapan untuk Masa Depan: Merayakan 30 Tahun Damascus Road

March 20, 2025 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Dinginnya sisa musim dingin di Midwest mungkin tidak sebanding dengan Pantai Timur, tetapi itu tidak mengurangi harapan yang dipicu oleh para pemimpin kulit berwarna dan banyak undangan istimewa yang diberikan kepada mereka yang berpartisipasi dalam acara Hope for the Future MC USA di Goshen, Indiana. 

Tahun ini, tema konferensi adalah Merayakan 30 Tahun Pelatihan Anti-Rasisme Damascus Road, yang sekarang dikenal sebagai Roots of Justice training. Sekitar 130 orang berkumpul di Goshen College, tempat acara ini berlangsung. Hari pertama kami dimulai dengan resepsi malam di sebuah penginapan lokal, diikuti dengan ibadah dan sesi pada hari berikutnya. Ada sesi panel yang menampilkan semua pelatih dari Damascus Road / Roots of Justice, dan saya merasa terhormat serta bersyukur menjadi bagian dari panel tersebut. 

Hendy Matahelemual on a panel with other current and former Roots of Justice trainers. Photo by Juan Moya, Anabaptist World.

Pekerjaan anti-rasisme merupakan bagian penting dari prioritas Mosaic Intercultural kami. Sebelum kita benar-benar dapat berkumpul sebagai sesama di hadapan Tuhan—seperti yang digambarkan dalam Wahyu 7:9—kita harus mengatasi masalah utama yang sering diabaikan: dosa rasisme. Dosa ini telah membagi umat manusia menjadi dua kelompok—yang tertindas dan penindas, yang inferior dan superior, yang dominan dan yang tunduk—berdasarkan etnis, warna kulit, dan ras. 

Dr. Regina Shands Stoltzfus, pembicara utama pertama hari itu, mengingatkan kami untuk mengakui pekerjaan anti-rasisme di masa lalu dan masa kini saat kita mempersiapkan masa depan. Dia adalah rekan penulis Been in the Struggle bersama Tobin Miller Shearer. Mosaic mengadakan studi buku lintas budaya tentang topik ini dan mengundang kedua penulisnya untuk memimpin diskusi webinar melalui Zoom. Jika Anda melewatkannya, Anda dapat melihatnya di [tautan ini]. 

Hendy Matahelemual (left) and Mosaic Conference Board Member Maati Yvonne (fourth from left) with the other past and current Roots of Justice trainers present at the Conference. Photo by Juan Moya, Anabaptist World.

Saat saya merenungkan praktik spiritual dari pengakuan (acknowledgment), saya bergabung dalam sesi kelompok kecil tentang identitas multiras, lintas etnis, dan transrasial di gereja. Di sinilah saya menyadari bahwa sebagian besar dari kita, termasuk saya sendiri, membawa campuran identitas. Hanya dengan mengakuinya—dan diakui—itu adalah pengalaman yang membebaskan. 

Hari kedua diakhiri dengan Gala Dinner, di mana, untuk pertama kalinya, saya mendengar lagu Arirang yang dibawakan oleh saudara-saudari kami dari latar belakang Korea. Lagu ini melambangkan kesedihan dan harapan rakyat Korea yang merindukan Korea yang bersatu. Gala ini menjadi ruang untuk menghormati para tetua kami dan merayakan kebersamaan, dan ya, ada banyak tarian yang terjadi di sana. 

Suzette Shreffler membagikan kisahnya saat kami memulai hari terakhir konferensi. Sebagai keturunan Penduduk Asli Amerika, dia tumbuh sebagai bagian dari sistem sekolah asrama Indian, yang memaksa keluarganya untuk berasimilasi dengan budaya Euro-Amerika dengan tujuan menghapus bahasa, tradisi, dan identitas Pribumi. 

Dia mengalami trauma antargenerasi, tetapi syukur kepada Tuhan, dia menemukan kedamaian dalam Yesus melalui pelayanannya di Gereja Mennonite setempat. Dia menjadi perempuan Northern Cheyenne pertama yang mendapatkan kredensial dari Central Plains Mennonite Conference. Kisah ketahanannya menjadi cahaya harapan bagi masa depan, dan saya percaya masih banyak kisah lain yang menunggu untuk diceritakan. 

