• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • 繁體中文 (Cina)
  • English (Inggris)
  • Việt Nam (Vietnam)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia

Blog

Sebagai seorang pemimpin, saya dicobai

November 30, 2023 by Cindy Angela

by Hendy Matahelemual

Sebuah gereja meminta saya untuk berkotbah sebagai bagian dari rangkaian khotbah tentang para nabi. Pada minggu yang dijadwalkan, nabi yang diangkat adalah Yesus. Ketika saya berdoa mengenai apa yang harus dibagikan, saya merasa Roh Kudus menginginkan saya untuk berbicara tentang bagaimana memimpin seperti Tuhan Yesus. Saya terkejut. “Kalau bisa topik lain saja jangan kepemimpinan,” pikir saya.

Kepemimpinan adalah salah satu topik yang paling sulit bagi saya cukup sulit untuk dibagikan. Mungkin ini karena saya kesulitan dengan rasa percaya diri saya sendiri. Karena jujur terkadang saya merasa tidak menjadi pemimpin yang baik.

Tetapi Buku Henry Nouwen, “In the Name of Jesus: Reflections on Christian Leadership,” memberi saya semangat. Nouwen menulis bahwa seorang pemimpin cenderung untuk menjadi relevan, spektakuler, dan berkuasa. Dalam peran kepemimpinan saya, saya cenderung mencoba menjadi segalanya bagi semua orang. Terutama dalam komunitas imigran, peran seorang pastor tidak terbatas pada berkotbah dan memimpin studi Alkitab. Kami diharapkan menjadi lebih dari itu: tukang, sopir, penerjemah, penasihat hukum, agen real estat, dan hotline darurat dan informasi 24/7. Komunitas mungkin memiliki harapan yang tidak realistis. Jika kita tidak berhati-hati, kelelahan dan depresi sudah mengintai.

Ketika Yesus dicobai di padang gurun, setan mencoba membuatnya menggunakan kuasanya untuk alasan yang salah. Saya pikir setan menggunakan trik yang sama pada pemimpin hari ini. Saya telah terjebak dalam perangkap “relevansi” karena saya ingin diakui sebagai seorang pastor yang membantu orang. Ada dorongan di dalam diri saya untuk menjadi berguna bagi jemaat, konferensi, dan komunitas saya.

Tidak ada yang salah dengan membantu memenuhi kebutuhan orang. Tetapi motifnya haruslah kasih yang tulus, bukan keinginan untuk mengesankan orang lain atau mengisi kekosongan dalam hati kita. Memenuhi kebutuhan dunia mungkin memecahkan masalah segera tetapi tidak memenuhi kebutuhan manusia yang paling dalam: kasih Tuhan.

“Kasih Tuhan dapat diwujudkan melalui hubungan personal,” tulis Nouwen. “Kita hidup dalam budaya di mana segalanya diukur dari hasil, prestasi, dan angka, tetapi ada kurangnya penekanan pada hubungan, rekonsiliasi dan koneksi. Sebagai pemimpin, kita perlu menjadi tidak relevan dengan budaya ini dengan menjadi rentan sebagai individu yang juga membutuhkan kasih dari Tuhan dan perhatian dari komunitas.”

Cobaan berikutnya adalah menjadi spektakuler. Di Indonesia, saya bekerja sebagai seorang pastor di sebuah gereja besar. Kami memiliki rata-rata kehadiran lebih dari 2.000 orang dan sekitar 40 staf. Setiap tahun, kami membaptis sekitar 100 orang.

Ketika saya pindah ke Amerika Serikat, segalanya berubah. Saya menjadi pastor di sebuah jemaat kecil. Pada satu titik, kami hanya memiliki kurang dari sepuluh orang dalam ibadah Minggu kami. Saya harus bekerja dua atau bahkan tiga pekerjaan untuk mendukung pelayanan saya. Dalam tiga tahun pertama, kami membaptis tiga orang. Istri saya dan saya merasa seperti gagal. Teman-teman di tanah air bertanya mengapa kami membuang waktu dan energi kami. Mereka mengatakan kami seharusnya kembali ke Indonesia.

