• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • English (Inggris)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia

Hendy Matahelemual

Badai Pasti Berlalu

September 29, 2022 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Badai pasti berlalu, adalah sebuah kalimat positif yang biasa terucap untuk memberikan semangat bahwa segala persoalan berat akan berlalu. Seringkali ungkapan ini kita berikan kepada seseorang atau bahkan diri kita sendiri sebagai kalimat motivasi.

Tetapi pada kesempatan kemarin, badai pasti berlalu lebih dari sekedar ungkapan tetapi doa dan dukungan nyata terhadap gereja gereja di Florida yang akan terkena dampak dari badai Ian. Setelah rapat staff Mosaik, kami mengundang beberapa perwakilan dari gereja-gereja di Florida untuk memberikan dukungan dan doa sebagai bagian dari solidaritas bersama.

Badai pasti berlalu, juga ternyata lebih dari sekedar ungkapan motivasi dan doa, jika kita melihat dari cerita Injil ada sebuah peristiwa yang spektakuler dimana badai berlalu tetapi tidak dengan sendirinya. Ya, betul cerita ketika Yesus menenangkan badai.

“Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur.  Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.  Dan heranlah orang-orang itu, katanya: “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”

Matius 8:23-27

Dalam kehidupan kita sebagai pengikut Yesus, “badai” adalah sesuatu yang pastinya sering kita hadapi. Tetapi “badai” yang paling hebat datang dari dalam keluarga rohani kita sendiri. Perpecahan di dalam jemaat adalah contoh dari sebuah badai yang tidak bisa kita navigasi dengan kekuatan kita sendiri.

Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat mula mula memberikan gambaran bahwa perpecahan sudah ada bahkan di dalam jemaat mula mula. Mengapa dengan mudahnya mereka terpecah pecah? Bukankah Yesus sudah bangkit dan lebih dekat masanya dengan mereka? Beberapa dari mereka bahkan pernah melihat Yesus, tetapi mengapa mereka bisa terpecah pecah?

Staff Mosaik berdoa bersama sama dengan konggregasi di Florida yang terkena dampak badai Ian kemarin.

Satu hal yang bisa memberi indikasi bahwa kita sebenarnya ada ditengah tengah badai adalah rasa kawatir, takut dan gelisah. Ada banyak hal terutama kita sebagai imigran di Amerika Serikat yang dapat membuat kita kawatir, takut dan gelisah. Mulai dari isu kekerasan senjata, imigrasi, keamanan, ekonomi sampai dengan isu immoralitas.

Semuanya membuat kita gelisah, kawatir dan takut, belum lagi kita semua masih dalam penyesuaian keluar dari pandemi COVID-19. Semakin banyak perdebatan memicu semakin banyak kekawatiran dan kegelisahan.

Satu hal yang menjadi kekawatiran saya pribadi adalah bagaimana kita memberitakan kebenaran dengan kasih. Rasul Paulus menulis ini dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, yang juga sedang mengalami “badai” perpecahan.

“tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.

Efesus 4:15

Seringkali kebenaran yang berusaha kita sampaikan ternodai oleh rasa takut kita, terdonai oleh rasa gelisah dan kekawatiran kita sendiri, bukannya dengan kasih tetapi kita menyampaikannya dengan amarah, dengan kekecewaan.

“Kebenaran akan memerdekakan kita”, dan saya percaya ini semua diawali dengan mengakui bahwa kita semua berdosa, dalam pikiran kita, perkataan kita dan perbuatan kita, dan hanya Tuhan Yesuslah yang sanggup menebus dosa kita semua, bukan dengan kuat gagah dan usaha kita sendiri.

Biarlah yang tidak berdosa melemparkan batu pertama, kata Yesus terhadap kerumunan orang yang akan merajam seorang pelacur. Tetapi pelacur tersebut akhirnya diselamatkan Yesus dan hidupnya diubahkan. Saya percaya bahwa wanita yang disebutkan dalam kita Yohanes tidak lagi melacur melainkan melayani Tuhan, ia meninggalkan kehidupan lamanya yang penuh dengan dosa, bukan karena kuat dan gagahnya tetapi karena Yesus datang menjamahnya.

Dalam badai kehidupan kita, apakah kita berteriak kepada Yesus? Apakah kita meminta Dia untuk menyelamatkan kita? Apakah kita berupaya melakukan segala macam cara yang pada akhirnya akan menguras tenaga kita, sehingga kita kehilangan damai sejahtera.

