• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • English (Inggris)
  • Indonesia

immigration

Jemaat Mosaic Bersatu untuk Pendampingan dalam Ibadah 

March 27, 2025 by Cindy Angela

oleh Jennifer Svetlik

Sebagai komunitas jemaat dan pelayanan nonprofit yang berkomitmen untuk hidup seperti Yesus bersama-sama, kita memiliki kesempatan di masa meningkatnya ancaman terhadap komunitas kita ini untuk bersatu, saling mengasihi, dan menjadi saksi bahwa kasih Tuhan yang sempurna menghapus segala ketakutan. 

Lebih dari 40% jemaat anggota Mosaic Mennonite Conference sebagian besar terdiri dari imigran generasi pertama dan kedua, berasal dari Amerika Latin, Indonesia, dan Haiti, serta negara lainnya. Sejak akhir 2024, beberapa jemaat dengan mayoritas imigran mulai meminta agar Mosaic Conference berbagi informasi dan sumber daya serta menawarkan dukungan untuk mengurangi rasa takut di antara anggota mereka terkait kemungkinan meningkatnya penangkapan dan deportasi. 

Penghapusan kebijakan “lokasi sensitif” oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (Department of Homeland Security) pada Januari 2025, yang sebelumnya melindungi gereja sebagai tempat ibadah yang aman, semakin meningkatkan ketakutan di antara para pendeta dan jemaat untuk berkumpul dalam ibadah bersama. 

Sebagai tanggapan, Mosaic Conference telah meningkatkan pendampingan staf untuk jemaat-jemaat rentan, menyediakan dan menyebarkan sumber daya melalui kemitraan dengan Mennonite Church USA dan Mennonite Central Committee, menawarkan pelatihan Know Your Rights (Ketahui Hak Anda), serta memberdayakan jemaat dan pelayanan untuk menyelenggarakan pelatihan serupa di komunitas mereka sendiri. 

Selain upaya ini, beberapa jemaat dengan mayoritas imigran mulai meminta pendampingan dari warga AS dalam jemaat Mosaic Conference yang berasal dari budaya dominan selama ibadah mereka. 

“Lebih dari sembilan puluh persen jemaat kami berasal dari luar AS,” kata seorang pendeta dari jemaat Mosaic, yang meminta anonimitas untuk melindungi jemaatnya. “Banyak anggota kami saat ini merasa tidak aman atau nyaman saat beribadah karena perubahan kebijakan imigrasi yang membuat mereka merasa tidak aman dan tidak diterima.” 

“Alasan kami meminta pendampingan adalah karena kami membutuhkan dukungan dari saudara-saudari kami dari budaya dominan untuk menghibur kami dan berjalan bersama kami di masa sulit ini,” lanjutnya. “Beberapa anggota kami merasa lebih aman melihat warga Amerika duduk di belakang gereja. Kami mengenali kehadiran mereka, berbagi persekutuan bersama, dan merasa tidak sendirian.” 

Tujuan dari kemitraan pendampingan ini adalah untuk memperkuat hubungan antara jemaat dari budaya dominan dan jemaat dengan mayoritas imigran di wilayah tertentu, memberikan pelatihan Know Your Rights dan Be an Ally, serta memungkinkan kehadiran tamu dari budaya dominan untuk memberikan ketenangan dan berinteraksi dengan agen penegak hukum jika diperlukan. 

Salah satu kemitraan ini melibatkan enam jemaat, termasuk beberapa yang bukan bagian dari Mosaic Conference. Sejauh ini, sekitar 30 orang dari kelompok ini telah mengunjungi sebuah jemaat dengan mayoritas imigran dalam enam minggu terakhir. 

Salah satu buah dari upaya pendampingan ini adalah meningkatnya rasa kebersamaan dan terbentuknya hubungan baru antara jemaat yang berbeda. Beberapa kemitraan ini didasarkan pada hubungan yang sudah ada sebelumnya antara jemaat-jemaat tersebut. 