Kami senang kami tetap tinggal. Saya belajar banyak memimpin jemaat kecil. Jemaat melihat saya seperti apa adanya. Saya tidak bisa bersembunyi di belakang mimbar di panggung besar, di luar jangkauan. Orang lain melihat kerentanan saya dan hidup kita menjadi terkait. Jemaat melihat perjuangan kita dalam pernikahan, menjadi orang tua, dan mencari nafkah. Pada awalnya, ini tampak seperti kelemahan. Tetapi kita tumbuh untuk memahaminya sebagai berkat. Orang lain mencintai kita seperti kita.

Nouwen mengatakan seorang pemimpin membutuhkan orang sebanyak yang mereka butuhkan pemimpin. Saya mencoba tumbuh sebagai pemimpin sambil dipimpin oleh orang lain, dan memimpin seperti Yesus dengan tidak tunduk pada godaan untuk menjadi relevan, spektakuler, atau berkuasa. Saya berharap kita semua bisa belajar dari teladan Tuhan Yesus, Tuhan memberkati kita semua.

A version of this article originally appeared in Anabaptist World and is reprinted with permission.


Hendy Matahelemual

Hendy Matahelemual is the Associate Minister for Community Engagement for Mosaic Conference. Hendy Matahelemual was born and grew up in the city of Bandung, Indonesia. Hendy lives in Philadelphia with his wife Marina and their three boys, Judah, Levi and Asher.

Filed Under: Articles, Blog, Blog Tagged With: Hendy Matahelemual

Apa arti sebuah nama?

December 30, 2020 by Cindy Angela

Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi – William Shakespears 

Tentunya nama memiliki arti, karena nama menyingkapkan identitas kita. Mengapa nama yang tepat begitu penting? Apakah identitas akan berubah ketika nama berganti? Konfusius berkata Permulaan kebijaksanaan adalah memberi nama yang benar terhadap sesuatu. 

Pada tahun 1967 di negara dimana saya dilahirkan, Indonesia. Pemerintah Indonesia menganjurkan semua orang keturunan Tionghoa (Chinese-Indonesia) untuk mengganti nama mereka dengan nama Indonesia. Meskipun hal ini berupa anjuran namun sebenarnya ini merupakan salah satu bentuk asimilasi paksa untuk menghilangkan identitas etnis Tionghoa. Kebanyakan keluarga Chinese-Indonesia sampai pada hari ini memiliki dua nama, nama yang dipakai di dalam keluarga dan nama yang dipakai untuk keperluan identifikasi sebagai warga negara. 

Asimilasi budaya terjadi di seluruh bagian dunia hingga hari ini. Orang tua saya memberi nama saya Hendy, diambil dari nama kedua kakek saya Hendrik dan Eddy, yang adalah tipikal nama Eropa. Hanya nama belakang saya saja yang berasal dari nama suku Ambon, etnis dimana keluarga ayah saya berasal. 

Saya mengakui bahwa saya pernah malu pada nama belakang saya. Hal itu membuat saya tidak pernah menggunakan nama tersebut, saya merasa itu terlalu etnik dan berbeda, tidak seperti nama nama Indonesia atau nama nama barat lainnya yang lebih umum. Sehingga akhirnya saya memakai nama tengah saya, Stevan, namanya lebih Eropa, sehingga lebih diterima secara budaya.  

Setelah saya belajar mengenai studi interkultural saya merasa saya harus kembali menggunakan nama keluarga saya. Saya merasa mendapat pewahyuan untuk menggunakan nama belakang saya. Saya percaya nama saya memiliki cerita dan seiring berjalannya waktu saya ingin mengetahui lebih banyak tentang cerita itu. 

Persatuan bukanlah penyeragaman, dan keunikan bukanlah perpecahan. Meski pengaruh budaya dominan begitu besar. Saya percaya Tuhan ciptakan kita unik, dan kita tidak perlu mengikuti budaya dominan melainkan berubah kembali menjadi seperti gambaran-Nya. Dan saya percaya Tuhan menentang penyeragaman dan etnosentrisme. Tidak ada budaya atau etnis yang lebih baik dari yang lain. Kita semua memiliki kecacatan dan keindahan yang setara.

“Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi.” – Kejadian 11:4

Tuhan meruntuhkan menara Babel dan mencerai beraikan mereka,  karena mereka ingin membuat masyarakat seperti gambaran mereka sendiri, sesuai standard mereka, mereka bangga dan ingin memberi nama untuk mereka sendiri. Sehingga dibutuhkan kuasa penebusan Yesus Kristus di kayu salib untuk akhirnya menyelamatkan manusia dari kesombongan ini dan kuasa Roh Kudus yang memampukan kita untuk berkomunikasi lintas budaya. 

Persoalan nama juga tercatat di perjanjian lama, Hananiah, Mishael, dan Azaria harus mengganti nama Ibrani mereka dengan nama Chaldean, Sadrach, Meshach, dan Abednego. Bahkan dalam perjanjian baru adalah umum jika orang Yahudi memiliki dua nama, satu nama Ibrani dan satu nama Yunani. Pada kenyataanya Rasul Paulus tidak menggantinya, Saulus adalah nama Ibrani sedangkan Paulus adalah nama Yunani. 

“Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya.” – Wahyu 2:17

Ketika saya menyiapkan artikel ini saya melakukan pencarian arti dari nama belakang saya. Sebelumnya saya tidak tahu apa arti kata Matahelemual. Tidak mudah untuk mencari jawabanya. Saya harus mencari tahu kepada saudara saya yang mengerti bahasa Ambon, Akhirnya setelah mendapatkan jawaban yang pasti, nama Matahelemual berarti Pintu yang terbuka. Saya bersyukur saya merasa seperti Tuhan memberikan saya sebuah nama yang baru. 

Ada dua nama, nama yang diberikan oleh manusia dan nama yang diberikan oleh Tuhan. Nama yang diberikan oleh Tuhan adalah nama yang akan mengarahkan kita kepada janji-Nya. Tuhan mengganti nama Abram menjadi Abraham, Sarai menjadi Sarah, Yakub menjadi Israel, dan Simon menjadi Petrus. Dan melalu nama itu Tuhan memberikan awal yang baru, harapan baru dan berkat yang baru. Nama adalah sebuah doa. Apa arti nama anda?

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Hendy Matahelemual

5 Cara Mengalahkan Kejenuhan Virtual untuk Musim Liburan

December 10, 2020 by Cindy Angela

Saya memiliki sebuah pengakuan. Meski saya merasa diberkati dengan teknologi yang dapat kita gunakan di tengah pandemi ini, ada lebih dari satu kali  saya berpikir, “Jangan pertemuan zoom lagi!” 

Pertemuan Zoom sering membosankan. Orang-orang cenderung tidak bersemangat atas pertemuan virtual. Tapi apakah selalu harus seperti itu? Saya percaya bahwa Tuhan telah menantang kita tahun ini untuk keluar dari zona nyaman kita. Kita perlu cara-cara kreatif untuk merayakan hadiah dan bersama-sama dengan aman.

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,  sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak  Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (Roma 12:2 TB)”

Sudah waktunya untuk mematahkan stigma pertemuan virtual. Berikut adalah beberapa cara kreatif untuk membuat pertemuan virtual Anda lebih menyenangkan dan bermakna selama musim liburan ini:

1. Liburan Natal Virtual

Sebelum rapat, mintalah para peserta untuk mencari gambar tempat yang selalu ingin mereka kunjungi. Ajak mereka untuk mengubah latar belakang virtual mereka menjadi tempat liburan impian mereka. (Anda bahkan dapat berdandan!) Selama pertemuan, setiap orang bergantian menebak “di mana” yang lain berada. Atau, jika Anda bekerja dengan kelompok besar, mintalah beberapa orang untuk menjadi “pemandu wisata” dari lokasi mereka.

2. Lomba membuat Ornamen Natal

Bagilah peserta ke dalam tim dan tetapkan ruang breakout melalui zoom supaya tiap tim dapat berkolaborasi. Minta mereka untuk merancang “ornamen terbaik” menggunakan opsi papan tulis virtual.  Pada akhir sesi breakout, mintalah mereka untuk menyimpan dan mempresentasikan ornamen mereka kepada kelompok yang lebih besar. Jika ada ornamen terfavorit, host dapat mencetak desain menjadi ornamen yang sebenarnya dan mengirimkannya kepada semua orang sebagai hadiah.