Mosaic Mennonite Conference Executive Committee Board Member Maati Yvonne was one of seven elders honored at the 12th annual Hope for the Future celebration. Photo by Juan Moya, Anabaptist World.

Acara ini diakhiri pada hari Minggu dengan Dr. Rev. Lerone Martin, yang membagikan salah satu khotbah Dr. Martin Luther King Jr. Dr. Martin adalah profesor Studi Agama dan Direktur Martin Luther King, Jr. Research and Education Institute di Stanford University. Saya sangat terkesan dengan bagaimana khotbah Dr. King tetap sangat relevan hingga hari ini. 

Dalam khotbahnya, Dr. King berbicara tentang tiga serangkai kejahatan: Rasisme, Kemiskinan, dan Kekerasan. Harapan saya untuk masa depan, bersama dengan Mosaic Conference, adalah bahwa kita dapat menghadapi semua ini dengan cara Yesus. Prioritas konferensi kami sudah ditetapkan untuk menghadapi kekuatan jahat ini saat kita semakin menjadi lebih Intercultural, Formational, dan Missional dalam jalan Yesus, di dunia yang sekaligus rusak dan indah. 


Hendy Matahelemual

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual, Hope for the Future, Maati Yvonne

Staf Imigrasi MCC di AS Menanggapi Panggilan dan Pertanyaan Mendesak

March 6, 2025 by Cindy Angela

Oleh Linda Espenshade, Editor Berita Mennonite Central Committee U.S.

Catatan Editor: Artikel ini dicetak ulang dengan izin. Anggota Mosaic Conference dapat menerima konsultasi hukum melalui kantor MCC West Coast ((559) 638-6911 atau westcoast@mcc.org) dan East Coast ((305) 249-3477 atau FloridaOffice@mcc.org). Hubungi immigration@mosaicmennonites.org jika anda memiliki pertanyaan. Juga lihat sumber daya Mosaic di sini untuk mendukung jemaat atau komunitas Anda dalam pelatihan “Kenali Hak Anda” dan hal lainnya. 

*Maria adalah nama samaran yang digunakan untuk melindungi identitasnya.


Maria* menghadapi keputusan sulit pada bulan September ketika dokumen yang memungkinkan dia tinggal di Amerika Serikat akan habis masa berlakunya. 

Dia bisa tetap tinggal di AS, menghadapi risiko deportasi dan hidup dalam ketidakpastian, agar putrinya yang masih remaja dan merupakan warga negara AS dapat terus tinggal di negara ini. Atau dia bisa kembali ke Venezuela setelah 16 tahun tinggal di AS, ke negara yang sedang mengalami krisis kemanusiaan dan politik yang begitu parah hingga 7,7 juta orang telah melarikan diri. 

Maria menemui pengacara imigrasi Mennonite Central Committee (MCC) East Coast, Rachel Diaz, untuk melihat apakah dia memiliki opsi lain untuk tetap tinggal secara legal setelah Status Perlindungan Sementara (TPS)-nya berakhir. 

Seperti imigran lainnya, ketakutan dan kekhawatiran Maria tentang tinggal di AS tanpa dokumen meningkat sejak Presiden Trump menginstruksikan agen Imigrasi (ICE) untuk menangkap 1.000 hingga 1.200 imigran setiap hari. 

Diaz menjelaskan bahwa Maria tidak memiliki opsi hukum untuk tetap tinggal, meskipun dia memiliki catatan kriminal yang bersih, kecuali Trump memperpanjang TPS untuk warga Venezuela. 

Sebagai gantinya, Diaz menyarankan agar Maria memastikan bahwa dia memiliki rencana kesiapan keluarga sehingga putrinya dapat dirawat jika Maria dideportasi. 

Rencana ini mencakup tindakan seperti: 

  • Menemukan orang terpercaya untuk merawat putrinya; 
  • Menandatangani formulir yang memberikan izin kepada orang terpercaya tersebut untuk merawat putrinya sementara, termasuk mendapatkan perawatan medis; 
  • Memiliki paspor yang masih berlaku untuk putrinya agar dia bisa terbang ke Venezuela. 