Iblis punya banyak cara untuk mencuri damai sejahtera kita, dan salah satunya adalah menyerang titik dimana kita lemah. Amsal berkata, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena disitulah terpancar kehidupan”.

Badai pasti berlalu, mari sikapi dengan doa, berpuasa, pujian penyembahan bersama, mari sikapi dengan bersekutu dan bukan lari dari kenyataan. Karena pada dasarnya kita semua ini sama yang adalah pengikut Yesus yang perlu kasih karunia. Pergilah dalam damai, damai di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Proyek Alkitab Anabaptis

September 1, 2022 by Cindy Angela

Oleh Hendy Matahelemual

Alkitab versi Anabaptist adalah salah satu proyek yang dikerjakan oleh Mennomedia yang adalah sebuah badan publikasi dari MCUSA dan Canada. Alkitab Anabaptis ini rencananya akan dipublikasikan bertepatan dengan ulang tahun pergerakkan Anabaptis di eropa 500 tahun yang jatuh pada tahun 2025, oleh sebab itu proyek ini diberi nama Anabaptis at 500.

Peringatan lima ratus tahun Anabaptisme pada tahun 2025 memberi gereja kesempatan unik untuk merayakan dan bermimpi bersama. Ini juga untuk merayakan panggilan bersama oleh Roh Kudus kepada beragam orang di semua batas budaya dan geografi. Untuk bermimpi tentang bagaimana lebih banyak orang dapat diundang ke dalam dan berpartisipasi dalam memimpin dan membentuk masa depan Anabaptisme.

Meghan Good membawakan sesi mengenai Membaca Alkitab secara Anabaptis

Minggu lalu sekitar 40 orang dari berbagai macam latar belakang Anabaptis diundang untuk menghadiri rapat kerja dan sekaligus menjadi duta untuk mempersiapkan pembentukan Alkitab Anabaptist. Konferensi kerja diadakan di Casa Iskali, Des Plaines, IL yang berlokasi di suburb kota Chicago.

Meghan Larissa Good diundang untuk berbicara untuk menawarkan sudut pandang dan bingkai kerja dimana Alkitab Anabaptis ini akan dibuat, berpusat pada pengajaran Yesus yang akan menjiwai seluruh alkitab dari kitab Kejadian sampai dengan Wahyu.

dari kiri ke kanan, Wendy Mcfadden, Hyejung Yum, Mollee Moua, Sue Park-Hur, Jonny Rashid dan Hendy Matahelemual

Proyek ini dipimpin oleh John D Roth dan Mollee Moua, berserta dengan 8 orang dari tim penasihat yang terdiri dari Sarah Augustine (Yakima Valley, WA), Sandra Baez (Kitchener, ON), Korey Dyck (Winnipeg, MB), Pdt. Dr. Dennis R. Edwards (Chicago, IL), Gerald J. Mast (Bluffton, OH), Jonny Rashid (Philadelphia, PA), Sara Wenger Shenk (Waynesboro, VA), dan Lisa Weaver (Madison, WI).

Para peserta konferensi kerja mendoakan John D Roth sebagai pemimpin proyek Alkitab Anabaptis.

Untuk proyek Alkitab Anabaptis ini bisa berjalan dibutuhkan 500 kelompok belajar Alkitab, dimana setiap kelompok akan diberikan ayat-ayat Firman Tuhan untuk direnungkan, dihidupi dan hasil renungan itu akan ditulis sebagai komentar di dalam Alkitab Anabaptis. Komentari ini ditulis bukan untuk penjelasan akademik tetapi sebagai renungan cerita pengalaman yang menguatkan dan menginspirasi.

Mari daftarkan kelompok studi Alkitab masing masing dan mari kita saling bersaksi, mendukung dan menguatkan tubuh Kristus. Dan mari kita terus bersaksi sebagai saksi Anabaptis kepada kesatuan tubuh Kristus yang berada diluar payung Anabaptis dan biarlah kesaksian hidup kita bisa menjadi berkat.

