• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • English (Inggris)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia

Hendy Matahelemual

Pemuda-Pemudi adalah Harapan Gereja

June 10, 2021 by Cindy Angela

Pada hari Sabtu kemarin tanggal 5 Juni 2021, untuk pertama kali sejak pandemi acara youth gabungan diadakan di South Philadelphia, dimana Philadelphia Praise Center (PPC) menjadi tuan rumah. Acara youth gabungan kali ini diikuti oleh youth dari Ripple dan Whitehall dari Allentown, Centro de Alabanza dan PPC. Dimana kali ini acara youth gabungan dikemas dalam bentuk “Art and Service Project”, dimana mereka akan berkarya menghias tatakan yang akan di gunakan di kantor Mosaic Conference.

Foto oleh Cindy Angela.

Acara ini dimulai dengan games yang dipimpin oleh Ps Jenna dan Ps Chemma Villantoro dari PPC, diikuti oleh renungan dan sharing oleh Ps Hendy Matahelemual, dengan topik menjadi garam dan terang. Setelah itu barulah mereka diberi pengenalan dan penjelasan bagaimana menghias dengan baik oleh Ibu Donna Backues bagaimana memilih warna dan menghias dengan baik.

Rasul Paulus berkata kepada Timotius,Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.

Foto oleh Cindy Angela.

Generasi muda terkadang dianggap sebelah mata oleh generasi yang lebih tua. Tidak jarang kita mendengar generasi lebih tua menjelekkan generasi muda atau bahkan sebaliknya, hal ini memperlihatkan bahwa ada jurang pemisah yang cukup besar antar generasi ini.

Generasi muda adalah masa depan dari gereja kita. Tanpa generasi muda tidak akan ada regenerasi dan pergerakan akan berubah menjadi monumen semata mata. Banyak gereja diperkotaan berubah fungsi atau bahkan tutup dikarenakan tidak ada lagi penerusnya. Bersyukur untuk gereja gereja yang memiliki generasi muda, diperlukan tindakanya nyata bagi jajaran kepemimpinan di gereja untuk mempersiapkan generasi muda sebagai pemimpin sejak dini.

Foto oleh Cindy Angela.

Selain unsur regenerasi, ada unsur lain yang membuat mereka unik dibandingkan generasi sebelumnya, khususnya generasi muda yang berasal dari keluarga imigran di Amerika Serikat. Mereka terbiasa hidup dengan dua atau tiga budaya yang berbeda sekaligus. Dan ini adalah sebuah keunikan yang membuat mereka berbeda dengan yang lain. Dan inilah yang perlu generasi muda sadari dan generasi sebelumnya mengingatkan bahwa peran mereka penting di dalam gereja.

Bahasa Inggris, Indonesia, Spanyol dan Karen adalah bahasa yang dipakai oleh youth yang hadir pada acara gabungan ini. Ini menggambarkan uniknya budaya yang ada dan juga besarnya potensi yang bisa dihasilkan dari sinergi mereka dalam gereja. Hendaklah pemuda boleh menjadi teladan bagi yang lain khususnya teladan bagaimana hidup bersatu dalam perbedaan dan melayani Tuhan.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Sukacita dari Surga

April 29, 2021 by Cindy Angela

Sukacita dalam pertemuan langsung pertama di tahun ini. Foto oleh Hendy Matahelemual.

Hari Rabu kemarin (4/28) Staff dari Mosaic Mennonite Conference mengadakan rapat kerja pertama kali secara tatap muka setelah lebih dari setahun rapat diadakan secara online. Tepat selang satu hari setelah CDC mengeluarkan panduan baru yang memperbolehkan melepas masker di tempat terbuka bagi yang sudah divaksin.  

Pujian dan Penyembahan dipimpin oleh Danilo Sanchez dan Hendy Matahelemual dalam 3 Bahasa. Foto oleh Hendy Matahelemual.

Acara dimulai dengan lagu pujian berbahasa spanyol “Incredible” yang dipimpin oleh Danilo Sanchez dan Hendy Matahelemual dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan menu makanan Thailand dan Yunani dari restoran setempat yang sudah dipesan terlebih dahulu. Meski beberapa dari kami harus berkendara satu jam atau bahkan 4 jam lebih untuk menghadiri rapat ini, semuanya terbayar dengan kehangatan bukan saja cuaca tetapi kehangatan yang diberikan satu sama lain. 