3. Surat Malaikat

Gunakan generator pertukaran hadiah online untuk memilih “malaikat” secara acak untuk setiap peserta. Kemudian, kirimkan surat tulisan tangan kepada penerima yang ditugaskan, diisi dengan kata-kata, ayat ayat Alkitab, atau kata kata penyemangat secara khusus. Tanda tangani secara anonim dan kirimkan ke penerima. Adakan pertemuan virtual untuk berbicara tentang surat-surat ini. Setiap peserta berbagi apa yang mereka rasakan setelah membaca surat, dan mencoba menebak siapa “malaikat” mereka.

Atau, jika Anda menemukan seseorang yang sedang mengalami kesulitan, Anda bisa menugaskan beberapa malaikat untuk satu orang!

4. Belajar sebuah lagu natal dengan bahasa yang berbeda

Konferensi Mosaik memiliki enam bahasa yang berbeda dalam beribadah. Cobalah mempelajari lagu Natal dalam bahasa selain bahasa anda sendiri. Anda dapat meminta seseorang yang berbicara bahasa lain bergabung dalam rapat Anda dan mengajari grup Anda lagu yang belum pernah Anda dengar sebelumnya.

5. Cerita Kelahiran Yesus Virtual yang Interaktif

Unduh atau cetak aktivitas keluarga masa adven buatan Mosaik. Bertemu secara virtual, setiap keluarga bergantian membaca bagian dari kisah kelahiran Yesus.

Semoga Anda terinspirasi untuk lebih kreatif dengan pertemuan virtual Anda selama musim Natal ini. Meskipun kita akan merayakan Natal yang berbeda tahun ini, saya berharap bahwa Roh Kudus masih menjaga karunia untuk tetap hidup dalam setiap kita masing-masing.

Artikel ini diterbitkan dalam Bahasa Inggris yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Hendy Matahelemual

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Cindy Angela

Melewati Lembah Kekelaman

March 24, 2020 by Emily Ralph Servant

Steve Kriss

Memberi bagi Penggalangan Dana Shalom *

Oleh: Steve Kriss, Pejabat Eksekutif

Artikel terakhir saya sekitar 10 hari yang lalu. Kami mulai melihat keseriusan coronavirus. Secara perlahan kami mulai mempertimbangkan kembali dan menjadwal ulang acara – acara.

Sejujurnya, saya belum siap dengan perubahan yang mendadak ditengah situasi yang mana sepertinya semua anggota sidang, dari California sampai ke Vermont, tidak dapat berkumpul secara fisik. Dan saya menulis, bahwa paling tidak saya masih dapat taco, pho dan pergi ke gym. Sekarang ini, kami yang tinggal di Philadelphia masih bisa pergi keluar, akan tetapi untuk keperluan yang tidak penting sudah ditutup, saya melakukan kegiatan olah raga saya di ruang bawah tanah rumah saya.

Jiwa kepemimpinan diuji dalam perubahan situasi ini. Kami terus memprioritaskan pengambilan keputusan yang terlokalisasi di seluruh Konferensi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dengan menekankan cinta kasih kepada Tuhan dan cinta terhadap sesama. Gubernur Pennsylvania Wolf mengatakan bahwa persemakmuran belum pernah melihat gangguan seperti ini sejak Perang Saudara.  Akan tetapi Tuhan beserta kita, dan Roh Kudus memampukan kita untuk menjadikan dan membagikan Kabar Baik, sekalipun pada saat ini yang terbaik yang kita lakukan adalah sebaiknya tinggal dirumah.

Sementara itu, hampir semua energi kita digunakan untuk menguatkan apa yang akan terjadi, untuk menghormati saran pemerintah kita tentang praktik terbaik tidak mengadakan pertemuan dan menjaga jarak. Kebutuhan keuangan telah muncul dengan cepat di antara individu dan masyarakat yang rentan di Konferensi kami. Kita perlu bertindak bersama untuk membagikan sumber daya kita dengan baik di minggu-minggu dan bulan-bulan mendatang

Di seberang Konferensi kami, kami masih bertemu. Banyak sidang mencari cara untuk menggunakan teknologi baru (seperti Zoom dan Facebook) serta memperbarui teknologi lama (seperti panggilan telepon) agar tetap terhubung. Kami benar-benar saling membutuhkan saat ini, baik untuk melewati maupun mempertahankan harapan bahwa akan ada kehidupan setelah krisis. Staf konferensi mengumpulkan para pendeta secara virtual untuk berdialog bersama dalam bahasa Inggris, Spanyol, dan Indonesia. Kami berkumpul untuk berdoa setiap minggu dan menawarkan perlengkapan online juga. Kita berada dalam perjuangan bersama.

