• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • 繁體中文 (Cina)
  • English (Inggris)
  • Việt Nam (Vietnam)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia
  • Kreol ayisyen (Creole)

Articles

Berkembang dengan Anugerah: Dari Pesisir ke Pesisir, Orang Indonesia Mendiversifikasi dan Memperkaya Anabaptisme di AS

August 1, 2024 by Cindy Angela

oleh Eileen Kinch

Awal diterbitkan pada 3 Juli 2024, di Anabaptist World, dan dicetak ulang dengan izin.

Pastor Aldo Siahaan berdoa selama kebaktian Natal di Philadelphia Praise Center pada bulan Desember 2023. Foto oleh Haris Tjio

Mennonite Indonesia mulai datang ke Amerika Serikat pada tahun 1980-an, dan jumlah mereka meningkat setelah tahun 1998. Saat ini terdapat 19 jemaat Mennonite Indonesia yang berlokasi di pesisir Barat dan Timur.

Beberapa dari mereka sudah menjadi Mennonite, bagian dari gerakan Anabaptis di Indonesia yang saat ini berjumlah 107.000 anggota, sedangkan yang lainya menjadi Anabaptis ketika berada di Amerika Serikat.

Salah satu yang menjadi Anabaptis ketika berada di Amerika Serikat adalah adalah Aldo Siahaan, pastor dari Gereja Philadelphia Praise Center. Jemaat ini berdiri secara independen pada tahun 2005.  Hari ini, Pastor Aldo Siahaan adalah pemimpin dan penghubung Mennonite Indonesia di Amerika Serikat.

Dari delapan jemaat Indonesia yang berafiliasi dengan Konferensi Mosaik dari Gereja Mennonite USA, hampir semuanya bergabung karena koneksi dengan Pastor Aldo Siahaan. Gereja-gereja Indonesia sekarang mencakup lebih dari 10% dari Konferensi Mosaik.

Pastor Aldo Siahaan mengetahui tentang Mennonite ketika seorang anggota gereja bertanya apakah pastor Mennonite dari Indonesia bisa mengunjungi Philadelphia Praise Center selama beberapa minggu. Pastor itu adalah Bastian Yosin, seorang pastor Mennonite dari Jawa. Setelah mengetahui bahwa jemaat ini tidak berafiliasi, Pastor Yosin merekomendasikan Pastor Aldo Siahaan menghubungi Konferensi Franconia Mennonite (sekarang Mosaic setelah bergabung dengan Konferensi Distrik Timur).

Mengikuti saran Pastor Yosin, Pastor Aldo pergi ke kantor Konferensi Franconia. Staf mengundangnya ke pertemuan berikut MC USA berikutnya di San Jose.

Pastor Virgo Handojo, pastor Jemaat Kristen Indonesia Anugerah di Sierra Madre, California, tidak mengenal Pastor Aldo Siahaan sampai mereka bertemu di San Jose pada tahun 2007.

Pastor Handojo membentuk Asosiasi Mennonite Indonesia, yang meliputi Pastor Virgo Handojo, Pastor Aldo Siahaan, dan Pastor Beny Krisbianto, pastor Nations Worship Center di Philadelphia. Asosiasi ini merupakan anggota Dewan Etnis Rasial MC USA, yang membawa perspektif orang-orang kulit berwarna ke dalam kepemimpinan dan perencanaan MC USA.

Namun, hubungan antara Pastor Virgo Handojo dan Pastor Aldo  menghasilkan buah lainnya.

Pada tahun 2017, Jemaat Kristen Indonesia Anugerah sedang mencari afiliasi setelah Konferensi Pasifik Barat Daya diorganisir ulang. Jemaat Pastor Virgo, yang berjumlah sekitar 50 orang, bisa saja memilih untuk bergabung dengan lima jemaat Indonesia yang tetap berafiliasi dengan sinode Jemaat Kristen Indonesia Mennonite di Indonesia. Namun, mereka bergabung dengan Mosaik, seperti halnya dua jemaat California lainnya: International Worship Church di San Gabriel dan Immanuel International Church di Colton.

Ketika Pastor Virgo Handojo datang ke AS untuk menghadiri Seminar Fuller pada tahun 1987, ia berniat kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikannya. Pastor Virgo, yang saat itu merupakan anggota sinode JKI di Indonesia, ingin melakukan studi formal untuk meningkatkan efektivitasnya sebagai pendeta di sana. Namun, “Tuhan menutup pintu” untuk kembalinya ke Indonesia, kata Pastor Virgo dalam wawancara.

Ia terlibat dengan Mennonite di Amerika Serikat setelah menerima panggilan telepon dari Mennonite Board of Missions, pendahulu dari Mennonite Mission Network. Seseorang menominasikannya untuk menjadi anggota dewan direksi. “Sampai hari ini, saya tidak tahu siapa yang menominasikan saya,” katanya.

Sandrie Wahyu, depan tengah, memimpin ibadah di Philadelphia Praise Center. Foto oleh Haris Tjio.

Menjadi anggota dewan misi menarik baginya. Pastor Virgo dipengaruhi oleh Pastor Adi Sutanto dari sinode JKI, yang percaya pada “menanam gereja di mana saja di dunia,” kata Pastor Virgo. “Setelah panggilan telepon itu, saya sangat terlibat dalam Mennonite Church USA.” Ia menjabat di dewan selama lebih dari 10 tahun.

Tidak semua Mennonite Indonesia di AS memiliki pengalaman yang sama dengan Pastor Virgo Handojo. Ia datang ke AS untuk pendidikan, tetapi yang lainnya, termasuk Pastor Aldo Siahaan, datang mengungsi dari kerusuhan pada tahun 1998.

Kerusuhan dimulai sebagai protes mahasiswa terhadap kondisi ekonomi, tetapi militer menghasut penjarahan terhadap bisnis keturunan Cina-Indonesia dan kekerasan terhadap perempuan. Banyak keturunan Cina-Indonesia juga merupakan orang Kristen.

Indonesia adalah negara mayoritas Muslim, dengan Kristen terdiri dari 11% dari populasinya. Konstitusi negara ini membolehkan kebebasan beribadah bagi orang Kristen, tetapi Pastor Aldo bersyukur atas kebebasan yang ia alami di AS. Di Indonesia, ia merasa cemas saat pergi ke gereja. “Sesuatu bisa saja terjadi,” katanya.