Seakan akan sukacita surga mengalir ditengah tengah pertemuan ini, senada dengan lagu pujian berbahasa Indonesia, Inggris dan Spanyol yang dibawakan membuka sesi sharing kami semua. “Ya Allah kami besar, Yesus nama diatas segala nama, dan hati kami selalu memuji kebesaran nama-Mu.” 

Cuaca yang indah menemani cerita-cerita dari staff Konferensi Mosaik. Foto oleh Hendy Matahelemual.

Seperti biasa waktu sharing dilakukan dengan saling mengundang (mutual invitation) dimana kami semua saling berbagi cerita dan pergumulan doa masing masing. Saya pribadi merasakan bahwa setiap cerita dan pergumulan dibagikan menguatkan, menginspirasi sekaligus mengingatkan saya pentingnya sebuah komunitas bersama. Sebagai orang Kristen kita tidak ditakdirkan untuk berjalan sendirian tetapi berjalan bersama sama saudara saudari seiman. 

Ayat perenungan kami diambil dari kitab Yesaya 30:15 “Sebab beginilah Firman Tuhan Allah, Yang Mahakudus, Allah Israel: “Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu” 

Sesi sharing ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Marta Castillo dan Noel Santiago dimana saat itu kami menerima peneguhan bahwa Tuhan melihat kita dimana kita berada, angin berhembus pada saat itu juga menjadi pertanda bahwa Ia ingin menghembuskan sukacitanya bagi kita semua, sukacita-Nya sanggup menaklukan setiap badai dalam kehidupan kita.  

Setelah beberapa update pekerjaan dari Pelayan Eksekutif kita Stephen Kriss (yang ternyata berulang tahun hari itu juga), kami mengadakan beberapa aktivitas yang menarik, diantaranya permanan “Disk Golf” dipimpin oleh Randy Heacock, prakarya membuat Mosaic dari Keramik dipimpin oleh Emily Ralph Servant dan membuat es teler ala Indonesia dipimpin oleh Cindy Angela. 

Setelah semuanya selesai, kami saling berkoordinasi dan berpisah kembali kerumah kami masing masing tentunya dengan sebuah harapan dan energi yang baru untuk kembali melayani Tuhan dengan sukacita-Nya yang turun dari surga untuk kita semua yang percaya. 

PS: Terima kasih untuk Plains Mennonite Church yang menyediakan pavilion outdoornya untuk pertemuan kami. 

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual, Mosaic Staff

Hidup ini adalah Kesempatan

February 4, 2021 by Cindy Angela

Hidup ini adalah kesempatan, 
hidup ini untuk melayani Tuhan
Jangan sia-siakan waktu yang Tuhan beri
Hidup ini hanya sementara

Mungkin banyak dari kita mengenal lagu “Hidup ini adalah kesempatan”. Lagu ini cukup populer di kalangan umat Kristen di Indonesia. Tetapi mungkin sedikit orang yang mengenal nama  Pendeta Wilhelmus Latumahina, beliau adalah penyanyi dan pencipta dari lagu tersebut.  Meski beliau telah tutup usia di tahun 2020 kemarin, tetapi lagunya akan terus tetap memberkati banyak  orang. 

Ditengah pandemi COVID-19, kehidupan adalah sebuah anugerah, jika Tuhan masih memberikan kita kesempatan untuk hidup, bahkan kesempatan untuk melayani Tuhan dan sesama kita, ini adalah sebuah hak istimewa.

“Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi. – Pengkotbah 9:10 

Foto Jemaat ILC Sesudah Ibadah

Hari Minggu kemarin, tanggal 31 January 2021, Indonesian Light Church Philadelphia merayakan hari ulang tahunnya yang ke 9 tahun. Ulang tahun kali ini dirayakan dengan suasana yang sangat berbeda dari ulang ulang tahun sebelumnya. Meski tanpa acara makan makan yang mewah dikarenakan protokol kesehatan, dan beberapa jemaat hadir secara online, perasaan bersyukur yang mendalam akan Kasih Karunia Tuhan dan juga atas kasih persaudaraan antar jemaat membuat suasana ulang tahun kali ini begitu berarti.

Ps. Steve Kriss (Pelayan Eksekutif, Konferensi Mosaic) membagikan firman Tuhan di ILC.

