oleh Hendy Matahelemual
Badai pasti berlalu, adalah sebuah kalimat positif yang biasa terucap untuk memberikan semangat bahwa segala persoalan berat akan berlalu. Seringkali ungkapan ini kita berikan kepada seseorang atau bahkan diri kita sendiri sebagai kalimat motivasi.
Tetapi pada kesempatan kemarin, badai pasti berlalu lebih dari sekedar ungkapan tetapi doa dan dukungan nyata terhadap gereja gereja di Florida yang akan terkena dampak dari badai Ian. Setelah rapat staff Mosaik, kami mengundang beberapa perwakilan dari gereja-gereja di Florida untuk memberikan dukungan dan doa sebagai bagian dari solidaritas bersama.
Badai pasti berlalu, juga ternyata lebih dari sekedar ungkapan motivasi dan doa, jika kita melihat dari cerita Injil ada sebuah peristiwa yang spektakuler dimana badai berlalu tetapi tidak dengan sendirinya. Ya, betul cerita ketika Yesus menenangkan badai.
“Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dan heranlah orang-orang itu, katanya: “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”
Matius 8:23-27
Dalam kehidupan kita sebagai pengikut Yesus, “badai” adalah sesuatu yang pastinya sering kita hadapi. Tetapi “badai” yang paling hebat datang dari dalam keluarga rohani kita sendiri. Perpecahan di dalam jemaat adalah contoh dari sebuah badai yang tidak bisa kita navigasi dengan kekuatan kita sendiri.
Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat mula mula memberikan gambaran bahwa perpecahan sudah ada bahkan di dalam jemaat mula mula. Mengapa dengan mudahnya mereka terpecah pecah? Bukankah Yesus sudah bangkit dan lebih dekat masanya dengan mereka? Beberapa dari mereka bahkan pernah melihat Yesus, tetapi mengapa mereka bisa terpecah pecah?
Satu hal yang bisa memberi indikasi bahwa kita sebenarnya ada ditengah tengah badai adalah rasa kawatir, takut dan gelisah. Ada banyak hal terutama kita sebagai imigran di Amerika Serikat yang dapat membuat kita kawatir, takut dan gelisah. Mulai dari isu kekerasan senjata, imigrasi, keamanan, ekonomi sampai dengan isu immoralitas.
Semuanya membuat kita gelisah, kawatir dan takut, belum lagi kita semua masih dalam penyesuaian keluar dari pandemi COVID-19. Semakin banyak perdebatan memicu semakin banyak kekawatiran dan kegelisahan.
Satu hal yang menjadi kekawatiran saya pribadi adalah bagaimana kita memberitakan kebenaran dengan kasih. Rasul Paulus menulis ini dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, yang juga sedang mengalami “badai” perpecahan.
“tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
Efesus 4:15
Seringkali kebenaran yang berusaha kita sampaikan ternodai oleh rasa takut kita, terdonai oleh rasa gelisah dan kekawatiran kita sendiri, bukannya dengan kasih tetapi kita menyampaikannya dengan amarah, dengan kekecewaan.
“Kebenaran akan memerdekakan kita”, dan saya percaya ini semua diawali dengan mengakui bahwa kita semua berdosa, dalam pikiran kita, perkataan kita dan perbuatan kita, dan hanya Tuhan Yesuslah yang sanggup menebus dosa kita semua, bukan dengan kuat gagah dan usaha kita sendiri.
Biarlah yang tidak berdosa melemparkan batu pertama, kata Yesus terhadap kerumunan orang yang akan merajam seorang pelacur. Tetapi pelacur tersebut akhirnya diselamatkan Yesus dan hidupnya diubahkan. Saya percaya bahwa wanita yang disebutkan dalam kita Yohanes tidak lagi melacur melainkan melayani Tuhan, ia meninggalkan kehidupan lamanya yang penuh dengan dosa, bukan karena kuat dan gagahnya tetapi karena Yesus datang menjamahnya.
Dalam badai kehidupan kita, apakah kita berteriak kepada Yesus? Apakah kita meminta Dia untuk menyelamatkan kita? Apakah kita berupaya melakukan segala macam cara yang pada akhirnya akan menguras tenaga kita, sehingga kita kehilangan damai sejahtera.
Iblis punya banyak cara untuk mencuri damai sejahtera kita, dan salah satunya adalah menyerang titik dimana kita lemah. Amsal berkata, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena disitulah terpancar kehidupan”.
Badai pasti berlalu, mari sikapi dengan doa, berpuasa, pujian penyembahan bersama, mari sikapi dengan bersekutu dan bukan lari dari kenyataan. Karena pada dasarnya kita semua ini sama yang adalah pengikut Yesus yang perlu kasih karunia. Pergilah dalam damai, damai di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.