Kerusuhan juga berperan dalam kehidupan orang tua Graciella Odelia, yang pindah bersama Odelia dan saudara perempuannya Marciella ke AS pada tahun 2011. Di tengah kekerasan, orang tua mereka terkunci di dalam sebuah gedung yang akan dibakar.

Odelia, yang baru-baru ini mendapatkan lisensi untuk pelayanan pemuda di Nations Worship Center, datang ke AS ketika ia berusia 10 tahun. Keluarganya menjadikan NWC sebagai gereja rumah mereka. Ia bersekolah di Dock Mennonite Academy dan Eastern Mennonite University serta sedang meraih gelar master dalam kepemimpinan Kristen di Eastern Mennonite Seminary.

Marta Castillo, wakil pemimpin eksekutif Mosaic Mennonite Conference, mengurapi dan berdoa untuk Graciella Odelia, yang mendapatkan lisensi untuk pelayanan pemuda di Nations Worship Center pada bulan Juni. Foto oleh Joe Byakko Bongs.

Ketika Pastor Beny Krisbianto, pastor NWC, merasa prihatin terhadap generasi berikutnya, ia dan istrinya yang juga co-pastor, Pastor Angelia Susanto, meminta Graciella untuk membantu pelayanan pemuda. Graciella sekarang mengorganisir ibadah pemuda mingguan pada Sabtu sore. Ibadah pemuda ini dilakukan dalam bahasa Inggris, menarik pemuda dari jemaat Mennonite Indonesia lainnya di sekitar serta beberapa pemuda yang tidak memiliki gereja rumah.

NWC beribadah dalam bahasa Indonesia, dengan interpretasi untuk penutur bahasa Inggris, pada Minggu pagi. Namun, ibadah pemuda dilakukan dalam bahasa Inggris karena sebagian besar pemuda lahir di AS.

“Mereka hanya bisa beberapa kata dalam bahasa Indonesia,” kata Graciella. Banyak pemuda mendengar bahasa Indonesia diucapkan di rumah oleh orang tua mereka. “Mereka masih berlatih sedikit tetapi [tidak] lancar sepenuhnya,” katanya.

Marciella, yang membantu ibadah pemuda saat ia pulang dari EMU, menambahkan bahwa terkadang pemuda lebih suka tidak mendengarkan jika ibadah dilakukan dalam bahasa Indonesia.

Graciella berbagi kesaksiannya dalam bahasa Indonesia sebelum mendapatkan lisensi untuk pelayanan, tetapi menemukan pengalaman itu menantang. Ia menjadi sukarelawan sebagai penerjemah di sebuah klinik kesehatan untuk memperbaiki struktur kalimat bahasa Indonesianya dan meningkatkan keterampilan bahasanya secara formal. Tetapi ia memiliki alat lain. “Duolingo membantu,” katanya sambil tertawa, mengacu pada aplikasi dan situs web belajar bahasa.

Pemuda di Nations Worship Center membantu mengemas tas bahan makanan untuk pelayanan jemaat. Tas-tas ini mendukung anggota dan pengunjung yang mengalami kesulitan keuangan. Selama COVID-19, banyak orang Indonesia kehilangan pekerjaan di pabrik dan restoran, dan distribusi bahan makanan mencapai 90 tas mingguan berisi telur, mie, beras, dan makanan kaleng. Saat ini situasinya lebih stabil, dan NWC hanya menyiapkan 30 tas.

Namun, jemaat menemukan dirinya membantu gelombang imigran Indonesia lainnya. Banyak yang mencari kesempatan keuangan yang lebih baik. Krisbianto mengatakan bahwa pandemi membatasi imigrasi dan perjalanan, jadi banyak yang memutuskan untuk datang sekarang.

Siahaan mengatakan bahwa motivasi untuk imigrasi saat ini mungkin memiliki sudut pandang politik. Presiden terpilih Indonesia yang baru, Prabowo Subianto, memainkan peran utama dalam kerusuhan 1998.

“Ada ketidakpastian,” kata Pastor Aldo Siahaan, menjelaskan bahwa beberapa orang ingin meninggalkan Indonesia “sebelum sesuatu yang buruk terjadi.” Kasus kasus individu- individu Muslim yang mengganggu kebaktian gereja telah terjadi pada tahun 2023 dan 2024.

Krisbianto, yang datang ke AS pada tahun 2001 untuk pendidikan, merasa terpanggil untuk melayani para imigran. Pelayanannya dimulai sebagai pekerjaan sosial, karena ia menjadi penerjemah bagi pasien Indonesia di klinik kesehatan. Seseorang berkata kepadanya, “Pastor, di mana gereja Anda?” Krisbianto menjawab bahwa ia sedang mencoba menanam satu gereja. Beberapa orang di klinik mengatakan mereka ingin datang.

Gereja dimulai dengan sembilan orang pada tahun 2006. Persembahan sebesar $90 — $10 kurang dari sewa. Krisbianto menambahkan $10 untuk memenuhi kebutuhan. “Oleh anugerah Tuhan, [gereja] tumbuh,” katanya. Hampir 300 orang datang untuk beribadah selama tiga kebaktian.

Nations Worship Center merayakan ulang tahun ke-18 pada 19 Mei. Dari kiri adalah Beny Krisbianto, Angelia Susanto, Graciella Odelia, dan para penatua Theresia, Nengah, dan San-San. Foto dari Beny Krisbianto.

Namun, menjadi imigran di negara lain adalah tantangan. Mencabut diri dari keluarga sangatlah sulit. Proses hukum bisa lambat dan menyulitkan, serta penyesuaian dengan bahasa dan budaya baru memerlukan waktu.

Bagi Pastor Aldo Siahaan, merasa bahagia dengan kepindahannya datang dalam retrospeksi.

“Setelah saya melakukan kilas balik, ya [itu sepadan]. Hubungan saya dengan Yesus lebih kuat di sini,” kata Siahaan. Ia tidak memiliki keluarga dekat di sekitar, jadi ia harus “benar-benar bergantung pada Tuhan.” Tetapi ia puas dengan hidupnya di AS: “Tuhan memberi saya begitu banyak.”