Untuk pendaftaran kelompok belajar Alkitab dan informasi lebih lanjut mengenai Proyek Alkitab Anabaptis dan Proyek Anabaptis at 500 bisa klik link berikut ini – Menno Media

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Hendy Matahelemual

Budaya Indonesia: Sebuah Renungan

August 18, 2022 by Cindy Angela

Oleh Hendy Matahelemual

Sebagai generasi pertama orang Indonesia-Amerika di Amerika Serikat perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 77 kemarin memberi arti yang unik. Identitas bangsa serasa masih tetap melekat meski kita sudah bertahun tahun tinggal di Amerika Serikat. Mulai dari tema merah putih, budaya berpakaian, musik, makanan dan bahasa yang serasa tidak bisa ditinggalkan begitu saja dari masyarakat Indonesia di Amerika Serikat.

Lomba makan kerupuk, di Indonesia Festival dalam rangka merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia. Photo courtesy of Gapura Philly.

Namun berbeda cerita dengan generasi kedua atau bisa dibilang generasa satu setengah, dimana generasi ini terdiri dari anak anak Indonesia yang dibawa ke Amerika Serikat ketika mereka masih kecil. Banyak dari mereka masih fasih berbahasa Indonesia, namun tidak sedikit yang sudah tidak bisa berbahasa Indonesia lagi, karena bahasa pertama mereka bukan lagi bahasa Indonesia melainkan Bahasa Inggris.

Bahkan unik anak immigrant dari Indonesia yang kebetulan orang tua mereka tidak bisa atau sedikit bisa berbahasa Inggris, anak anak mereka malah bisa lebih fasih berbahasa Indonesia. Karena mau tidak mau bahasa yang dipakai dirumah adalah bahasa Indonesia, sehingga anak anak ini menjadi lebih terbiasa.

Generasi satu setengah ini hidup di dua budaya yang berbeda. Budaya Indonesia dan budaya Amerika. Budaya Indonesia kental dalam hubungan mereka di dalam keluarga dan komunitas gereja. Peran komunitas gereja sangat penting disini karena mereka memiliki fungsi kalau saya boleh menggunakan istilah tempat “pengungsian” atau tempat yang aman dimana budaya budaya Indonesia masih ada, bahkan dipelihara.

Jemaat Indonesian Light Church mengenakan baju merah putih dalam rangka hari raya kemerdekaan Indonesia. Photo oleh ILC.

Sedangkan ketika anak anak ini berinteraksi dengan lingkungan di sekolah maka mereka akan berada di budaya Amerika. Dimana mereka belajar berkomunikasi dengan budaya Amerika. Tidak jarang konflik budaya terjadi antara kedua budaya ini. Dalam artikel saya minggu lalu saya membahas mengenai budaya iklim panas dan dingin,yang sangat penting untuk disadari.

Konflik antara kedua budaya ini jika bisa disikapi dengan baik justru akan menambah perbendaharaan cara berkomunikasi dan memperkaya budaya masing masing. Mengubah cara berpikir bahwa budaya yang berbeda bukanlah  ancaman tetapi menjadi sebuah tantangan dan kesempatan untuk bertransformasi adalah sebuah langkah awal yang baik.

Namun perlu juga dicatat dan digaris bawahi bahwa budaya Amerika, memiliki pengaruh yang juga kuat untuk mengasimilasi budaya asing tanpa harus mengubah budaya aslinya sendiri. Hal inilah yang perlu diwaspadai dari budaya dominan. Oleh sebab itu hubungan perlu secara sengaja dibangun dan kesadaraan akan adanya budaya dominan perlu disikapi dengan baik.

Tanpa kesadaran akan budaya dominan, maka budaya Indonesia akan dianggap sebagai budaya inferior, lebih rendah, dan minoritas, dan budaya dominan akan dianggap sebagai budaya yang lebih superior, relevan, dan baik. Tentunya perlu juga dicatat bahwa budaya Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam budaya budaya dan tradisi, bukan hanya satu budaya saja dan bermacam macam.

Artikel ke 10 dari Pengakuan Iman dalam perspektif Mennonite menyatakan:

“Orang Kristen adalah orang asing dan asing dalam semua budaya. Namun gereja itu sendiri adalah bangsa Tuhan, yang mencakup orang-orang yang berasal dari setiap suku dan bangsa. Sesungguhnya, misinya adalah untuk mendamaikan kelompok-kelompok yang berbeda, menciptakan satu umat manusia baru dan memberikan pratinjau tentang hari itu ketika semua bangsa akan mengalir ke gunung Tuhan dan berada dalam damai.”

Dominasi tentunya bukan kehendak dari Tuhan melainkan kehendak manusia yang ingin berkuasa dan mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai macam cara.

