Sepuluh persen konflik terjadi karena perbedaan pendapat dan sembilan puluh persen karena cara penyampaian dan nada bicara. Ini adalah salah satu dari kutipan yang dibagikan dalam pelatihan Kepemimpinan, Komunikasi dan Konflik yang diadakan oleh Konferensi dan dibawakan oleh Rev. Al Fuertes, Phd dari Universitas George Mason.
Pelatihan dimulai dengan perkenalan dimana setiap peserta menceritakan apa hal yang unik dari budaya mereka masing masing. Pelatihan diadakan melalui zoom, terdiri atas 2 sesi dan dibagi kedalam dua hari yang berbeda. Sesi pertama kemarin dihadiri oleh 17 pelayan-pelayan dari gereja Imigran Mosaik dari California,Florida,New York, Pennsylvania dan New Jersey.
Sebuah kesadaran baru tampaknya mulai timbul ketika kami merasa bahwa latar belakang dimana kami dibesarkan mempengaruhi cara kami berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Salah satu peserta pelatihan berkata, “Ketika kami berada bersama orang orang dari budaya yang sama, miskomunikasi jarang terjadi, namun ketika kami berinteraksi dengan orang dari budaya lain, banyak sekali penyesuaian yang harus dilakukan.”
Dalam pelatihan ini para pemimpin diingatkan bahwa dalam ilmu sosiologi ada dua ekspresi budaya yang berbeda satu sama lain. Dimana dua ekspresi budaya ini dikelompokkan kedalam dua budaya, high context dan low context, dimana high context ini sangat kental dengan budaya imigrant, sedangkan low context sangat kental dengan budaya barat.
Para peserta juga diingatkan bahwa sebagai pemimpin kita harus membangun tim, dan memfasilitasi penyelesaian masalah yang membuat organisasi / gereja tidak produktif, penuh rasa frustasi dan kemarahan. Dan bagaimana jika kita tahu bahwa sebenarnya konflik terjadi karena perbedaan cara berkomunikasi karena latar belakang dan budaya yang berbeda. Tentunya sebagai pemimpin kita perlu menjadi fasilitator dan penengah yang baik supaya kesalah pahaman bisa diluruskan.
Sebuah kutipan bagus dari Anita Roddick. “Kunci menyelesaikan masalah dan konflik dalam sebuah organisasi adalah tetap membuka saluran komunikasi selebar lebarnya.” Terkadang ini yang menjadi sebuah tantangan karena kebanyakan dari kami yang mengalami konflik cenderung menutup diri dan memutuskan saluran komunikasi.
Al Fuertes, juga menegaskan bahwa konflik dalam komunitas adalah wajar, tetapi yang perlu dihindari adalah konflik yang mengakibatkan kekerasan. Bahkan konflik yang sehat membawa kesempatan untuk melakukan perubahan. Mari ikuti sesi kedua hari ini di jam dan zoom link yang sama, dan belajar menjadi fasilitator dan komumikator yang baik. Tuhan Yesus memberkati.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.