“Saya juga seorang ibu,” kata Diaz. “Dan di sini saya harus memberitahu seorang ibu, yang saya tahu telah bekerja keras untuk memberikan kehidupan yang baik bagi putrinya, bahwa tidak ada jalan keluar hukum bagi mereka saat ini. Itu sangat sulit untuk dikatakan.” 

Saat para imigran menyaksikan penangkapan terjadi di berita dan di jalanan, dengan atau tanpa surat perintah hakim (warrant), panggilan ke staf imigrasi MCC meningkat. 

Imigran bertanya kepada staf MCC tentang cara mendapatkan dokumen agar mereka bisa tetap tinggal di negara ini. Mereka juga ingin tahu bagaimana cara melindungi anak-anak dan aset mereka jika mereka dideportasi. Para pendeta bertanya apa yang harus dilakukan jika agen ICE datang ke gereja mereka. 

Staf imigrasi MCC, terutama di California dan Florida, merespons dengan bertemu klien dan mengadakan pertemuan dengan kelompok di gereja dan sekolah. Mereka juga mendengarkan. 

Crystal Fernandez-Benites, petugas kasus hukum imigrasi untuk MCC West Coast, berbicara dengan dua anggota komunitas yang terkena dampak kebijakan imigrasi Presiden Trump. Foto MCC/Dina González-Piña  

“Kadang-kadang saya menghabiskan 20 menit hanya untuk mendengarkan situasi mereka, mencoba menenangkan mereka,” kata Crystal Fernandez-Benites, petugas kasus hukum imigrasi untuk MCC West Coast. Kadang-kadang tidak ada opsi hukum, katanya, “tetapi keberadaan seseorang, sebuah organisasi yang dapat mereka percayai dan datangi untuk mendapatkan bimbingan, saya pikir itu sangat penting.” 

Di seluruh negeri, semakin banyak staf memberikan presentasi “Kenali Hak Anda” di gereja, sekolah, dan komunitas. Dalam presentasi ini, peserta belajar langkah-langkah praktis yang harus diambil jika mereka ditahan dan bagaimana menjalankan hak-hak konstitusional mereka. Beberapa di antaranya: 

  • Gunakan hak Anda untuk tetap diam. 
  • Jangan menandatangani apa pun kecuali perjanjian dengan pengacara Anda sendiri. 
  • Bawa salinan dokumen imigrasi Anda. 
  • Jangan buka pintu kecuali agen ICE menunjukkan surat perintah (warrant) yang ditandatangani oleh hakim dengan nama dan alamat spesifik seseorang yang tinggal di rumah Anda. 
  • Hafalkan nomor telepon yang bisa dihubungi dari pusat penahanan. (Jangan bergantung pada ponsel Anda.) 

Seorang wanita yang menghadiri pelatihan di California mengatakan bahwa dia sangat tertekan oleh meningkatnya aktivitas ICE. 

“Saya keluar rumah dengan perasaan takut. Saya hanya keluar untuk keperluan mendesak, dan saya berdoa kepada Tuhan untuk melindungi saya. Bagi saya, pelatihan ini sangat berguna karena kami perlu siap dan mengetahui hak kami.” Dia sekarang memiliki janji dengan MCC untuk memulai proses imigrasi. 

Fernandez-Benites mengatakan kekhawatiran utama yang dia dengar dari peserta pelatihan adalah tentang anak-anak mereka. “Mereka telah lama tinggal di komunitas ini. Mereka memiliki kehidupan di sini, dan anak-anak mereka lahir di sini serta masih di bawah umur.” 

Seorang pendeta yang menjadi tuan rumah pelatihan MCC West Coast untuk jemaatnya, yang mayoritas imigran, mengatakan bahwa dia dan suaminya, yang juga pendeta, telah diminta oleh setidaknya tiga keluarga untuk menjadi wali sementara bagi anak-anak mereka. 

“Mereka khawatir, dan seperti yang mereka katakan, ‘Siapa lagi yang bisa kami percayai? Kami tidak punya kerabat di sini.’ Dan jika ada, mereka berada di negara bagian lain, dan kebanyakan dari mereka juga tidak memiliki dokumen resmi,” kata pendeta itu. Dia dan suaminya setuju untuk membantu mereka “karena saya percaya bahwa gereja ada untuk menolong.” 