Banyak Mennonite Indonesia tertarik pada pesan berpusat pada Kristus dari Anabaptisme dan pekerjaan rekonsiliasinya. Pastor Beny Krisbianto mengatakan bahwa orang Indonesia tidak menerima sambutan hangat dari beberapa lingkungan di Philadelphia. Tetapi Mennonite di Konferensi Franconia berbeda.

“Mereka sangat baik, tenang, sederhana, rendah hati. Dan mereka sangat ramah,” kata Pastor Beny Krisbianto. “Kami merasa seperti bagian dari keluarga mereka.”

Stephen Kriss, menteri eksekutif Konferensi Mosaic, menghargai apa yang dibawa jemaat Indonesia ke dalam konferensi.

“Getaran ibadah sambil memegang bersama-sama rasa keperdulian, penginjilan dan pencarian keadilan yang terjadi dalam konteks Indonesia terus mempengaruhi komunitas Mosaik kami secara luas,” katanya.

Dari 19 jemaat Mennonite Indonesia di AS, delapan berafiliasi dengan Mosaik. Enam tetap bersama sinode Mennonite di Indonesia, dan yang lainnya bergabung dengan konferensi seperti Pacific Southwest dan LMC.


Eileen Kinch

Filed Under: Articles Tagged With: JKI Anugerah, Nations Worship, Philadelphia Praise

Konferensi Mosaik Menerima Hibah untuk Program Jemaat yang Berkembang

July 25, 2024 by Cindy Angela

Diterbitkan: 25 Juli 2024

LANSDALE, Pennsylvania— Konferensi Mennonite Mosaik telah menerima hibah sebesar $1.250.000 dari Lilly Endowment, Inc. untuk menyediakan komunitas pembelajaran dan pelatihan bagi para pemimpin jemaat dan jemaat mereka; dana untuk pengalaman belajar jemaat dan eksperimen misi; dan dukungan khusus untuk komunitas pemimpin kulit berwarna yang terus berkembang di Mosaic.

Proyek ini didanai melalui inisiatif Thriving Congregations dari Lilly Endowment. Tujuan inisiatif ini adalah untuk mendorong pertumbuhan jemaat dengan membantu mereka memperdalam hubungan dengan Tuhan, meningkatkan koneksi satu sama lain, dan berkontribusi pada vitalitas komunitas mereka dan dunia.

Proyek lima tahun ini, yang diberi judul “Vibrant Mosaic Program,” dirancang untuk mengintegrasikan prioritas misi, formasi, dan interkultural Konferensi ke dalam kehidupan jemaat. Program ini bertujuan untuk membangun ketahanan di antara jemaat Mosaik melalui praktik spiritual, memperdalam hubungan, misi bersama, dan rasa kebersamaan.

3 Komponen “Vibrant Mosaic Program”:

  • Komunitas pembelajaran para pemimpin jemaat yang berpartisipasi dalam kelas hingga dua tahun dan perjalanan, serta pelatihan khusus saat mereka menerapkan apa yang mereka pelajari di tingkat jemaat.
  • Eksperimen misi jemaat dan pengalaman belajar yang didanai oleh hibah mikro sebesar $5.000 dan berfokus pada sisi pertumbuhan setiap jemaat.
  • Dukungan khusus dan pertemuan untuk para pemimpin kulit berwarna untuk belajar, membangun hubungan, dan menetapkan visi.

“Kami percaya bahwa jemaat Mosaik yang dinamis dan berkembang adalah yang berorientasi misi, interkultural, dan formasional, mewujudkan kasih rekonsiliasi Yesus di dunia kita yang rusak dan indah,” ungkap co-director Vibrant Mosaic, Rev. Dr. Emily Ralph Servant, Pelayan Kepemimpinan untuk Prioritas Strategis Mosaic.

“Program Mosaik yang Dinamis akan memberikan kesempatan kepada jemaat dan pemimpin jemaat untuk memperkuat keterikatan mereka dalam tradisi kami sekaligus meningkatkan kapasitas misi, interkultural, dan formasional mereka melalui pendidikan, pengalaman bersama di lokasi, praktik spiritual, dan pembentukan hubungan.”

Konferensi Mennonite Mosaik adalah komunitas jemaat dan organisasi nirlaba yang membentang dari Vermont ke Florida dan dari New Jersey ke California, dengan koneksi global di Meksiko, Kolombia, India, dan Inggris. Konferensi ini lahir pada awal abad ke-18 di Pennsylvania tenggara, terpecah pada pertengahan abad ke-19 menjadi dua konferensi yang berbeda, dan mengalami rekonsiliasi dan penggabungan pada tahun 2019 yang berkembang menjadi Konferensi Mosak pada tahun berikutnya. Sejak saat itu, konferensi telah mengintegrasikan beberapa jaringan jemaat dan mengalami gelombang komunitas yang muncul dari seluruh negeri, mengubah demografi konferensi, serta menciptakan masuknya anggota yang tidak memiliki sejarah bersama.

“Di tengah disorientasi yang sering terjadi dengan pertumbuhan cepat, Konferensi Mosaik telah mengeksplorasi cara untuk mengakar jemaat kami dalam tradisi teologis dan komunal kami yang kaya sambil tetap terbuka terhadap transformasi melalui hubungan dengan saudara dan saudari baru di antara kami,” ungkap Pelayan Eksekutif Rev. Dr. Stephen Kriss. “Keinginan kami untuk Program Mosaik yang Dinamis adalah untuk menumbuhkan jemaat yang tangguh yang bersama-sama mengenali Tuhan dalam realitas kita yang berubah dan merespons dengan keberanian dan kreativitas.”

Implementasi Program Mosaik yang Dinamis telah dimulai. Musim panas dan musim gugur ini, staf program sedang merencanakan pelatihan anti-opresi untuk staf dan anggota dewan (dijadwalkan pada 5-7 September); pelatihan kompetensi interkultural musim panas untuk instruktur kursus, staf program, dan penerjemah/fasilitator; dan gelombang pertama revisi kursus dengan pelatihan dari pendiri The Kaleidoscope Institute, Eric Law.