Bersyukur bahwa Konferensi Mosaic memiliki visi untuk menjadi jemaat yang berkomitmen dalam keadilan rasial dan transformasi interkultural. Dan saya percaya bersama sama kita bisa menjaga harmoni dalam komunitas Mosaic yang “hancur” namun tetap Indah bersama dengan Tuhan, dipersatukan oleh darahnya sebagai saudara saudari, dari berbagai bangsa bahasa dan budaya.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual, ILC

Musim Panas atau Dingin?

August 11, 2022 by Cindy Angela

Oleh Hendy Matahelemual

Jika Anda harus memilih antara musim panas atau musim dingin selama setahun, mana yang akan Anda pilih? Jawaban saya adalah musim dingin. Saya suka cuaca dingin, dan hari ini 104 derajat di Philadelphia.

Saya menghabiskan sebagian besar masa dewasa saya di Indonesia, di mana hangat sepanjang tahun. Jadi musim dingin adalah pengalaman baru yang menarik bagi saya.

Perbedaan iklim tidak hanya mempengaruhi cuaca. Mereka mempengaruhi tingkah laku.

Dalam bukunya Foreign and Familiar: A Guide to Understanding Hot- and Cold-Climate Cultures, Sarah Lanier membagi dunia dalam dua bagian: budaya iklim panas dan budaya iklim dingin.

Dalam budaya iklim panas, di mana Anda berada lebih penting daripada apa yang Anda pikirkan. Suku Maori dari Selandia Baru punya sebuah ungkapan yang berkata, “Saya diterima, oleh karena itu saya ada.” Filsuf Prancis Rene Descartes mengungkapkan pandangan iklim dingin ketika dia berkata, “Saya berpikir karena itu saya ada.”

Kehidupan bermasyarakat penting dalam budaya iklim panas. Dalam budaya iklim dingin, orang menegaskan individualitas dan kemandirian.

Budaya-budaya ini umumnya mengikuti geografi, tetapi tidak selalu. Budaya iklim dingin berlaku di beberapa daerah hangat.

Seperti yang dibayangkan, budaya iklim dingin berlaku di Kanada, Amerika Serikat bagian utara, dan Eropa Utara. Tetapi juga mendominasi di Israel (di antara populasi Yahudi yang terutama berasal dari Eropa), populasi kulit putih di Selandia Baru, Australia, Brasil selatan, populasi kulit putih Afrika Selatan dan negara atau wilayah lain yang sebagian besar dihuni oleh orang Eropa, seperti Argentina.

Di antara budaya iklim panas, Lanier termasuk Amerika Serikat bagian selatan, Asia, Kepulauan Pasifik, Amerika Selatan (pengecualian adalah Argentina perkotaan, yang 80% Eropa), Afrika, negara-negara Mediterania (kecuali populasi Yahudi Israel), Timur Tengah dan sebagian besar seluruh dunia.

Budaya apa yang Anda identifikasi sebagai bagian dari diri anda?

Yesus berkata kita harus memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. Untuk melakukan ini, kita perlu menyadari budaya asal orang. Niat baik kita dapat menyebabkan kerugian jika kita tidak memahami budaya lain. Jika satu-satunya alat yang kita miliki adalah palu, semuanya akan diperlakukan seperti paku.

Sebagai generasi pertama Indonesia-Amerika yang tinggal di timur laut Amerika Serikat, saya sangat senang ketika saya pindah ke sini. Tetapi seiring berjalannya waktu, saya mulai merasa seperti orang buangan. Saya tidak menyadari betapa intensnya hubungan saya dengan komunitas asal saya — dan betapa tidak pada tempatnya saya akan merasa ketika terpisah darinya.

Namun konflik ini menciptakan peluang. Saya memperoleh lebih banyak kesadaran tentang bagaimana berpikir sebagai individu. Pada awalnya, itu adalah tantangan. Saya tidak terbiasa sendirian. Saya merasa cemas dan lemah, tetapi ketika saya mulai berlatih kemandirian dan menyesuaikan diri dengan harapan baru, saya mengembangkan alat untuk menavigasi budaya iklim dingin.

Misalnya, saya memiliki lebih banyak kedamaian, ketika saya menerima dorongan balik dalam kotbah atau tulisan saya, atau ketika orang-orang mengungkapkan ketidaksetujuan atau kekecewaan mereka secara langsung kepada saya, saya belajar untuk tidak mengambilnya secara pribadi dan belajar untuk melihatnya dari perspektif lain. Saya juga menemukan keberanian untuk mengungkapkan pikiran saya dan mengungkapkan perasaan saya secara langsung, saya menemukannya sebagai alat yang berguna untuk digunakan.