Dalam kotbah yang dibawakan oleh Pendeta Steve Kriss, Eksekutif Minister, Mosaic Mennonite Conference, beliau menyebutkan bahwa ada sebuah keistimewaan dalam gereja kecil. ILC adalah sebuah keluarga, keluarga dimana setiap anggota anggotanya bekerja sama dalam membangun hidup bersama, memberi warna, dan mengikuti Yesus bersama sama. 

Bapak Robi, salah satu jemaat ILC, bersaksi bahwa ketika rumahnya terkena musibah kebakaran, ILC hadir sebagai keluarga bagi mereka. “Meski bukan saudara sedarah, tetapi kita semua disatukan oleh satu Darah Yesus yang menjadikan kita saudara.” 

Sharing daripada Bapak Robi (kiri), dan Ibu Bina (kanan).

“Tentunya dalam kehidupan berjemaat tidak lepas dari apa dinamakan suka dan dukanya, bahkan mungkin lebih banyak dukanya, tetapi ketika melihat ada jiwa jiwa bertemu dengan Tuhan dan mengalami perubahan hidup seakan akan dukacita tersebut lenyap dan diganti oleh rasa sukacita yang besar,” ujar Ibu Bina salah satu perintis dari jemaat ILC. 

Gereja sehat adalah gereja yang bertumbuh, baik secara kualitas maupun kuantitas. Mengucap syukur bahwa ILC bisa semakin solid, terbukti bisa melewati tahun 2020 dengan baik dan memasuki tahun 2021 dengan penuh harapan. 

Penyerahan Anak Asher Jermaine yang dipimpin oleh Ps. Aldo Siahaan (PPC)

Ibadah dilanjutkan dengan acara penyerahan anak yang dipimpin oleh Pastor Aldo Siahaan selaku leadership minister di ILC. Selain itu juga ILC kedatangan satu jiwa baru, Ia seorang warga negara Amerika yang pernah tinggal di Indonesia dan begitu rindu akan budaya Indonesia, ketika melihat ibadah online ILC, Ia memutuskan untuk pergi beribadah bersama sama kami. 

Kita tidak pernah tahu kapan Tuhan memanggil kita untuk naik ke surga, tetapi kita perlu tahu panggilan Tuhan buat kita di dunia ini. Kita dipanggil dan diberi kesempatan melayani Tuhan dan melayani sesama. Apa yang ada “ditangan” bapa ibu saudara saat ini? Saya percaya kita adalah bagian dari keluarga rohani, tubuh Kristus, dan ini adalah sebuah kesempatan istimewa bagi kita semua.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual, Indonesian Light Church

Pentingnya Komunitas Gereja dalam Melewati Badai COVID-19

January 28, 2021 by Cindy Angela

Gereja bukanlah sebuah gedung, gereja adalah ekklesia,  kumpulan orang orang percaya, tubuh Kristus yang hadir ditengah tengah kita semua. Dikala hampir semua gedung gereja tutup karena pandemi, tetapi gereja tetap hidup di tengah tengah komunitas orang percaya. 

Foto dari Graciella Odellia (NWC) yang membagikan makanan pokok di South Philadelphia dimasa pandemi.

Gereja sebagai komunitas begitu menjawab kebutuhan sehari hari jemaat, khususnya di tengah tengah pandemi. Mulai dari pengiriman bahan bahan makanan pokok, sharing makanan, sharing obat-obatan dan vitamin,  sampai dengan pengantaran ke rumah sakit. Gereja ada dan menjawab kebutuhan hampir di setiap aspek kehidupan. 

Tentunya berkumpul dan makan bersama-sama adalah hal yang sama sama kita rindukan sebagai tubuh Kristus. Bersyukur buat kemajuan teknologi, akses internet cepat dan banyaknya platform media yang bisa digunakan untuk bisa membuat yang jauh menjadi dekat terasa sekali di tengah tengah pandemi ini. 

Memang pada awalnya tidak mudah untuk menyesuaikan tetapi lama kelamaan atas dasar kebutuhan komunikasi digital online menjadi sebuah kebutuhan pokok yang utama. Facebook, Instagram, Whatsapp, Twitter, Email, Zoom, dll menjadi sarana komunikasi yang cukup efektif. Kita menjadi terbiasa membawa rumah kita kemana saja kita melakukan meeting secara online. 