Untuk lebih banyak sumber daya bagi imigran dan mereka yang ingin membantu, kunjungi mcc.org/support-immigrant-neighbors. Untuk meminta legislator Anda berbicara atas nama imigran yang terkena dampak perintah Trump, serta pengungsi dan pencari suaka, kunjungi mcc.org/campaign/speak-those-seeking-refuge-and-asylum. 

Filed Under: Articles Tagged With: MCC

Iman dalam Transisi: Refleksi atas Pelatihan Pelayanan Interim 

February 20, 2025 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Selama satu minggu yang dingin dan bersalju, beberapa pendeta dari Konferensi Mennonite Mosaic dan Konferensi Allegheny, yang berasal dari berbagai latar belakang, menghadiri program pelatihan Intentional Interim Minister di Princeton, New Jersey. 

Beth Kenneth, Koordinator Konsultasi dan Pelayanan Coaching untuk Center of Congregational Health, memimpin sesi tentang Workplace Big 5 Assessment.

Pelatihan ini diselenggarakan melalui kolaborasi antara Eastern Mennonite University dan Center for Congregational Health serta berlangsung di Erdman Center, Princeton University. Pelatihan selama empat hari ini diadakan pada tanggal 10 hingga 13 Februari, hanya satu hari setelah Super Bowl. Pelatihan ini dapat terlaksana berkat dukungan dari Lily Grant. 

Sebelum mengikuti pelatihan, para peserta diminta untuk mengisi kuesioner Workplace Big 5 Assessment guna mengidentifikasi tipe kepribadian mereka. Penilaian ini terbukti sangat bermanfaat dalam membantu para pendeta memahami kepribadian, kekuatan, dan tantangan mereka, sehingga dapat melayani dengan lebih efektif. Beberapa dari kami bahkan terkejut dengan hasil yang muncul, yang memberikan wawasan baru tentang diri kami sendiri dan pendekatan kami dalam pelayanan. 

Pembicara utama dalam pelatihan ini adalah Rev. Dr. Marvin L. Morgan, yang memiliki pengalaman luas sebagai pendeta dan intentional interim minister. Latar belakang akademisnya serta pengalamannya yang kaya dalam pelayanan sangat berharga bagi kami semua. 

Sejujurnya, ketika pertama kali mengikuti pelatihan ini, saya belum terlalu familiar dengan konsep pelayanan interim. Namun, melalui pengalaman ini, saya menyadari betapa pentingnya setiap pemimpin untuk siap memimpin dalam masa transisi. Pelayanan interim dapat menjadi jembatan penting yang membantu gereja menemukan pemimpin yang tepat untuk masa depan mereka. Saya sendiri menjadi pendeta di gereja saya saat ini berkat keberhasilan beberapa pendeta interim sebelumnya. Mereka membantu jemaat merangkul dan menghargai warisan mereka sekaligus menatap masa depan dengan harapan. 

Rev. Dr. Marvin L. Morgan, left, leads one of the sessions. Photo by Jaye Lindo.

Amy Yoder McGloughlin, executive minister untuk Konferensi Allegheny, menyatakan, “Pelatihan ini membantu saya untuk berpikir tentang apa yang dibutuhkan jemaat dan organisasi di masa transisi—bagaimana kita membantu jemaat merayakan masa lalu mereka dan menatap masa depan dengan sukacita.” 

Charlene Smalls, ketua Faith and Life Committee serta pendeta di Ripple Church, berbagi, “Saya benar-benar terinspirasi oleh betapa komprehensifnya kelas ini, yang mencakup baik aspek manusia maupun administrasi dalam pelayanan sebagai pendeta interim. Saya juga terinspirasi oleh rekan-rekan yang hadir—kelompok yang beragam, namun bersatu dalam komitmen mereka yang mendalam terhadap panggilan pelayanan pastoral.” 

Banyak dari kami juga merasa dikuatkan oleh pemahaman bahwa pelayanan interim bukan hanya peran bagi mereka yang sedang melayani sebagai pemimpin saat ini, tetapi juga kesempatan bagi pendeta yang sudah berpengalaman untuk memberikan kembali dalam cara yang baru. 