Mulai Januari 2025,Program Mosaik yang Dinamis akan meluncurkan kohort pertamanya. Lima jemaat akan ditambahkan setiap tahun. Jemaat yang tertarik untuk berpartisipasi harus berbicara dengan menteri kepemimpinan mereka.

Dana hibah Program mosaik yang dinamis akan mendukung program ini hingga Juni 2029, dengan rencana untuk mengintegrasikannya ke dalam anggaran operasi konferensi sehingga program ini sepenuhnya berkelanjutan pada tahun 2033.

Konferensi Mennonite Mosaik adalah salah satu dari 238 organisasi yang menerima hibah implementasi melalui inisiatif Thriving Congregations dari Lilly Endowment. Mewakili berbagai tradisi Kristen, organisasi-organisasi ini berasal dari komunitas gereja Protestan mainline, evangelis, Katolik, Ortodoks, gereja perdamaian, dan Pentakosta.

“Jemaat memainkan peran penting dalam memperdalam iman individu dan berkontribusi pada vitalitas komunitas,” kata Christopher L. Coble, Wakil Presiden Agama Lilly Endowment. “Kami berharap program-program ini akan menginspirasi vitalitas dan menyalakan kreativitas jemaat, membantu mereka membayangkan cara-cara baru untuk berbagi kasih Tuhan di komunitas mereka dan di seluruh dunia.”

Tentang Lilly Endowment Inc. 

Lilly Endowment Inc. adalah yayasan swasta yang didirikan pada tahun 1937 oleh J.K. Lilly, Sr., dan putra-putranya, Eli dan J.K., Jr., melalui sumbangan saham di perusahaan farmasi mereka, Eli Lilly and Company. Meskipun sumbangan tersebut tetap menjadi landasan keuangan Endowment, itu adalah entitas yang terpisah dari perusahaan, dengan dewan pengurus, staf, dan lokasi yang berbeda. Sesuai dengan keinginan para pendiri, Endowment mendukung penyebab pengembangan komunitas, pendidikan, dan agama serta mempertahankan komitmen khusus terhadap kota asalnya, Indianapolis, dan negara bagian asalnya, Indiana. Tujuan utama pemberian hibah agama Endowment adalah untuk memperdalam dan memperkaya kehidupan orang Kristen di Amerika Serikat, terutama dengan mencari dan mendukung upaya yang meningkatkan vitalitas jemaat dan memperkuat kepemimpinan pastoral dan awam komunitas Kristen. Endowment juga berupaya meningkatkan pemahaman publik tentang tradisi agama yang beragam dengan mendukung penggambaran yang adil dan akurat tentang peran agama di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.

Filed Under: Articles Tagged With: Conference News

Mendukung Pendeta dan Pemimpin Kita untuk Kesejahteraan Holistik

July 18, 2024 by Cindy Angela

oleh Stephen Kriss

Musim semi ini, sekelompok pendeta dan pemimpin Mosaik berkumpul untuk menyaksikan sesi laporan tahunan Barna di kantor konferensi kami. Barna melakukan penelitian tentang dunia Protestan di konteks AS. Hal yang paling mencolok dalam laporan tahun ini adalah tantangan kesehatan mental bagi pendeta. Pekerjaan sebagai pendeta tidak pernah menjadi panggilan yang mudah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir di AS, pekerjaan ini menjadi semakin berbahaya, dengan hampir satu dari lima pendeta melaporkan memiliki pikiran untuk bunuh diri. Dalam Mosaik, kita tidak kebal terhadap hal ini.

Panggilan sebagai pendeta bisa menjadi terisolasi. Meskipun hidup di dalam komunitas, bagian dari panggilan ini adalah terpisah dari komunitas. Pendeta membawa beban khusus dengan keluarga mereka serta kesehatan fisik, emosional, mental, dan spiritual mereka. Saya sendiri telah berjuang dengan beberapa bidang ini, tidak menemukan ritme yang mudah ketika selalu ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Meskipun pekerjaannya bisa melelahkan, ini bermakna dan dengan orang-orang yang saya cintai dengan tulus.

Inisiatif Everence melalui Lilly Foundation berusaha menyediakan tempat dan jalur bagi para pendeta untuk menjaga kesejahteraan mereka sendiri, termasuk hibah dan program konseling keuangan. Musim semi ini Everence membantu Mosaik mensponsori hari libur bagi para pendeta kami. Saya memperhatikan betapa banyak pendeta yang mendaftar untuk sesi pijat 15 menit yang ditawarkan. Tubuh kita membawa trauma primer dan sekunder. Kami juga menawarkan waktu untuk doa pribadi dan intensional bagi para pendeta dari tim pendoa. Semua sesi ini juga penuh diikuti semua peserta.

Konferensi kami mempertahankan dana khusus untuk membantu pendeta dengan konseling, arahan spiritual, dan sumber dukungan lainnya yang dibutuhkan. Dana ini digunakan dengan baik, dan kami mengandalkan dana tambahan yang kami terima selama pandemi untuk memperkuat sumber daya ini. Kami memiliki hampir 150 orang berlisensi yang aktif melayani dalam berbagai konteks. Beberapa memiliki akses ke sumber daya kesejahteraan lebih mudah daripada yang lain. Kami ingin memastikan bahwa semua pemimpin berlisensi kami dapat mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan.

Leadership Minister kami secara teratur memperhatikan gembala-gembala gereja. Kami memiliki komunitas pembelajaran reguler dan kelompok dukungan untuk konteks pastoral tertentu. Tujuan kami adalah setiap pendeta memiliki setidaknya dua tempat dukungan dari Konferensi Mosaic: jalur langsung akuntabilitas dan pendampingan, serta kelompok teman sebaya untuk berbagi dan memberikan resources. Ini adalah tujuan yang belum tercapai. Kami berharap semua pendeta kami memiliki persahabatan di luar keluarga mereka di mana mereka dapat memproses dan merasa didukung, apakah itu mentor formal, teman terpercaya, direktur spiritual, atau konselor.