Maraknya meeting online, salah satunya adalah pertemuan konferensi Mosaic bulan November 2020.

Dalam tragedi ternyata ada kesempatan, kesempatan untuk bertumbuh menjadi orang yang lebih baik, kesempatan bertumbuh menjadi komunitas dan gereja yang lebih baik lagi. 

Tidak dipungkiri bahwa pandemi berdampak signifikan dalam hidup kita, beberapa dari kita kehilangan keluarga, orang-orang terdekat kita, banyak orang kehilangan pekerjaan dan harus mengandalkan tabungan mereka yang semakin hari semakin menipis, karena tidak semua dari kita mendapat stimulus dari pemerintah. 

Kadang menjadi pertanyaan kapan semua ini akan berakhir? Meski vaksin sudah tersedia, tampaknya masih harus menunggu cukup lama sampai semuanya kembali normal kembali. Disinilah peran gereja menjadi penting untuk berjalan bersama sama dengan orang orang yang memerlukan pertolongan, membantu, memberi semangat, dukungan doa, dan pada akhirnya memberi harapan bagi mereka yang sudah tidak memiliki harapan lagi. 

Setiap sebulan sekali kami para hamba hamba Tuhan gereja gereja Indonesia di bawah Mosaic Mennonite Conference mengadakan pertemuan dimana kami bisa saling share satu sama lain, saling mendukung satu sama lain melalui zoom online. Kami sadar bahwa di tengah tengah pandemi kehadiran kami sebagai pelayan Tuhan sangat penting dalam komunitas gereja yang kami pimpin,  Tetapi di sisi lain kami pun sadar bahwa kami adalah manusia biasa yang juga memiliki pergumulan kami tersendiri. Ada ayat Firman Tuhan yang menguatkan kami semua dalam pertemuan pada waktu itu, diambil dari Roma 5:3-6. 

Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan  kita , karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.  Dan pengharapan   tidak mengecewakan, karena kasih  Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka  pada waktu yang ditentukan oleh Allah.

Roma 5:3-6

Saya mau mengajak kita semua sebagai komunitas gereja, mari kita ciptakan sebuah ruang dimana kita bisa saling berbagi beban kita khususnya dalam menghadapi pandemi ini. Karena dalam berbagi pergumulan, kita bukan saja sedang berbagi beban kita tetapi kita sedang memulai proses pemulihan dari setiap trauma yang kita alami di dalam ini. Mari jadikan komunitas gereja sebuah tempat yang aman untuk berbagi bukan saja makanan, bantuan, sumber daya lain, tetapi juga berbagi cerita, pergumulan, dan pengalaman kita dalam menjalani kehidupan ini bersama sama dengan Tuhan.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Apa arti sebuah nama?

December 30, 2020 by Cindy Angela

Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi – William Shakespears 

Tentunya nama memiliki arti, karena nama menyingkapkan identitas kita. Mengapa nama yang tepat begitu penting? Apakah identitas akan berubah ketika nama berganti? Konfusius berkata Permulaan kebijaksanaan adalah memberi nama yang benar terhadap sesuatu. 

Pada tahun 1967 di negara dimana saya dilahirkan, Indonesia. Pemerintah Indonesia menganjurkan semua orang keturunan Tionghoa (Chinese-Indonesia) untuk mengganti nama mereka dengan nama Indonesia. Meskipun hal ini berupa anjuran namun sebenarnya ini merupakan salah satu bentuk asimilasi paksa untuk menghilangkan identitas etnis Tionghoa. Kebanyakan keluarga Chinese-Indonesia sampai pada hari ini memiliki dua nama, nama yang dipakai di dalam keluarga dan nama yang dipakai untuk keperluan identifikasi sebagai warga negara. 

Asimilasi budaya terjadi di seluruh bagian dunia hingga hari ini. Orang tua saya memberi nama saya Hendy, diambil dari nama kedua kakek saya Hendrik dan Eddy, yang adalah tipikal nama Eropa. Hanya nama belakang saya saja yang berasal dari nama suku Ambon, etnis dimana keluarga ayah saya berasal. 

Saya mengakui bahwa saya pernah malu pada nama belakang saya. Hal itu membuat saya tidak pernah menggunakan nama tersebut, saya merasa itu terlalu etnik dan berbeda, tidak seperti nama nama Indonesia atau nama nama barat lainnya yang lebih umum. Sehingga akhirnya saya memakai nama tengah saya, Stevan, namanya lebih Eropa, sehingga lebih diterima secara budaya.  