Dari kiri ke kanan: Hendy Matahelemual, Jaye Lindo, Ben Wideman, Amy Yoder McGlaughlin, Jason Kuniholm, Jenifer Eriksen Morales, Christina Manero, Jacob Cook, Charlene Smalls, Pavel Gailans, Marvin L. Morgan

Jaye Lindo, pendeta 7 Ways Church Fellowship sekaligus staf Mosaic, merefleksikan, “Yang paling menginspirasi bagi saya adalah bahwa pelayanan interim yang disengaja bisa menjadi cara yang bermakna bagi para pendeta yang akan pensiun untuk tetap melayani. Setelah dilatih melalui Intentional Interim Minister Training, mereka dapat menggunakan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk membimbing gereja melalui proses pencarian pendeta baru yang penuh tantangan. Pelatihan ini memberikan jemaat alat-alat praktis untuk lebih memahami diri mereka sendiri dan apa yang benar-benar mereka yakini.” 

Di luar aspek teknis dan strategis pelayanan interim, banyak dari kami merasa sangat tersentuh oleh dimensi spiritual dari panggilan ini. Pendeta interim melangkah masuk ke dalam jemaat di saat-saat yang krusial, memberikan pelayanan pastoral, penegasan, dan bimbingan saat komunitas menghadapi perubahan. 

Pavel Gailans, pendeta interim di Homestead Mennonite Church di Florida, menambahkan, “Tubuh Kristus memiliki banyak kebutuhan. Pendeta interim yang disengaja dipanggil untuk menjadi gembala-penjaga yang menemani umat Tuhan di saat krisis. Ini adalah waktu untuk mendengarkan, berdoa, mencari bimbingan dari Roh Kudus, dan kemudian memimpin orang lain dengan kasih dan belas kasihan. Pelatihan ini membantu saya menyelami lebih dalam hati Tuhan bagi umat-Nya.” 

Pelatihan ini mengingatkan kami bahwa transisi adalah bagian penting dari pekerjaan Tuhan dalam Gereja. Kisah Musa dan Yosua menggambarkan ini dengan baik—Musa memimpin orang Israel melalui padang gurun, tetapi Yosua membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian. Tuhan meyakinkan Yosua, “Seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau” (Yosua 1:5). Saat kami kembali ke pelayanan kami, kami melakukannya dengan kepercayaan bahwa Tuhan hadir dalam setiap transisi, membimbing kami dengan hikmat dan kasih karunia-Nya. 


Hendy Matahelemual

Hendy Matahelemual is the Associate Minister for Community Engagement for Mosaic Conference. Hendy Matahelemual was born and grew up in the city of Bandung, Indonesia. Hendy lives in Philadelphia with his wife Marina and their three boys, Judah, Levi and Asher.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Daftarkan Diri Anda untuk Pertemuan Musim Semi 2025 Konferensi Mosaik 

February 13, 2025 by Cindy Angela

Di tahun 2025, Konferensi Mosaic akan mengadakan Pertemuan Musim Semi (Spring Assembly) yang tersebar, bersama dengan Pertemuan Musim Gugur (Fall Assembly) yang biasa kita lakukan. Format baru Spring Assembly ini akan menyerupai pertemuan persiapan delegasi tahun 2024, dengan berbagai pertemuan regional yang diadakan dalam berbagai bahasa. 

Pertemuan ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan untuk lebih banyaknya percakapan langsung dan membangun hubungan di seluruh Konferensi. 

“Spring Assembly adalah kesempatan kita untuk bekerja menuju pilar-pilar rencana strategis kami, yaitu membangun hubungan, pengembangan kepemimpinan, serta kejelasan dan identitas,” kata Moderator Konferensi Angela Moyer Walter. “Ini adalah kesempatan untuk terlibat dalam percakapan bermakna tentang apa artinya menjadi bagian dari Mosaic dan bermitra dengan pekerjaan Tuhan di antara kita.” 

Assembly ini diperuntukkan bagi delegasi Konferensi tahun 2024 dan 2025, serta siapa pun dari dalam Konferensi Mosaic yang ingin berpartisipasi dalam kesempatan pembekalan ini. 