“Jemaat kami telah menjalin hubungan selama beberapa tahun dengan sebuah jemaat yang mayoritas anggotanya adalah imigran. Ketika mereka meminta pendampingan, meskipun gereja kami kecil, kami dengan mudah berkata ‘ya’,” kata Jacob Curtis, Co-Pastor dari Ambler (PA) Mennonite. 

“Kami memiliki hubungan dengan gereja-gereja Mennonite lain di dekat kami, jadi kami memanfaatkan hubungan tersebut dan mengajak mereka untuk ikut serta dalam upaya ini,” lanjut Curtis. “Setiap orang yang telah berkunjung merasa terkesan dengan kehangatan dan energi jemaat. Mereka juga menghargai kesempatan untuk saling mengenal. Benih-benih telah ditanam. Hubungan baru sedang terbentuk. Kami bersemangat untuk melihat bagaimana Tuhan akan menumbuhkan semua kebaikan ini!” 

Saat ini, setidaknya tujuh jemaat Mosaic Conference terlibat dalam kemitraan pendampingan, sementara jemaat dari budaya dominan lainnya masih dalam proses membentuk tim pendampingan. Beberapa jemaat dengan mayoritas imigran masih mencari mitra pendampingan dari jemaat budaya dominan di wilayah mereka. Jika jemaat Anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut, silakan kirim email ke immigration@mosaicmennonites.org. 

Ada beberapa cara lain Mosaic Conference telah mendukung jemaat dengan mayoritas imigran selama masa ini: 

  • Salah satu gereja Mosaic Conference adalah bagian dari gugatan Mennonite Church USA et al. v. United States Department of Homeland Security et al., yang menegaskan bahwa pembatalan kebijakan DHS melanggar perlindungan kebebasan beragama dalam Amandemen Pertama. Sidang untuk Preliminary Injunction dijadwalkan pada 4 April 2025. 
  • Mosaic Conference juga menanggapi kebutuhan akan komunikasi bilingual dan keterlibatan komunitas dengan mencari tambahan staf baru. 
  • Shalom Fund, dana gotong royong konferensi, terus menerima sumbangan untuk mendukung jemaat imigran yang menghadapi kebutuhan mendesak. 

Kami bersyukur atas dukungan yang terus mengalir dari seluruh konferensi bagi mereka yang paling rentan di antara kita. 


Jennifer Svetlik

Mosaic values two-way communication and encourages our constituents to respond with feedback, questions, or encouragement. To contact Jennifer Svetlik, please email jsvetlik@mosaicmennonites.org.

Filed Under: Articles Tagged With: immigration, Jennifer Svetlik

Staf Imigrasi MCC di AS Menanggapi Panggilan dan Pertanyaan Mendesak

March 6, 2025 by Cindy Angela

Oleh Linda Espenshade, Editor Berita Mennonite Central Committee U.S.

Catatan Editor: Artikel ini dicetak ulang dengan izin. Anggota Mosaic Conference dapat menerima konsultasi hukum melalui kantor MCC West Coast ((559) 638-6911 atau westcoast@mcc.org) dan East Coast ((305) 249-3477 atau FloridaOffice@mcc.org). Hubungi immigration@mosaicmennonites.org jika anda memiliki pertanyaan. Juga lihat sumber daya Mosaic di sini untuk mendukung jemaat atau komunitas Anda dalam pelatihan “Kenali Hak Anda” dan hal lainnya. 

*Maria adalah nama samaran yang digunakan untuk melindungi identitasnya.


Maria* menghadapi keputusan sulit pada bulan September ketika dokumen yang memungkinkan dia tinggal di Amerika Serikat akan habis masa berlakunya. 

Dia bisa tetap tinggal di AS, menghadapi risiko deportasi dan hidup dalam ketidakpastian, agar putrinya yang masih remaja dan merupakan warga negara AS dapat terus tinggal di negara ini. Atau dia bisa kembali ke Venezuela setelah 16 tahun tinggal di AS, ke negara yang sedang mengalami krisis kemanusiaan dan politik yang begitu parah hingga 7,7 juta orang telah melarikan diri. 