Setelah saya belajar mengenai studi interkultural saya merasa saya harus kembali menggunakan nama keluarga saya. Saya merasa mendapat pewahyuan untuk menggunakan nama belakang saya. Saya percaya nama saya memiliki cerita dan seiring berjalannya waktu saya ingin mengetahui lebih banyak tentang cerita itu. 

Persatuan bukanlah penyeragaman, dan keunikan bukanlah perpecahan. Meski pengaruh budaya dominan begitu besar. Saya percaya Tuhan ciptakan kita unik, dan kita tidak perlu mengikuti budaya dominan melainkan berubah kembali menjadi seperti gambaran-Nya. Dan saya percaya Tuhan menentang penyeragaman dan etnosentrisme. Tidak ada budaya atau etnis yang lebih baik dari yang lain. Kita semua memiliki kecacatan dan keindahan yang setara.

“Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi.” – Kejadian 11:4

Tuhan meruntuhkan menara Babel dan mencerai beraikan mereka,  karena mereka ingin membuat masyarakat seperti gambaran mereka sendiri, sesuai standard mereka, mereka bangga dan ingin memberi nama untuk mereka sendiri. Sehingga dibutuhkan kuasa penebusan Yesus Kristus di kayu salib untuk akhirnya menyelamatkan manusia dari kesombongan ini dan kuasa Roh Kudus yang memampukan kita untuk berkomunikasi lintas budaya. 

Persoalan nama juga tercatat di perjanjian lama, Hananiah, Mishael, dan Azaria harus mengganti nama Ibrani mereka dengan nama Chaldean, Sadrach, Meshach, dan Abednego. Bahkan dalam perjanjian baru adalah umum jika orang Yahudi memiliki dua nama, satu nama Ibrani dan satu nama Yunani. Pada kenyataanya Rasul Paulus tidak menggantinya, Saulus adalah nama Ibrani sedangkan Paulus adalah nama Yunani. 

“Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya.” – Wahyu 2:17

Ketika saya menyiapkan artikel ini saya melakukan pencarian arti dari nama belakang saya. Sebelumnya saya tidak tahu apa arti kata Matahelemual. Tidak mudah untuk mencari jawabanya. Saya harus mencari tahu kepada saudara saya yang mengerti bahasa Ambon, Akhirnya setelah mendapatkan jawaban yang pasti, nama Matahelemual berarti Pintu yang terbuka. Saya bersyukur saya merasa seperti Tuhan memberikan saya sebuah nama yang baru. 

Ada dua nama, nama yang diberikan oleh manusia dan nama yang diberikan oleh Tuhan. Nama yang diberikan oleh Tuhan adalah nama yang akan mengarahkan kita kepada janji-Nya. Tuhan mengganti nama Abram menjadi Abraham, Sarai menjadi Sarah, Yakub menjadi Israel, dan Simon menjadi Petrus. Dan melalu nama itu Tuhan memberikan awal yang baru, harapan baru dan berkat yang baru. Nama adalah sebuah doa. Apa arti nama anda?

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Hendy Matahelemual

Siapa yang Menabur, ia akan Menuai

December 10, 2020 by Cindy Angela

“Siapa yang menabur, ia akan menuai” ucap Pastor Buddy Hananto, ketika ia bercerita mengenai suka dan duka dalam melayani dan bagaimana Tuhan begitu ajaib membawa kehidupan pribadi, keluarga dan pelayanan semakin bertumbuh di dalam Tuhan. 

Foto disediakan oleh Buddy Hananto

Pastor Buddy Hananto lahir dan besar di kota Jakarta. Ia memulai pelayanan di gereja dan aktif di pergerakkan pemuda sejak kelas 3 SMA bersama GPKDI, dimana ia melayani disekolah-sekolah. Ketika menginjak bangku kuliah Pastor Buddy sudah memulai pelayanan mimbar di cabang cabang gereja GPKDI yang tersebar di kota Jakarta dan Tangerang. 

Pada tahun 1992 kedua orangtua Pastor Buddy mendapatkan lotere green card untuk tinggal di  Amerika Serikat. Pada pada tahun itu beliau pergi ke Amerika Serikat ke negara bagian California bersama kedua orang tuanya. 