Ertell Whigham, mantan pelayan eksekutif Franconia Mennonite Conference, mengatakan peregangan bukanlah tujuan, tetapi transformasi. Peregangan/Toleransi kita terhadap perubahan ada batasnya. Tetapi, saat kita berubah, kita mengembangkan cara hidup baru yang membuat kita lebih lengkap. Saya dapat berhubungan dengan lebih banyak orang karena saya telah mempelajari cara-cara budaya iklim panas dan dingin.

Paulus berkata kepada jemaat di Roma: “Janganlah kamu serupa dengan dunia ini, tetapi diubahkanlah oleh pembaharuan pikiranmu” (Roma 12:2). Dunia memiliki pola dan harapan — seperti perbedaan budaya iklim panas dan dingin — yang membuat kita menyesuaikan diri dengan orang lain di sekitar kita sambil juga memisahkan kita dari mereka yang berbeda. Pola-pola ini menjebak kita dalam gelembung budaya.

Jika kita menerima pola dunia tanpa perlawanan, bom waktu ditetapkan. Akhirnya meledak, mengubah perbedaan kecil menjadi konflik besar.

Saran saya: Benamkan diri Anda dalam budaya yang berbeda. Kembangkan cara berpikir dan hidup baru. Jika Anda orang beriklim dingin, kunjungi budaya iklim panas, atau sebaliknya. Harapkan resistensi, secara internal dan eksternal. Memperluas pengalaman budaya Anda tidak akan mudah, tetapi itu akan sepadan. Tetaplah terlibat, belajar, dan berdoa sewaktu Roh memimpin.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Kunjungan Gereja Zion ke Philadelphia Selatan

July 28, 2022 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual

Disiplin utama kita sebagai murid Yesus adalah mengasihi Tuhan, sesama dan bersekutu melayani saudara saudari seiman di dalam Kristus. Perbedaan budaya, bahasa,warna kulit, pandangan kita sebagai murid murid Yesus menjadi sebuah kekayaan yang dipersatukan oleh darah Yesus.

Minggu kemarin 17 July 2022, Gereja gereja Mosaic Indonesia di Philadelphia Selatan mendapat kunjungan dari saudara saudari dari Gereja Zion di Sauderton. Rombongan Zion dibagi menjadi tiga kelompok di pimpin oleh ketiga pastor mereka, Sonya Kurtz, Beth Rauschenberger dan Jordan Luther.

Pastor Beth dan rombongan mengunjungi Indonesian Light Church Philadelphia, Pastor Sonya mengunjungi Nations Worship Center, dan Pastor Jordan dan rombongan mengunjungi Philadelphia Praise Center. Suasana begitu hangat disetiap gereja karena sekali lagi kita dipersatukan dalam ibadah bersama sama. Ibadah diakhir dengan makan bersama.

Mari kita sama sama melawan arus budaya dominan yang mensegregasi umat Kristus dengan melakukan tindakan nyata dan sengaja menjalin dan memupuk hubungan persaudaraan antara saudara saudari seiman khususnya yang berbeda budaya, bahasa, warna kulit dan pandangan. Tuhan Yesus mempersatukan kita semua.

Lihat foto-fotonya dibawah:

  • ILC
  • ILC
  • ILC
  • ILC
  • PPC
  • NWC
  • NWC

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual, ILC, Zion

Melintasi Batas

July 7, 2022 by Cindy Angela

Oleh Hendy Matahelemual

Minggu ini ada hal istimewa yang terjadi di Indonesia, tepatnya di kota Salatiga, Jawa Tengah. Kota ini menjadi tuan rumah Pertemuan Konferensi Mennonite Sedunia (MWC Assembly) yang berlangsung dari tanggal 5-10 July 2022.

Foto oleh Cindy Angela.

Konferensi Mennonite Sedunia adalah kumpulan denominasi Anabaptis seluruh dunia, yang terdiri dari 107 denominasi dari 58 negara di seluruh dunia. Ini adalah pertama kali dalam Sejarah, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan yang diadakan perlima tahun sekali ini.

Tema yang diambil tahun ini adalah, “Bersama mengikut Yesus melintas batas”. Dan inilah panggilan kita sebagai murid murid Yesus melintasi batas kenyamanan kita demi menjadi saksi Yesus.