Maria menemui pengacara imigrasi Mennonite Central Committee (MCC) East Coast, Rachel Diaz, untuk melihat apakah dia memiliki opsi lain untuk tetap tinggal secara legal setelah Status Perlindungan Sementara (TPS)-nya berakhir. 

Seperti imigran lainnya, ketakutan dan kekhawatiran Maria tentang tinggal di AS tanpa dokumen meningkat sejak Presiden Trump menginstruksikan agen Imigrasi (ICE) untuk menangkap 1.000 hingga 1.200 imigran setiap hari. 

Diaz menjelaskan bahwa Maria tidak memiliki opsi hukum untuk tetap tinggal, meskipun dia memiliki catatan kriminal yang bersih, kecuali Trump memperpanjang TPS untuk warga Venezuela. 

Sebagai gantinya, Diaz menyarankan agar Maria memastikan bahwa dia memiliki rencana kesiapan keluarga sehingga putrinya dapat dirawat jika Maria dideportasi. 

Rencana ini mencakup tindakan seperti: 

  • Menemukan orang terpercaya untuk merawat putrinya; 
  • Menandatangani formulir yang memberikan izin kepada orang terpercaya tersebut untuk merawat putrinya sementara, termasuk mendapatkan perawatan medis; 
  • Memiliki paspor yang masih berlaku untuk putrinya agar dia bisa terbang ke Venezuela. 

“Saya juga seorang ibu,” kata Diaz. “Dan di sini saya harus memberitahu seorang ibu, yang saya tahu telah bekerja keras untuk memberikan kehidupan yang baik bagi putrinya, bahwa tidak ada jalan keluar hukum bagi mereka saat ini. Itu sangat sulit untuk dikatakan.” 

Saat para imigran menyaksikan penangkapan terjadi di berita dan di jalanan, dengan atau tanpa surat perintah hakim (warrant), panggilan ke staf imigrasi MCC meningkat. 

Imigran bertanya kepada staf MCC tentang cara mendapatkan dokumen agar mereka bisa tetap tinggal di negara ini. Mereka juga ingin tahu bagaimana cara melindungi anak-anak dan aset mereka jika mereka dideportasi. Para pendeta bertanya apa yang harus dilakukan jika agen ICE datang ke gereja mereka. 

Staf imigrasi MCC, terutama di California dan Florida, merespons dengan bertemu klien dan mengadakan pertemuan dengan kelompok di gereja dan sekolah. Mereka juga mendengarkan. 

Crystal Fernandez-Benites, petugas kasus hukum imigrasi untuk MCC West Coast, berbicara dengan dua anggota komunitas yang terkena dampak kebijakan imigrasi Presiden Trump. Foto MCC/Dina González-Piña  

“Kadang-kadang saya menghabiskan 20 menit hanya untuk mendengarkan situasi mereka, mencoba menenangkan mereka,” kata Crystal Fernandez-Benites, petugas kasus hukum imigrasi untuk MCC West Coast. Kadang-kadang tidak ada opsi hukum, katanya, “tetapi keberadaan seseorang, sebuah organisasi yang dapat mereka percayai dan datangi untuk mendapatkan bimbingan, saya pikir itu sangat penting.” 

Di seluruh negeri, semakin banyak staf memberikan presentasi “Kenali Hak Anda” di gereja, sekolah, dan komunitas. Dalam presentasi ini, peserta belajar langkah-langkah praktis yang harus diambil jika mereka ditahan dan bagaimana menjalankan hak-hak konstitusional mereka. Beberapa di antaranya: 

  • Gunakan hak Anda untuk tetap diam. 
  • Jangan menandatangani apa pun kecuali perjanjian dengan pengacara Anda sendiri. 
  • Bawa salinan dokumen imigrasi Anda. 
  • Jangan buka pintu kecuali agen ICE menunjukkan surat perintah (warrant) yang ditandatangani oleh hakim dengan nama dan alamat spesifik seseorang yang tinggal di rumah Anda. 
  • Hafalkan nomor telepon yang bisa dihubungi dari pusat penahanan. (Jangan bergantung pada ponsel Anda.) 