Sesampainya di California, Pastor Buddy kembali melayani ia bertemu dengan Pastor Virgo Handojo dimana ia dimentori oleh beliau dan bersama sama melayani di JKI Anugerah. Karena sudah cukup berpengalaman dalam pelayanan Pastor Buddy sering ditugasi untuk mengisi pelayanan mimbar di gereja gereja lain. 

Pada tahun 1995 beliau diutus untuk merintis persekutuan bersama Pastor Haryono Margono yang kemudian persekutuan tersebut berkembang menjadi Indonesian Mennonite Church. Pada tahun 1996 Pastor Haryono Margono mengundurkan diri dan Pak Buddy Hannanto ditunjuk menjadi gembala sidang dan setahun setelahnya Pastor Buddy ditahbiskan oleh Pacific SouthWest Mennonite Conference. Indonesian Mennonite Church kemudian berganti nama menjadi Indonesian Worship Church pada tahun 2000. 

Dalam kepemimpinan Pastor Buddy, Indonesian Worship Church berkembang dari gereja yang hanya melayani orang Indonesia menjadi gereja yang melayani orang orang non-Indonesia, sehingga akhirnya pada tahun 2016 Indonesian Worship Church berganti nama menjadi International Worship Church. Pada Tahun 2019 Pastor Buddy di ordain oleh Franconia Mennonite Conference yang sekarang menjadi Mosaic Mennonite Conference. 

Foto disediakan oleh Buddy Hananto

“Pelayanan adalah anugerah dan kesempatan, membangun mahkota di surga.” Sejak tahun tahun 2004 Pastor Buddy telah bekerja sepenuh waktu untuk  gereja. Kegiatan yang beliau lakukan di gereja adalah melayani pada hari minggu, cell-group dan Bible study di hari biasa dan membantu jemaat. Hari biasa Pak Buddy siap untuk melayani jemaat pergi ke kantor imigrasi, pergi ke dokter,dll. “Panggilan seorang hamba Tuhan melayani etnik church akan lebih banyak tuntutan melayani kepada jemaat , bukan hanya berkotbah di mimbar tetapi lebih dari itu jemaat menggangap kita keluarga.” Tidak jarang bahkan Pastor Buddy diminta tolong oleh jemaat dari gereja lain, tentunya atas persetujuan gembala gereja tersebut. 

“Kalau kita sungguh dalam pelayanan, orang yang kita layani akan mencintai kita, Pelayanan dilakukan dengan sungguh hati, sukacita dan tidak hitung hitungan. Hasilnya bisa dilihat buah buahnya bisa dinikmati hari ini, baik pertumbuhan dan kesungguhan jemaat dalam melayani, “, Ucap Pastor Buddy. 

“Kita harus serupa seperti Kristus, menjadi orang Kristen yang memiliki buah-buah roh dan bukan karunia roh saja, Karunia tanpa buah roh adalah sementara, ini yang akan membuat orang menjadi kecewa sama pelayanan, tetapi jika kita mengejar buah buah roh hasilnya akan tetap”

Sekarang Pastor Buddy sedang mengambil sekolah untuk mendapatkan gelar Doctor of Ministry dimana ini merupakan cita cita beliau sejak pertama kali menginjakkan kaki di Amerika Serikat. “Kali ini Tuhan memberikan kesempatan bagi saya untuk sekolah, saya tidak mau mundur,saya mau maju terus dan mengambil kesempatan itu ” ucap Pastor Buddy. 

Pastor Buddy tinggal di Al Hambra, California, Ia menikah dengan Susy Hananto dan dikarunia dua orang anak, Jason dan Rachel. Disela-sela kesibukan beliau memiliki hobi olahraga lari untuk menjaga kebugaran tubuh.

Filed Under: Articles Tagged With: Buddy Hananto, Hendy Matahelemual

Melihat dengan Kacamata Baru

September 24, 2020 by Cindy Angela

oleh Hendy Matahelemual, Indonesian Light congregation (Philadelphia, PA)

Saya ingat ketika saya masih kecil, saya ingin sekali memakai kacamata. Saya sering bermain dengan kacamata orangtua saya, memakainya, dan tentu saja saya tidak bisa melihat jelas.  Orang tua saya melarang saya bermain dengan kacamata mereka. Tetapi saya merasa keren ketika memakainya.  Kedua orang tua saya memakai kacamata, dan beberapa teman saya di sekolah juga ada memakai kacamata. Bagi saya Kacamata adalah sesuatu yang keren. Karena itulah saya sedikit kecewa ketika mengetahui bahwa penglihatan saya baik-baik saja, 20/20 dan saya tidak memerlukan kacamata. Hal ini tentunya terjadi sudah lama sekali. 