Lukas menulis dalam Kisah Para Rasul 1:8, bahwa sebelum Tuhan Yesus naik ke surga Ia berkata kepada murid-murid-Nya bahwa Roh Kudus akan memampukan mereka menjadi saksi-Nya, di Yerusalem, Yudea, sampai ke ujung bumi.

Dan bukan sebuah kebetulan letak geografis Indonesia dengan Amerika Serikat terletak saling berujungan satu sama lain. Berjarak hampir 10.000 mil, budaya, bahasa yang berbeda inilah batas yang kita lewati demi memberitakan Injil.

Tidak mudah untuk pergi sejauh 10.000 mil, berada ditengah tengah budaya dan lokasi yang asing, tetapi jika itu adalah panggilan Tuhan, Roh Kudus pasti akan memampukan.

“Dalam komunitas kerajaan Allah, persekutuan menggantikan dominasi. Hubungan menjadi adil dan simetris. Roh Allah mengubah kita untuk menghilangkan struktur yang memungkinkan kontrol beberapa orang atas orang lain,” ujar Cesar Garcia, General secretary of MWC.

Kebaktian pagi di Pertemuan Raya Mennonite World Conference. Foto oleh Cindy Angela.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Dunia barat seringkali menjadi patokan pergerakkan Kekristenan terutama di Indonesia. Tetapi kerja Roh Kudus membuat patokan ini menjadi sebuah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Transformasi bersama menjadi alternatif dari standar baku yang budaya dominan.

Visi Yohanes dalam Wahyu dimana ia melihat kumpulan orang banyak dari segala bangsa, bahasa, memuji, memuliakan nama Yesus, bisa kita kecap dalam pertemuan kali ini.

Beberapa waktu lalu saya dihubungi oleh seseorang jemaat sebuah gereja di Konferensi Mosaik yang merasa terpanggil untuk pergi menghadiri Pertemuan Konferensi Mennonite Sedunia di Indonesia. Meski usia beliau terbilang sudah tidak muda lagi, Ibu ini begitu semangat mau ikut melayani disana. Biaya, Jarak dan budaya tidak menjadi halangan bagi beliau untuk pergi menjadi saksi Yesus keujung dunia.

Nantikan update berita mengenai Konferensi Mennonite Sedunia di halaman facebook Mosaic Mennonite Conference, dan nantikan renungan singkat dari Ps Aldo Siahaan di berita Mosaic minggu depan. Mari semangat menjadi saksi Yesus di lingkungan sekitar kita, kota kita bahkan sampai keujung dunia. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Merayakan Father’s Day

June 23, 2022 by Cindy Angela

Peran atau fungsi seorang Ayah adalah menjadi Raja, Imam dan Nabi dalam sebuah keluarga. Raja disini adalah sosok yang melayani, memberi perlindungan dan memberi penyediaan, bukan Raja yang sewenang wenang. Fungsi Raja Imam Nabi diambil dari peran Yesus Kristus sendiri, dan saya percaya dengan kuasa Roh Kudus, fungsi ini diberikan kepada para Ayah, atau fungsi Ayah di dalam keluarga.

Fungsi yang lain adalah Imam, dimana figur Ayah perlu untuk membimbing keluarga dan menuntun mereka menjadi suara kebenaran Firman Tuhan, layaknya seorang Nabi menyuarakan suara Tuhan begitu peran Ayah dalam keluarga. Sebagai Imam, seorang Ayah adalah membangun mezbah doa di dalam keluarga, dan bertanggungjawab di dalam kerohanian keluarga.

Nations Worship Center, merayakan Father’s Day

Di dalam keluarga dimana sosok Ayah tidak ada, peran atau fungsi ini mungkin diambil alih oleh Ibu, Keluarga, atau orang lain yang terpanggil untuk menjalankan peran ini. Tetapi tetap pengurapan tersebut mengalir melalui mereka yang terpanggil. Tuhan tidak memanggil orang yang layak menjadi Bapak, tetapi Tuhan memperlengkapi mereka yang terpanggil menjadi figur Bapak.

Pada kesempatan Hari Ayah minggu kemarin, beberapa gereja Indonesia memiliki acara acara unik untuk memperingati hari tersebut. Dan ini merupakan kebiasaan yang baik untuk diperingati setiap tahunnya, bagaimana Bapak bapak diingatkan kembali akan fungsinya di dalam keluarga.