Para pendeta kami melayani berbagai kebutuhan dan komunitas. Di beberapa jemaat, pendeta dipanggil untuk memimpin komunitas seperti seorang direktur eksekutif yang memimpin organisasi nirlaba. Di pengaturan lain, pendeta serupa dengan pekerja sosial, merespons berbagai kebutuhan dan mengidentifikasi akses ke sumber daya. Di beberapa tempat, pendeta adalah pekerja komunitas yang melayani lingkungan dan kota kecil. Di banyak jemaat, pendeta harus melayani hampir dalam setiap jenis peran, mulai dari pekerjaan kebersihan hingga berkhotbah. Kami memiliki pendeta yang melayani sebagai kapelan dan pemimpin organisasi, dengan kebutuhan dan tantangan mereka sendiri. Banyak pendeta kami adalah bi-vocational.

Dalam komunitas kami yang hampir 8000 orang, panggilan unik sebagai pendeta dijalani oleh sekitar dua persen dari konstituen kami. Kami mengandalkan kontribusi jemaat, individu, yayasan, dan investasi kami untuk memastikan sumber daya tersedia untuk membudidayakan pemimpin yang sehat dan komunitas yang hidup.

Dengan realitas laporan Barna dalam pikiran, kami terus berinvestasi dalam merawat pemimpin kongregasi dan pemimpin yang sedang berkembang. Kami meminta jemaat untuk terus mengenali panggilan signifikan yang diemban pendeta mereka dan mengizinkan waktu untuk sabat dan koneksi dengan keluarga dan teman, untuk belajar dan menambah keterampilan. Jemaat dan komunitas berkembang ketika pendeta dan pemimpin mereka berkembang.

Saya berdoa dukungan berkelanjutan kami dapat memungkinkan pemimpin berlisensi kami menjalani rasa panggilan mereka, mengetahui bahwa mereka layak mendapatkan kasih Tuhan, dikelilingi oleh jaringan perawatan yang jujur dan nyata.


Stephen Kriss

Filed Under: Articles Tagged With: Barna Report, Holistic Wellness, Stephen Kriss

Regenerasi Gereja: Memfasilitasi Peran Anak Muda dalam Pelayanan

June 20, 2024 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Di dalam Alkitab disebutkan bahwa ketika Roh Tuhan turun kepada semua manusia maka anak anak dan teruna-teruna akan bernubuat dan mendapatkan penglihatan, orang tua akan mendapatkan mimpi (Yoel 2:28 ; Kis 2:17).

Dan bagian kita adalah peka terhadap tuntunan Roh Tuhan. Ini berarti sebagai orang yang cukup dewasa, mendengarkan dan memfasilitasi anak-anak muda di gereja adalah sebuah tugas yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena di tangan anak-anak muda inilah masa depan gereja ditentukan.

Berdasarkan data pada tahun 2019, setiap tahun ada 3000 gereja berdiri dan 4500 gereja tutup di Amerika Serikat. Artinya jika angka ini stabil maka dalam satu tahun gereja kurang lebih gereja berkurang 1500 gereja / tahun. Di South Philadelphia sendiri ada beberapa gereja tutup, beralih kepemilikan, dijual, dikarenakan tidak ada lagi jemaat yang beribadah disana. Memang ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini, namun saya percaya faktor regenerasi adalah salah satunya.

Sejak saya dipercayakan menggembalakan gereja Indonesian Light Church di kota Philadelphia, pada tahun 2018, salah satu kerinduan kami adalah memiliki jemaat dan pelayanan anak muda yang banyak. Pada waktu itu jemaat anak muda kami hanya ada dua orang saja.

Namun setelah beberapa waktu, Tuhan percayakan beberapa anak muda lain bukan saja. Memang melayani anak muda memiliki keunikan dan tantangannya tersendiri, selain perbedaan usia, kebanyakan anak muda di gereja imigran Indonesia, adalah generasi 1.5, artinya mereka hidup di dalam 2 budaya (Indonesia dan Amerika). Dan sebagian besar dari mereka hanya bisa berbahasa Inggris.

Dan bagi kita yang dipercayakan sebagai pemimpin, mendengarkan suara Roh Kudus didalam anak anak muda inilah yang menjadi tantangannya tersendiri. Bagaimana seimbang dalam mendidik, mengajar, mendisiplin dan memperhatikan, mendengarkan dan memfasilitasi.

Rasul Paulus berkata di kitab Efesus, mengenai Ayah  yang harus mendidik, mengajar dan membimbing tanpa membangkitkan amarah dari anaknya. (Efesus 6:4)  Saya percaya ini berlaku juga buat anak-anak rohani. Jangan takut menegur namun sekaligus jangan lupa untuk memperhatikan dan mendengarkan mereka.

Gereja-gereja Indonesia yang tergabung dalam Mosaik pun menyadari hal ini, sehingga langkah nyata dan konsisten untuk regenerasi dan memfasilitasi anak anak muda telah diambil. Berikut highlights beberapa momen penting dari youth Gereja-gereja Indonesia Mosaik beberapa waktu kebelakang.

Pelayanan multimedia dan soundsystem adalah salah satu pelayanan yang banyak diminati anak muda. Foto diambil dari arsip Gereja JKI Anugerah, California.
Retreat International Worship Church di California berjalan sukses melibatkan banyak anak muda, dan didukung oleh Dana Operasi Misi dari Konferensi Mosaik. (Foto arsip IWC Multimedia)
Pentahbisan Graciella Odilia sebagai Youth Pastor di Gereja Nations Worship Center, Philadelphia, PA (Foto arsip NWC)
Indonesian Light Church Youth mengadakan acara Malam Pujian Penyembahan yang mengundang anak-anak muda dari gereja-gereja lain di South Philadelphia. (Foto arsip: ILC)
Anak anak muda mengambil komitmen untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamat dan hidup mengadalkan Tuhan setiap waktu. (Foto arsip: ILC)

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Menandai Ulang Tahun ke-4 Kami sebagai Mosaik

June 13, 2024 by Cindy Angela

oleh Stephen Kriss

Pentakosta ini menandai ulang tahun ke-4 kami menjadi Konferensi Mennonite Mosaik. Kami mengambil nama ini selama periode lockdown pandemi COVID-19, selama akhir pekan ketika protes seputar pembunuhan George Floyd terjadi. Pentakosta 2020 bagi banyak dari kami, menjadi titik terang untuk merayakan kebersamaan di masa yang sulit. (Jika Anda membutuhkan pengingat tentang pengumuman kami, inilah videonya, yang difilmkan di Zion [Souderton, PA] dan Centro de Albanza [South Philadelphia] sambil mencoba menjaga jarak, pada saat banyak dari kami tidak bisa potong rambut).