Visi 20/20 adalah suatu istilah yang menyatakan penglihatan yang normal  (kejelasan atau ketajaman dari penglihatan) diukur pada jarak 20 kaki. Oleh sebab itu ketika memasuki tahun 2020 saya cukup bersemangat karena dalam iman saya percaya Tuhan mau menyatakan “Visi yang sempurna” kepada saya, tetapi semangat itu berubah setelah terjadi pandemik. Sekarang 6 bulan telah berlalu, dan melihat visi dari Tuhan hari lepas hari tidaklah begitu mudah, atau mungkinkah yang  kita perlukan sekarang adalah melihat dengan kacamata yang baru? 

Apa yang menjadi visi Tuhan bagi saya di tahun 2020? Penulis Amsal berkata, “Ketika tidak ada visi maka orang binasa” (Amsal 29:18). Saya sering berdoa, “Tuhan saya ingin melihat seperti Engkau melihat, merasa seperti Engkau merasa” Terkadang saya mendapatkan pewahyuan tetapi terkadang juga tidak. Tetapi satu hal yang pasti terjadi, Tuhan selalu memberi saya kacamata yang baru, Dia selalu memperlihatkan kepada saya sudut pandang yang baru. 

Tidak ada yang bisa menebak tahun 2020 akan seperti ini, pandemik, perang, kebrutalan polisi, ketidakadilan rasial, kebakaran hutan, badai, gempa bumi, krisis ekonomi dan masih banyak lagi. Tidak ada yang bisa melihat bahwa ini akan terjadi, tetapi apakah semua ini adalah hal yang baru? 

Pengkhotbah 1:9 menulis, “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.” Mungkin ini benar, tidak ada sesuatu yang baru, atau mungkin alasan mengapa kita tidak bisa melihatnya adalah karena kita memilih untuk tidak melihatnya. 

Setiap aspek kehidupan manusia mengalami kejatuhan. Di tengah-tengah koneksi internet cepat 5G, manusia masih tetap lambat dalam hal memaafkan dan melupakan. Kebanyakan manusia masih memilih melakukan pembalasan daripada memberikan pipi lainnya. Sepertinya keempat penunggang kuda dalam kitab wahyu sudah begitu dekat. 

Teman saya berkata, di saat-saat ini dia bisa lebih mengerti mengenai ungkapan “ketidaktahuan adalah kebahagiaan”. Akan lebih mudah bagi kita untuk mengenakan kacamata kenyamanan kita daripada menggunakan kacamata kenyataan yang memperlihatkan kekacauan ini. Tuhan ingin kita memiliki “Visi yang sempurna” ini, melihat dunia sebagai sebuah kekacauan besar, kekacauan yang hanya bisa Tuhan Yesus sembuhkan (baik dalam Roh maupun melalui kedatangan-Nya yang kedua kali). Seperti perkataan teman saya, “There is no Messiah without a mess”. 

Melihat dengan kacamata yang baru artinya kita melihat realita sebagaimana adanya, menerima sepenuhnya rasa sakit, rasa takut, pergumulan, dan penderitaan seutuhnya sebelum menyerahkannya kepada Tuhan. Terkadang melihat dengan “Visi yang sempurna” artinya kita melihat dengan penglihatan yang kabur dan tidak jelas, karena ada air mata.  Air mata ini menetes karena pada akhirnya kita merasakan rasa sakit, pergumulan dan perjuangan di dalam kemanusiaan kita. Terkadang melihat dengan kacamata yang baru adalah melihat dengan mata yang bersedih. Seperti Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang berdukacita  karena mereka akan dihibur.” (Matius 5:4)

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: blog, Hendy Matahelemual, Indonesian, staff blog

Apa bendera Anda?

August 20, 2020 by Conference Office

Hendy Matahelemual

Bendera Indonesia dikibarkan di sebuah rumah di Philly Selatan pada tanggal 17 Agustus, Hari Kemerdekaan Indonesia.