Peserta akan dibekali dengan konsep model gereja centered-set serta panduan prioritas inti yang sedang dikembangkan sebagai bagian dari fokus rencana strategis pada kejelasan dan identitas. Tidak akan ada pengambilan keputusan dalam Spring Assembly ini. 

“Kami sangat senang dapat menawarkan berbagai tanggal dan lokasi untuk Spring Assembly, sehingga sebanyak mungkin delegasi saat ini dan di masa depan dapat berpartisipasi,” ujar Kepala Pelayanan untuk Administrasi, Brooke Martin. “Jadwalnya akan mengikuti format yang sama dengan pertemuan persiapan delegasi, yang sukses dilangsungkan di waktu lalu. Kami berharap dapat menggunakannya kembali untuk acara ini.” 

Tanggal dan lokasi sebagian besar telah dikonfirmasi, dan pendaftaran kini dibuka. Harap tandai kalender Anda dan sebarkan informasi ini: 

  • Blooming Glen Mennonite Church, Blooming Glen, PA – Kamis, 3 April 2025, pukul 9:30 AM (ET) 
  • Kantor Mosaic Conference, Lansdale, PA – Sabtu, 5 April 2025, pukul 9:30 AM (ET) 
  • Pertemuan Zoom dalam Bahasa Inggris & Indonesia – Selasa, 8 April 2025, pukul 7 PM (ET) / 4 PM (PT) 
  • Pertemuan Zoom dalam Bahasa Inggris & Spanyol – Minggu, 13 April 2025, pukul 7 PM (ET) / 4 PM (PT) 
  • JKI Anugerah, Sierra Madre, CA – Sabtu, 26 April 2025, pukul 10 AM (PT) – Pertemuan dalam Bahasa Inggris & Indonesia 
  • Nations Worship Center, Philadelphia, PA – Rabu, 30 April 2025, pukul 6:30 PM (ET) – Pertemuan dalam Bahasa Inggris, Spanyol & Indonesia, dimulai dengan makan malam 
  • Pertemuan langsung di Florida (lokasi & waktu akan ditentukan segera) – Sabtu, 3 Mei 2025 

Daftarkan diri Anda di: https://mosaicmennonites.org/assembly/spring/ 

Filed Under: Articles Tagged With: Conference Assembly, Spring Assembly 2025

Komunitas yang Terkasih (Beloved Community)

January 23, 2025 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Kingdom Builders Network Philadelphia (Jaringan Gereja-gereja Anabaptist di Philadelphia) bersama dengan Mennonite Central Committee East Coast mengadakan acara Hari Pelayanan (Service Day) pada hari Senin, 20 Januari 2025 untuk memperingati Hari Martin Luther King Jr., dengan tema Mengembalikan Harapan dan Martabat. 

Dinginnya udara di Philadelphia, ditambah salju yang menggunung, tidak mengurangi antusiasme para relawan yang datang dari setiap penjuru kota dan suburban Philadelphia, untuk berpartisipasi dalam acara ini. Mereka Acara dimulai pada pagi hari pukul 09.00, dengan kehadiran kurang lebih 100 orang. 

Para relawan menggambar lukisan Mosaik dari Dr Martin Luther King Jr secara bergantian., dengan arahan dari Artis Mural, John Lewis.

Salah satu tradisi yang dilakukan dalam Hari Pelayanan ini adalah mempersiapkan 500 bingkisan yang berisi kebutuhan perawatan tubuh sehari-hari, seperti sabun, sampo, handuk, dan sebagainya, untuk dikirimkan ke penjara-penjara bagi para tahanan. 

Martin Luther King Jr, memiliki visi tentang Komunitas yang Terkasih (Beloved Community), bagaimana sebagai pengikut Yesus kita menjalankan visi ini lebih dari sekedar retorika saja. Oleh sebab itu dalam acara ini juga diadakan diskusi panel yang mengundang berbagai nara sumber yang secara khusus bekerja di dalam komunitas immigran untuk berusaha menginspirasi dan mencari solusi bersama bagaimana Komunitas terkasih ini bisa terlaksana.  

Pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS ke-47, yang bertepatan dengan Hari Martin Luther King Jr., menjadi sebuah ironi yang mencolok. Dr. King dikenal memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan inklusi, sedangkan kebijakan Trump, seperti deportasi massal dan pembatasan imigrasi, sering dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.  