Tahun ini kami menandai Pentakosta dengan mendorong pertemuan #MosaicTogether di seluruh Konferensi kami yang membawa jemaat-jemaat bersama dalam berbagai cara. Pada akhir pekan yang sama, dewan Mosaic bertemu di Bethany Birches Camp di Vermont untuk pembekalan tentang pertimbangan dan pengambilan keputusan serta menegaskan pernyataan jangkar/dasar dari rencana strategis Pathways kami. Pertemuan dewan Vermont yang dijadwalkan sebelumnya telah dibatalkan selama pandemi karena peraturan ketat COVID di Vermont. Dalam banyak hal, kami masih mengejar ketinggalan dan menyesuaikan diri dengan kebaruan dan tantangan waktu awal kebersamaan kami.

Sejak kelahiran kami pada tahun 2020, kami telah menerima jemaat-jemaat di Florida yang sekarang membentuk sekitar 15% dari keanggotaan kami. Kami juga mengalami beberapa jemaat meninggalkan konferensi setelah sesi khusus delegasi Mennonite Church USA 2022 dan beberapa gereja ditutup. Sementara itu, kami mendukung berbagai inisiatif penanaman gereja baru di Amerika Serikat, Meksiko, Inggris, dan Kolombia, dan telah muncul komunitas berbasis daring pertama kami. Kami berada di tengah-tengah perubahan signifikan di sekitar dan dalam diri kami.

Saya telah memikirkan tentang apa yang menyatukan mosaik. Mudah untuk melihat potongan-potongan yang brilian, unik, dan cerah, tetapi lebih sulit untuk memperhatikan kerja diam-diam yang menyatukan potongan-potongan tersebut. Pekerjaan menaruh lapisan semen dan perekat tidaklah terlalu glamor, tetapi esensial. Tugas struktur Konferensi Mosaic kami adalah untuk menahan dan menempatkan setiap potongan. Kami adalah komunitas dari komunitas-komunitas dan pelayanan-pelayanan, bukan individu-individu. Diperlukan kerja yang bersifat individu dan komunal untuk menyatukan kami.

Dalam menjadi Mosaik, kami memiliki impian yang tinggi. Kami tidak sepenuhnya tahu apa yang akan kami jalani bersama. Kami maju dengan harapan, percaya bahwa dasar kami di dalam Kristus, komitmen kami terhadap komunitas, dan kesediaan kami untuk bekerja pada rekonsiliasi akan memberi kami banyak hal untuk dilakukan dan kekuatan untuk melakukannya. Awalnya kami mengakui dalam pernyataan visi kami bahwa kami bekerja dalam dunia yang rusak dan indah. Kenyataan itu membuat sebuah mosaik menjadi mungkin. Dan sulit.

Sinisme bisa datang dari harapan tinggi yang tidak terpenuhi. Harapan yang tidak terpenuhi yang hanya ditempatkan dalam ranah manusia, bukan dalam pemerintahan Allah, bisa membuat kita frustrasi. Kita bisa menemukan diri kita membangun menara Babel daripada berpartisipasi dalam kepenuhan pekerjaan Pentakosta Roh. Budaya di sekitar kita membutuhkan kita untuk sepenuhnya menjadi Mosaic, mewujudkan kasih rekonsiliasi Yesus, dan akan berusaha membongkarnya.

Saya terus menyadari keindahan dan kerapuhan kami. Saya bersyukur atas cara begitu banyak dari kami telah menginvestasikan waktu, doa, pekerjaan, dan sumber daya yang membantu menempatkan realitas Mosaic kami, untuk menyatukan keindahan dan kerusakan kami. Iman kita yang menjadi dasar. Roh memberikan kita harapan untuk menjalani visi dan misi kita. Dan kasih, baik kepada Tuhan maupun satu sama lain, adalah yang akan menyatukan mosaik kita melalui ikatan damai (bdk. Efesus 4:3).


Stephen Kriss

Filed Under: Articles Tagged With: Stephen Kriss

Berjalan bersama Tuhan dengan Rendah Hati

May 30, 2024 by Cindy Angela

TEMA PERTEMUAN TAHUNAN MOSAIK 2024

Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

MIKHA 6:8

di Souderton (PA) Mennonite Church 
November 2, 2024 9am – 4pm 
Pengkotbah:  Rev. Dr. Dennis Edwards 

Pada bulan Mei, dewan Mosaik menegaskan tema untuk Pertemuan Tahunan Mosaik 2024: Berjalan Bersama Tuhan dengan Rendah Hati. Mengapa rendah hati diperlukan saat ini? Saat kita mendekati proses menentukan arah bersama dalam Proses Pathways, “berjalan bersama Tuhan dengan rendah hati ” tampaknya menjadi tema yang sangat penting. Dengan tema ini, kita berusaha untuk merenungkan bagaimana iman dan keyakinan kita tetap kita pegang dengan penuh rahmat, saat kita berusaha mewujudkan kasih rekonsiliasi Yesus di dunia kita yang rusak dan indah. 

“Tema tahun ini sangatah tepat saat kita berusaha untuk lebih menghidupi visi dan misi kita, dipandu oleh rencana strategis baru,” kata Angela Moyer Walter, Moderator Konferensi. “Tidak ada tempat yang lebih baik untuk menempatkan diri kita, secara individu dan korporat, berjalan dengan rendah hati di hadapan Tuhan.” 

Kerendahan hati di dalam Mosaik adalah undangan untuk menghormati perbedaan di antara kita saat kita berusaha memberikan kesaksian yang berbeda di dunia. Selama Pertemuan tahunan penting tahun ini, buku terbaru Rev. Dr. Dennis Edwards, Humility Illuminated, menawarkan kerangka kerja untuk melangkah maju dengan cara Anabaptis.  

Kerendahan hati adalah tema penting dalam kesaksian bersama kita sebagai gereja, yang diwujudkan melalui tindakan pelayanan, pencucian kaki, dan cara kita hidup. Sayangnya pada saat yang sama, bagi komunitas dan individu yang telah mengalami penindasan, kerendahan hati terkadang telah digunakan sebagai senjata untuk membenarkan penindasan yang berkelanjutan. Karya Dr. Edwards membebaskan kerendahan hati dengan cara-cara menantang yang menawarkan kemungkinan bagaimana menjadi Mosaik bersama sama di masa depan yang lebih baik.   