Saya memiliki kewarganegaraan Indonesia, Bendera negara saya adalah “bendera merah putih”. Bendera Ini memiliki dua warna sederhana dengan dua gabungan warna horisontal, merah dan putih. Diperkenalkan dan dikibarkan didepan umum pertama kali 75 tahun di pada waktu proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, di jalan proklamasi 56 di Jakarta.

Saya pernah menjadi anggota pasukan pengibar bendera ketika masih di duduk di bangku SMA, saya masih ingat 17 Agustus adalah hari yang paling penting bagi kami. Hari itu pasukan kami memiliki satu pekerjaan yang harus dilakukan, menaikkan bendera sebagai bagian dari upacara untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia

Pada waktu itu saya belum menjadi bagian dari Mennonite, orang tua saya tidak mengajari saya nilai Anabaptisme, pemisahan gereja dari negara, dan cara non-kekerasan. Hanya setelah saya mendapatkan pewahyuan tentang Anabaptisme, barulah saya menemukan makna yang baru tentang hari kemerdekaan dan juga makna yang baru dalam melihat sebuah bendera.

Bendera nasional adalah simbol patriotik, yang sering diasosiasikan dengan militer oleh karena asal-usul penggunaannya. Tetapi sebagai pengikut Kristus, kita tahu bahwa identitas kita sebagai anak Allah berada diatas setiap bendera dan lembaga pemerintah. Kita tidak perlu mengambil kebanggaan pada identitas nasional kita sendiri, kita tidak perlu untuk membuat negara kita  hebat, kita tidak perlu untuk mengucapkan janji setia kita kepada bendera, umat Kristen adalah umat Allah,  bangsa yang Kudus, tetapi memang kita benar-benar perlu saling bekerja sama, bukan bersaing, bekerja sama lintas negara dan lintas batas politik.

Mungkin satu-satunya hal yang saya bisa nikmati dalam hal kompetisi antara negara dan kebangsaan adalah Piala Dunia Sepakbola FIFA. Saya masih ingat menonton dengan ayah dan paman-paman saya ketika saya masih anak kecil. Keluarga kami tidak pernah melewatkan acara Piala Dunia, dan hal pertama yang saya perhatikan ketika menonton di televisi adalah melihat setiap bendera tim nasional dengan beranekaragam warna yang ada. Tim favorit saya dari dulu sampai hari ini adalah Belanda dan Argentina, dan saya ingat sekali sejak kecil warna bendera mereka.

Berbicara tentang bendera, Alkitab pernah menyebutkan hal ini, kita dapat menemukannya dalam kitab Keluaran. Pada waktu itu Musa sedang membangun mezbah bagi Allah, dan Ia menamai mezbah itu, “Tuhanlah panji-panjiku atau Yehova Nissi. Mungkin itu hanya sebuah nama tetapi pikiran saya bertanya-tanya seperti apa sebenarnya Panji atau Bendera Tuhan itu. Sejujurnya, saya tidak tahu, tapi saya akan berpendapat bahwa itu bukan “bendera merah putih”, itu bukan “bintang dan garis”, bendera Union Jack, atau bahkan bendera Sion.  Saya percaya bendera Allah harus menyatukan kita sebagai pengikut Kristus dan tidak memisah-misahkan kita. Bendera Tuhan harus mewakili kemenangan kita melawan pemerintah dan penguasa dunia yang gelap ini dan juga kemenangan rohani dari kejahatan.

Saya percaya darah Yesus adalah salah satu-satunya bendera spiritual yang dapat menyatukan kita. Bendera ini tidak terbuat dari kain dan bendera ini akan memberi kita kemenangan dari dosa dan kematian. Bendera inilah yang dapat memenangkan dan menjangkau orang dari negara yang liberal, kapitalis, dan komunis, melintasi benua dan batas geografis terlepas dari kewarganegaraan dan kebangsaan Anda. Dan jika kita membawa bendera ini dalam iman kita, sebagai pengikut Kristus, kita akan menjadi saksi Tuhan yang efektif dalam melakukan transformasi untuk hidup orang lain yang mana secara bersamaan, hidup kita juga diubahkan oleh Tuhan.

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Hendy Matahelemual, intercultural

  • « Go to Previous Page
  • Go to page 1
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 6
  • Go to page 7
  • Go to page 8
  • Go to page 9
  • Go to Next Page »

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use