Di tengah ancaman deportasi, kehidupan sehari-hari terus berjalan, dan ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa “Komunitas Terkasih” dimulai dari kepedulian kita terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan bantuan. Populasi imigran yang semakin berkembang di Philadelphia telah memperkaya kota ini, namun juga mengungkapkan ketegangan dan kesalahpahaman yang ada.  

Diskusi panel bersama nara sumber, (kiri-kanan, Ps Hendy Matahelemual (moderator), Hani White (board Indonesia Diaspora Philadelphia), Thoai Nguyen (CEO SEAMAAC), Blanca Pacheco (New Sanctuary Movement Philadelphia).

Menanggapi tantangan ini, Thoai Nguyen, CEO SEAMAAC (South East Asian Mutual Assistance Association Coalition), menyatakan bahwa jika kita semua mau lebih mengenal asal-usul atau nenek moyang kita, kita akan lebih peka terhadap perbedaan dengan orang lain. Hal ini menjadi awal dari saling pengertian yang dapat menciptakan komunitas yang penuh kasih.  

Blanca Pacheco, wakil direktur dari Sanctuary Movement of Philadelphia, dalam diskusi panel juga mengajak untuk memberikan tekanan politik melalui “rally” atau “demo damai” guna memastikan pemerintah kota Philadelphia menjaga statusnya sebagai kota suaka atau “sanctuary city.” 

Ajakan untuk mendukung usaha-usaha lokal yang dimiliki oleh para imigran juga merupakan cara yang baik untuk mendukung mereka. “Daripada membeli jajanan pencuci mulut di Walmart atau Costco, saya lebih memilih membeli dari penjual lokal di Philadelphia. Memang sedikit repot, tetapi sangat bermanfaat untuk mendukung usaha kecil milik imigran,” ujar Hani White, anggota dewan dari Diaspora Indonesia di Philadelphia, dalam diskusi panel.  

“Demikianlah kamu, hendaklah saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yohanes 13:34), mengingatkan kita bahwa kasih kepada sesama adalah dasar dari komunitas yang seharusnya kita bangun bersama.  

Ketika cuaca di pantai timur sangat dingin, sebaliknya bara hutan dan puing puing rumah di utara kota Los Angeles masih hangat. Solidaritas kita haruslah melintasi batas-batas wilayah yang ada, dan harus menembus batas batas lapisan masyarakat, mulai dari imigran yang tidak memiliki surat sampai dengan konglomerat dan orang orang kaya, biarlah keadilan sosial bisa terwujud di dalam Komunitas yang terkasih ini.  

Ketika retorika Exceptionalist Amerika terjadi maka sebagai komunitas terkasih kita dengan sengaja peka terhadap apa yang terjadi di belahan dunia lain.  Salah satu caranya adalah dengan mencari tau, dengan membaca, dengan pergi ke belahan dunia lain dan belajar. Hanya dengan inilah kita tidak terjebak hanya mementingkan diri sendiri, dan mulai bertindak lokal namun berpikir secara global.  

Semoga mimpi dari Dr. Martin Luther King Jr, mewujudkan Komunitas terkasih, bisa terwujud dalam tahun tahun kedepan, Ini adalah tanggung jawab kita semua sebagai pengikut Yesus.  Damai sejahtera Tuhan beserta kita semua.  


Hendy Matahelemual

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual, MCC East Coast, MLK Day, MLK Service Day

Dukungan Konferensi Mosaic Mennonite untuk Gereja Indonesia di Tengah Ancaman Deportasi

December 5, 2024 by Cindy Angela

Oleh Hendy Matahelemual

Pada momen-momen genting dalam sejarah, komunitas iman sering menjadi tempat berlindung bagi mereka yang merasa terancam dan terpinggirkan. Begitu pula yang terjadi sehari setelah pengumuman kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, ketika ketegangan dan kekhawatiran menyelimuti komunitas immigrant, termasuk warga gereja Indonesia di South Philadelphia. Pernyataan Trump dalam kampanyenya mengenai deportasi massal dan rencana untuk mencanangkan keadaan darurat nasional imigran ilegal menimbulkan keresahan yang nyata di tengah komunitas yang rentan. 