“Dennis mewujudkan kerendahan hati dalam pendekatan bijaksana dan terbukanya terhadap kepemimpinan dan kehidupan pastoral,” kata Steve Kriss, Pemimpin Pelayanan Eksekutif. “Kerendahan hati tampaknya bertentangan dengan budaya di saat ledakan media sosial tentang promosi diri dan cuplikan suara. Kerendahan hati mengundang kita untuk melihat kekasih kita sendiri oleh Tuhan, sambil mengetahui bahwa itu diperluas kepada semua orang. Ini bisa menjadi tantangan sekaligus motivasi.” 

Dr. Edwards saat ini adalah dekan di North Park Seminary di Chicago, seminari dari Gereja Covenant Injili. Dia pernah menjadi pendeta di New York City, Washington DC, dan Minneapolis. Dia mewujudkan etika kerendahan hati bersama dengan kerja keras dan persahabatan yang terbuka. Bukunya telah digunakan dalam kelas-kelas Mosaic Institute, terutama Might from the Margins. 

Dr. Edwards dikredensial oleh Konferensi Franconia selama hampir satu dekade ketika dia menjadi pendeta di Peace Fellowship Church di Washington DC. Buku terbarunya juga menyebutkan dan menghormati persahabatan Dennis  dengan Randy Heacock, pendeta di Gereja Mennonite Doylestown (PA) dan mantan pemimpin pelayanan Konferensi Mosaic. 

Kami merencanakan agar Dr. Edwards menghabiskan waktu dengan para pendeta pada hari Jumat dan menjadi bagian dari pertemuan Nations and Generations untuk para pemimpin Mosaic dari kulit berwarna pada Jumat malam. Dia akan menjadi pengkhotbah utama untuk Pertemuan Tahunan Konferensi.  

“Apa jadinya jika menjadi Mosaik adalah perpaduan keseimbangan antara kerendahan hati dan kepintaran, mendengarkan yang kuat dan berbicara yang kuat, kepemimpinan yang melayani dan pernyataan yang profetik?” tanya Steve Kriss. “Ketika Yesus merasakan ketegangan dalam nilai-nilai yang salah dari murid-muridnya, dia membungkuk untuk mencuci kaki mereka, dengan dramatis dan berani. Dengan cara apa postur dan tindakan kita memberikan interupsi dan kesaksian seperti itu?” 

Dengarkan interview bersama Dr. Edwards dalam Humility Illuminated.

Filed Under: Articles Tagged With: Conference Assembly 2024

Pentakosta: Awal Persatuan Umat Manusia dalam Roh Kudus 

May 23, 2024 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Pentekosta adalah hari dimana Roh Kudus turun atas murid murid yang memberikan sebuah tanda dimana bahasa bukan lagi sebuah kendala dimana semua bangsa bisa saling mengerti dan mengenal satu sama lain.  

Pentekosta adalah sebuah pertanda bahwa pekerjaan Tuhan mempersatukan umat manusia yang terpecah pecah karena dosa sudah dimulai. Kutuk menara babel di dalam Yesus sudah dihancurkan, dan kuasa Roh Kudus datang membawa perdamaian bagi bangsa bangsa.  

Pentekosta adalah sebuah titik awal dimana visi Tuhan dalam kitab wahyu akan tergenapi. Visi dimana segala bangsa, suku, kaum dan bahasa akan berdiri di depan tahta anak domba, sambil menyanyikan: “Keselamatan bagi Allah, yang duduk dan bertahta, Keselamatan bagi Anak domba yaitu Yesus Kristus” 

Dalam kehidupan kita sebagai manusia, kita hidup di dunia yang hancur namun sekaligus indah. Studi ilmiah mengonfirmasi bahwa manusia lebih erat terkait daripada yang kita kira. Susanna Manrubia, seorang ahli biologi evolusi teoretis di Pusat Nasional Bioteknologi Spanyol, mengatakan, “Kita semua membawa gen nenek moyang kita karena kita berbagi nenek moyang yang sama.” 

Mungkin orang lupa bahwa kita adalah satu ras yang disebut kemanusiaan. Kita tersebar di seluruh Bumi, berevolusi secara budaya dan fisik. Mereka yang pergi ke utara memiliki kulit terang. Mereka yang tinggal dekat dengan khatulistiwa memiliki kulit gelap. Mereka yang terpapar lebih banyak sinar matahari mengembangkan bentuk mata yang berbeda. 

Setelah waktu yang lama berlalu, mereka bertemu lagi, tetapi mereka telah lupa bahwa mereka adalah saudara. Selama berabad-abad mereka bertarung dan mencoba mendominasi satu sama lain. Di beberapa tempat, mereka yang berkulit terang menjadi lebih kuat dan memerintah yang lain. Dan inilah yang menjadi kehancuran kita.  

Tetapi Pentekosta membawa harapan yang baru sebuah janji yang akan digenapi, bahwa kelak kita semua akan bersatu dan hidup dalam perdamaian.  

Kehidupan kita sebagai komunitas rohani pun tidak terlepas dari pengaruh kehancuran ini. Rev Dr. Martin Luther King Jr, berkata,” Kita harus menghadapi kenyataan yang menyedihkan bahwa pada pukul sebelas pagi hari Minggu, ketika kita berdiri untuk menyanyikan ‘Dalam Kristus tidak ada Timur atau Barat,’ kita berdiri di jam dimana kita sebagai jemaat paling terpisah di Amerika Serikat.” Terpisah karena bahasa, budaya, warna kulit, bentuk mata dan lain sebagainya.  

Mengapa hal itu bisa terjadi? Dimanakah kuasa Roh Kudus? Tanpa kuasa Roh Kudus upaya mempersatukan budaya dan bahasa yang berbeda beda didalam komunitas gereja akan menjadi sia-sia.  

Kejarlah buah buah Roh (Gal 5:22-23) , karena keinginan daging kita pastinya hanya ingin bergaul dan hidup dengan orang-orang yang memiliki satu bahasa, satu budaya, satu kota, dan lain sebagainya, karena ini akan memberikan rasa nyaman dan aman.  