ILC merayakan Father’s Day dengan lomba memasak

Selain fungsi Raja Iman dan Nabi, perumpamaan yang terkenal yang Yesus pernah sampaikan, adalah cerita mengenai Anak Yang Hilang, dalam cerita ini Yesus memberikan kita gambaran yang baik dan benar mengenai sosok Allah sebagai Bapak yang baik, Ia Bapak yang penuh dengan kasih yang akan menerima kita apa adanya jika kita mau berbalik kepada-Nya. Dan sosok Bapak inilah yang perlu ada dalam setiap figur Bapak di dalam keluarga.

JKIA Sierra Madre, CA merayakan Father’s Day dengan permainan menebak foto-foto bayi dari para bapak

Mari berdoa untuk para figur Bapak di dalam setiap keluarga Allah:

Bapa kita Berkatilah orang-orang ini, agar mereka dapat menemukan kekuatan sebagai ayah. Biarlah teladan iman dan kasih mereka bersinar. Berdoa supaya keluarganya selalu menghormati mereka dengan semangat rasa hormat yang mendalam. Di dalam nama Yesus. Amin

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Belajar Berkomunikasi

May 26, 2022 by Cindy Angela

Sepuluh persen konflik terjadi karena perbedaan pendapat dan sembilan puluh persen karena cara penyampaian dan nada bicara. Ini adalah salah satu dari kutipan yang dibagikan dalam pelatihan Kepemimpinan, Komunikasi dan Konflik yang diadakan oleh Konferensi dan dibawakan oleh Rev. Al Fuertes, Phd dari Universitas George Mason.

Pelatihan dimulai dengan perkenalan dimana setiap peserta menceritakan apa hal yang unik dari budaya mereka masing masing.  Pelatihan diadakan melalui zoom, terdiri atas 2 sesi dan dibagi kedalam dua hari yang berbeda. Sesi pertama kemarin dihadiri oleh 17 pelayan-pelayan dari gereja Imigran Mosaik dari California,Florida,New York, Pennsylvania dan New Jersey.

Sebuah kesadaran baru tampaknya mulai timbul ketika kami merasa bahwa latar belakang dimana kami dibesarkan mempengaruhi cara kami berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Salah satu peserta pelatihan berkata, “Ketika kami berada bersama orang orang dari budaya yang sama, miskomunikasi jarang terjadi, namun ketika kami berinteraksi dengan orang dari budaya lain, banyak sekali penyesuaian yang harus dilakukan.”

Dalam pelatihan ini para pemimpin diingatkan bahwa dalam ilmu sosiologi ada dua ekspresi budaya yang berbeda satu sama lain. Dimana dua ekspresi budaya ini dikelompokkan kedalam dua budaya, high context dan low context, dimana high context ini sangat kental dengan budaya imigrant, sedangkan low context sangat kental dengan budaya barat.

Para peserta juga diingatkan bahwa sebagai pemimpin kita harus membangun tim, dan memfasilitasi penyelesaian masalah yang membuat organisasi / gereja tidak produktif, penuh rasa frustasi dan kemarahan. Dan bagaimana jika kita tahu bahwa sebenarnya konflik terjadi karena perbedaan cara berkomunikasi karena latar belakang dan budaya yang berbeda. Tentunya sebagai pemimpin kita perlu menjadi fasilitator dan penengah yang baik supaya kesalah pahaman bisa diluruskan.

Sebuah kutipan bagus dari Anita Roddick. “Kunci menyelesaikan masalah dan konflik dalam sebuah organisasi adalah tetap membuka saluran komunikasi selebar lebarnya.” Terkadang ini yang menjadi sebuah tantangan karena kebanyakan dari kami yang mengalami konflik cenderung menutup diri dan memutuskan saluran komunikasi.

Al Fuertes, juga menegaskan bahwa konflik dalam komunitas adalah wajar, tetapi yang perlu dihindari adalah konflik yang mengakibatkan kekerasan. Bahkan konflik yang sehat membawa kesempatan untuk melakukan perubahan. Mari ikuti sesi kedua hari ini di jam dan zoom link yang sama, dan belajar menjadi fasilitator dan komumikator yang baik. Tuhan Yesus memberkati.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

  • « Go to Previous Page
  • Go to page 1
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 3
  • Go to page 4
  • Go to page 5
  • Go to page 6
  • Go to page 7
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 9
  • Go to Next Page »

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use