Ps Danilo Sanchez, menyampaikan dukungan dan doa kepada komunitas imigran Indonesia, di Indonesian Light Church Philadelphia.  

Di tengah situasi tersebut, Mosaic Mennonite Conference menunjukkan komitmennya terhadap prinsip kasih, keadilan, dan solidaritas melalui kunjungan Pastor Danilo Sanchez ke tiga gereja Indonesia di South Philadelphia: Gereja ILC, PPC, dan NWC. Kehadiran ini bukan hanya sebuah formalitas, melainkan sebuah simbol nyata dari dukungan moral, spiritual, dan emosional terhadap komunitas yang sedang menghadapi tekanan besar. 

Kekuatan dari Kehadiran: Pastor Danilo Sanchez Membawa Pesan Pengharapan 

Dalam kunjungannya, Pastor Danilo Sanchez menyampaikan pesan yang penuh pengharapan dan kekuatan, mengingatkan umat tentang pentingnya bersandar pada Tuhan dalam situasi sulit. Ia mengutip Mazmur 46:1-2, “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan yang sangat terbukti.” Firman ini menjadi landasan untuk mengingatkan komunitas bahwa meskipun ancaman datang dari dunia luar, Tuhan tetap setia menjaga dan melindungi umat-Nya. 

Pesan ini penting tidak hanya secara spiritual tetapi juga secara psikologis. Ketika ketakutan akan deportasi menjadi nyata bagi banyak anggota komunitas, memiliki pemimpin iman yang hadir secara langsung dan menyuarakan dukungan bisa memberikan rasa aman yang sangat dibutuhkan. Pastor Danilo juga mengajak komunitas untuk tetap bersatu, mengandalkan kekuatan doa, dan berani berdiri teguh dalam menghadapi ketidakpastian. 

Dukungan dari Mosaic Mennonite Conference: Solidaritas Melampaui Batas 

Mosaic Mennonite Conference memahami bahwa iman tidak hanya berbicara tentang hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama. Dalam kunjungannya, konferensi ini menegaskan komitmen mereka untuk mendukung gereja-gereja Indonesia di South Philadelphia, yang menjadi bagian penting dari komunitas imigran. Dengan latar belakang Mennonite yang kaya akan sejarah perdamaian dan keadilan sosial, dukungan ini mencerminkan nilai-nilai utama konferensi tersebut: mengasihi tetangga, melindungi yang lemah, dan memperjuangkan keadilan. 

Selain pesan spiritual, Mosaic Mennonite Conference juga memberikan dukungan praktis, seperti informasi tentang hak-hak imigran dan akses ke bantuan hukum jika diperlukan. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana iman dapat diterjemahkan menjadi tindakan konkret yang membantu individu dan komunitas bertahan di masa sulit. 

Ps Danilo Sanchez, Bersama Youth Group di gereja Nations Worship Center

Mengandalkan Tuhan dan Tetap Teguh 

Komunitas iman memiliki peran penting dalam memberikan kekuatan dan pengharapan, terutama di tengah ancaman yang dirasakan seperti yang dihadapi oleh gereja-gereja Indonesia ini. Dalam situasi ini, umat diajak untuk mengingat janji Tuhan dalam Yesaya 41:10, “Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau, jangan bimbang, sebab Aku ini Allahmu.” Pesan ini menjadi peneguhan bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan umat-Nya, bahkan di saat-saat tergelap sekalipun. 

Melalui kunjungan Pastor Danilo Sanchez dan dukungan Mosaic Mennonite Conference, komunitas gereja di South Philadelphia diingatkan bahwa mereka tidak sendiri. Solidaritas, doa, dan kasih menjadi kekuatan utama untuk melangkah maju, tetap teguh, dan berani menghadapi apa pun yang akan datang. Dalam kasih Tuhan, mereka menemukan kekuatan untuk tetap berharap, bersatu, dan terus menjadi terang bagi dunia. 

Filed Under: Articles Tagged With: Danilo Sanchez, Hendy Matahelemual, Indonesian Light Church, Nations Worship Center

  • Go to page 1
  • Go to page 2
  • Go to page 3
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 17
  • Go to Next Page »

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use