Mengandalkan kekuatan kita sendiri untuk mencapai perdamaian dan persatuan adalah hal yang mustahil. Kita tidak bisa membuat strategi dalam satu generasi kita untuk memulihkan luka ratusan generasi kebelakang kita, hanya kuasa Roh Tuhan sajalah yang bisa melakukannya, karena hanya kuasa Tuhan yang bisa bekerja melewati batas ruang dan waktu.  

Apa yang menjadi bagian kita sebagai umat percaya? Ibrani 10:25: berkata hal yang sederhana namun sangat penting bagi kita “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” 

Hadirilah setiap pertemuan ibadah konferensi, pertemuan doa konferensi, pertemuan iman dan hidup (Faith and Life), dan pertemuan-pertemuan lainnya, baik zoom maupun secara langsung, karena ketika kita bertemu, berdoa di dalam nama Tuhan Yesus, hadirat-Nya nyata di dalam Roh Kita bersama sama.  

Beberapa minggu lalu Philadelphia Praise Center menjadi tuan rumah acara tahunan Ibadah Pentakosta jaringan gereja-gereja Anabaptis Mennonite di Kota Philadephia (KBN). Tanpa Roh Kudus acara ini tidak mungkin terlaksana, kita bisa beribadah bersama-sama, Roh Kuduslah menyatukan kita semua.  

Mari dengan semangat Pentakosta kita melangkah dalam iman untuk memperbesar lingkaran pergaulan kita, dengan kerendahan hati kita mau mengampuni kesalahan bangsa dan generasi, dan dengan penuh keberanian kita mau menghampiri tahta kasih karunia Tuhan bersama sama saudara saudari yang sudah dipersatukan oleh darah Yesus. Tuhan memberkati kita.  

Rev.Dr Calenthia Dowdy dari Philadelphia Fight memimpin doa makan Acara Pentakosta Kingdom Builders Network Philadelphia. Makan bersama adalah salah satu bagian dari ibadah yang penting.  
Acara ini dihadiri Gereja-gereja Anabaptist Mennonite di kota Philadelphia. 
Gereja Pena De Horeb membawakan lagu pujian di dalam acara Pentakosta Kingdom Builders Network Philadelphia 
Pastor Julie Hoke dari Germantown Mennonite Church menjadi pembawa acara 

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

In Jesus’ Sandals: Bread and Milk

May 16, 2024 by Cindy Angela

Part 1

by Javier Márquez

From April 15 to 17, Mosaic staff members Marco Güete and Noel Santiago and I visited Comunidad Anabautista de Medellín (Anabaptist Community of Medellín), where leaders Carlos Sánchez and Nidia Montoya welcomed us and guided us on a tour to learn about their ministry. 

We have prepared a short report complete with photos so that the Conference and its churches can learn about this wonderful ministry. 

It is called “In Jesus’ Sandals” because our time there was full of tours and visits, allowing us to get to know the immense Colombian city and visit the living rooms of the families that are part of the church—a total of 40 homes. 

Although we did not have time to visit all of them, we managed to meet and talk with many families and have a very special time. 

Ascending by cable car to Las Margaritas, Commune 13, Medellín.
Carlos Sánchez (Anabaptist Community of Medellín), Marco Güete (Mosaic Leadership Minister) and Noel Santiago (Mosaic Leadership Minister) in front of a mural in Las Margaritas.
View of Commune 13 from Las Margaritas. 

First, we took a cable car over the neighborhoods of Medellín’s Commune 13, until we arrived at the Margaritas station in the Robledo sector. There, Carlos asked us to wait while he went to get bread and milk that we would distribute on each of the visits. The agenda noted 14 visits, and the path between the neighborhoods was long and tedious, going up and down stairs, crossing small streams that ran through the mountain, walking through blocks and hills until reaching each of the houses. 

Pastor Carlos carrying bread and milk accompanied by Luz Marina.
Pastor Carlos carrying bread and milk accompanied by Luz Marina.

For each visit, Carlos not only buys bread and milk, but also prepares a biblical reflection that he shares with the families. When he arrives in each sector of the city, he meets with members from the church who live in the area and are community leaders. They help him arrange the visits. 

Whenever we arrived at a house, the residents welcomed us with love and joy. They prepared for the visit by making coffee or fruit juice, and brought out their best chairs, placing them in their small rooms so that we could sit. When there weren’t enough chairs, they improvised seats by placing buckets upside down, so that we could all be seated. 

Each house was very humble, and on each wall were traces of people’s lives: portraits, gifts, souvenirs, paintings and posters, all with meaning. The houses also had display cases with products for sale, sometimes homemade ice cream or clothes for resale. These are families that struggle each day to earn a living. 

At the time of prayer, there are common requests: for someone’s health, a job, for God’s care, and above all, for protection from the gangs and criminal groups. 

Our first visit to the house of one of the members of the Anabapist Community of Medellín.
Our first visit to the house of one of the members of the Anabapist Community of Medellín.
In the house of the local midwife.
In the house of the local midwife.

Carlos’ Biblical reflections are usually deep and full of testimonies. For these visits, Carlos prepared the text of Matthew 5:9: “Blessed are the peacemakers, for they will be called children of God.” 

In each family’s house Carlos has a story, something to remember, and a word of encouragement to share. He knows all the people he visits very well and has known them for a long time, but the community continues to grow because many families invite someone new to participate in the visits. When we leave, Carlos shares the bread and milk with them. 

In this way we went from house to house through the different sectors of the city: from north to south, east to west. Carlos explained to us the context of Medellín, the situation of the city and the specific situations of the families. They are almost always families surrounded by crime, war, hunger, lack of job opportunities, and discrimination. 

A second article will follow, to share more of this incredible experience. 


Javier Márquez

Javier Márquez is an Anabaptist Colombian pacifist and poet and a writer for the MCUSA publication MenoTicias.

Filed Under: Articles Tagged With: Comunidad Anabautista de Medellín, Javier Marquez

  • « Go to Previous Page
  • Go to page 1
  • Go to page 2
  • Go to page 3
  • Go to page 4
  • Go to page 5
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 17
  • Go to Next Page »

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use