Seorang wanita yang menghadiri pelatihan di California mengatakan bahwa dia sangat tertekan oleh meningkatnya aktivitas ICE. 

“Saya keluar rumah dengan perasaan takut. Saya hanya keluar untuk keperluan mendesak, dan saya berdoa kepada Tuhan untuk melindungi saya. Bagi saya, pelatihan ini sangat berguna karena kami perlu siap dan mengetahui hak kami.” Dia sekarang memiliki janji dengan MCC untuk memulai proses imigrasi. 

Fernandez-Benites mengatakan kekhawatiran utama yang dia dengar dari peserta pelatihan adalah tentang anak-anak mereka. “Mereka telah lama tinggal di komunitas ini. Mereka memiliki kehidupan di sini, dan anak-anak mereka lahir di sini serta masih di bawah umur.” 

Seorang pendeta yang menjadi tuan rumah pelatihan MCC West Coast untuk jemaatnya, yang mayoritas imigran, mengatakan bahwa dia dan suaminya, yang juga pendeta, telah diminta oleh setidaknya tiga keluarga untuk menjadi wali sementara bagi anak-anak mereka. 

“Mereka khawatir, dan seperti yang mereka katakan, ‘Siapa lagi yang bisa kami percayai? Kami tidak punya kerabat di sini.’ Dan jika ada, mereka berada di negara bagian lain, dan kebanyakan dari mereka juga tidak memiliki dokumen resmi,” kata pendeta itu. Dia dan suaminya setuju untuk membantu mereka “karena saya percaya bahwa gereja ada untuk menolong.” 

Untuk lebih banyak sumber daya bagi imigran dan mereka yang ingin membantu, kunjungi mcc.org/support-immigrant-neighbors. Untuk meminta legislator Anda berbicara atas nama imigran yang terkena dampak perintah Trump, serta pengungsi dan pencari suaka, kunjungi mcc.org/campaign/speak-those-seeking-refuge-and-asylum. 

Filed Under: Articles Tagged With: immigration, MCC

Menunggu Greencard Kerajaan Surga

April 16, 2020 by Conference Office

oleh Hendy Matahelemual

Judah, anak laki-laki dari Hendy, di Wall Street,NYC, foto oleh Hendy Matahelemual

Suatu hari saya bertanya kepada anak saya “Kamu itu orang Indonesia atau orang Amerika sih?” dan ia menjawab, “Both, Daddy, I’m American and also Indonesian”. Ini adalah jawaban yang wajar didengar dari anak berusia 6 tahun, meski sebenarnya saya tahu bahwa secara status kewarganegaraan dia bukanlah warga negara Amerika tetapi Indonesia. Karena Indonesia tidak menganut dwi kewarganegaraan.

Identitas Nasional dan Politik merupakan identitas yang tidak bisa terlepas dalam kehidupan manusia. Bahkan ketika seseorang sudah meninggalkan tanah kelahiran atau bahkan berpindah kewarganegaraan, identitas tersebut masih melekat. Sebagai pendatang di Amerika Serikat dan sebagai mahasiswa seminari saya tertarik untuk belajar, khususnya bagaimana kita menempatkan identitas nasional dan politik sesuai dan sejalan dengan Firman Tuhan.

Hendy dan istrinya Marina pada acara acara Indonesian Fair, di Little Indonesia, Somerswoth, NH / foto oleh icc.inc

Saya tidak ada masalah dengan identitas nasional tetapi kita harus hati hati dengan ultranasionalisme, atau dimana seseorang lebih mengedepankan kepentingan suatu negara dan masyarakatnya di atas segala hal. Dan hal ini tentunya menjadikan negara sama atau lebih tinggi daripada Tuhan itu sendiri. Oleh sebab itu sebagai pengikut Tuhan Yesus kita percaya bahwa kewarganegaraan kita adalah kewarganegaraan surga. (Filipi 3:20) dan kita mengandalkan Tuhan dan tidak men-Tuhankan negara, status kewarganegaraan, atau bahkan men-Tuhankan partai politik ataupun tokoh politik tertentu.

Pengakuan Iman Mennonite, pada artikel ke-23 berkata demikian:

“Kami percaya bahwa gereja adalah “bangsa yang kudus,” milik Allah yang dipanggil untuk memberikan kesetiaan penuh kepada Kristus, yang menjadi kepalaNya dan unuk bersaksi kepada semua bangsa tentang kasih Allah yang menyelamatkan… Gereja tidak mengenal batas-batas geografis dan tidak perlu kekerasan untuk perlindungan. Satu-satunya bangsa Kristen adalah gereja Yesus Kristus, yang terdiri dari orang-orang dari berbagai-bagai suku dan bangsa, dipanggil untuk menjadi saksi kemuliaan Allah.”

Sudah menjadi hal yang umum jika seseorang mengandalkan negara untuk memberi kita kesejahteraan, rasa aman dan nyaman. Di banyak negara, sejak kecil kita diajar untuk menyanyikan lagu kebangsaan, dan mengikuti berbagai macam aktivitas patriotism lainya. Oleh sebab itu sangat penting kita kembali kepada perkataan Rasul Paulus di Roma 12, “Janganlah menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah dengan pembaharuan budimu, sehingga engkau mengerti kehendak-Ku, mana yang baik, berkenan dan sempurna.”

Bendera bendera negara-negara di Gereja St.John Baptist Philadelphia dimana ILC beribadah setiap minggunya, foto oleh Hendy Matahelemual

Sebagai seseorang yang lahir dan besar bukan dari tradisi Anabaptis-Mennonite, saya merasa mengalami lahir baru kembali di dalam Yesus karena selama ini saya menempatkan Institusi negara dan identitas nasional tidak pada tempatnya. Tetapi sekarang dengan kasih karunia Tuhan saya yakin bahwa apapun kewarganegarannya, identitas saya adalah warga negara surga, dan setiap orang percaya di semua bangsa adalah rekan sekerja tanpa dibatasi oleh identitas nasional dan politik. Sehingga seharusnya tidak menjadi masalah yang dibesar besarkan jika seseorang berlutut ketika lagu nasional dinyanyikan, dan disatu sisi lain seharusnya menjadi masalah besar bagi kita jika ada permasalahan terjadi di negara lain. Karena kita sebagai orang Kristen, kita adalah satu bangsa yang kudus milik Allah.

Prancis Bruno Catalano, di Marseilles, Prancis, adalah patung yang penuh teka teki untuk membangkitkan kenangan dan bagian dari diri mereka yang tertinggal ketika mereka pergi meninggalkan kampung halaman untuk tempat yang baru.

Mari terus bertahan dalam iman kita, khusunya di masa-masa yang sulit ini, saya percaya kasih karunia Tuhan tak berkesudahan, kasih, sukacita, damai sejahtera dari Tuhan lah yang akan mengobati rasa rindu kita akan kampung halaman kita, yang juga akan memenuhi kekosongan hati kita, dan yang akan meyakinkan kita akan identitas kita yang sejati, identitas kita sebagai anak-anak Allah, ahli waris Kerajaan Surga.

Saya juga berharap topik mengenai identitas nasional dan politik tidak lagi menjadi tabu untuk dibahas di gereja gereja., Saya percaya setiap suara kita berarti untuk bisa saling membangun, dan menguatkan gereja Tuhan, bangsa yang kudus yang tersebar diseluruh penjuru dunia ini.

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Hendy Matahelemual, immigration, intercultural

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use