Namun tetangga-tetangga Asia-Amerika sedang mengalami tindakan agresi dan rasisme saat ini. Kita tidak bisa menjadi orang yang takut, melainkan orang yang penuh cinta yang berbicara dan bertindak dengan cara yang tidak membiarkan rasisme berkembang di tengah-tengah kita. Saya berkomitmen untuk memberikan pendampingan dan advokasi yang berkelanjutan untuk anggota dan komunitas Asia-Amerika di seluruh Konferensi kami: kedamaian tanah kami tergantung pada pengakuan jejak Tuhan pada setiap orang. Saya mendorong kita semua untuk memilih kata-kata dan tindakan kita dengan bijak dan sensitif sehingga kita adalah orang-orang yang membantu menyembuhkan dan memberikan harapan.

Sementara banyak dari Kementerian Terkait Konferensi kami telah ditutup, penyedia layanan manusia kami mengalami tingkat kebutuhan yang lebih tinggi. Komunitas pensiun kami sangat rentan dan beroperasi pada tingkat kewaspadaan yang tinggi. Kita sebaiknya mengingat Frederick Living, Living Branches, dan Komunitas di Rockhill dalam doa. Ripple Community Inc di Allentown telah berkomitmen untuk tetap terbuka dan dapat diakses oleh orang-orang yang membutuhkan makanan dan pendampingan; mereka mencari mitra untuk menyiapkan sandwich dan untuk membantu menambah kebutuhan yang tidak terkendali di pusat komunitas di sana. Crossroads Community Center di Philadelphia juga mengalami peningkatan kebutuhan, terutama untuk makanan. Sebagai kehadiran kementerian jangka panjang di lingkungan Fairhill, Crossroads memiliki kredibilitas untuk menyediakan sumber daya selama masa ini. Bersama sebagai komunitas konferensi, kami akan mencari cara untuk mendukung kedua kementerian kota ini dalam beberapa minggu mendatang

Ayat yang sudah tidak asing lagi dari Mazmur 23 telah menjadi penuntun bagi saya di zaman sekarang: “Sekalipun kita berjalan melalui lembah kekelaman kematian, kita tidak akan takut akan kejahatan…. Sebab kebajikan dan kasih  akan mengikuti kita sepanjang hidup kita, dan kita akan tinggal di rumah Tuhan selamanya.” Kami percaya pada kepedulian Tuhan, bahkan di saat yang luar biasa ini, dan kami mencari cara untuk mengekspresikan kepercayaan kami kepada Tuhan sambil memperluas kasih dan kepedulian Tuhan untuk sesama kita.

Saksikan video Pejabat Eksekutif Steve Kriss di Facebook Live Selasa, 24 Maret, berbicara tentang menjalani prioritas formasional, misi, dan antarbudaya di masa krisis.

* Dana Shalom mendukung para pastor, jemaat, dan kementerian sebagai tanggapan langsung terhadap Coronavirus dan krisis ekonomi yang terjadi kemudian. Kami akan berusaha untuk menanggapi yang paling rentan dalam keanggotaan dan lingkungan kami dengan memberdayakan pejabat lokal untuk memenuhi kebutuhan nyata dengan kasih dan kemurahan hati Kristus di saat ketakutan dan kecemasan.

Filed Under: Blog Tagged With: coronavirus, formational, intercultural, missional, mutual aid, Racism

Membuka diri untuk Hadiah dari Tuhan

February 3, 2020 by Conference Office

Oleh Jennifer Syetlik, Gereja Salford

“Hal yang paling membuat saya senang dari pekerjaan saya,” ucap Pemimpin Kepelayanan Aldo Siahaan, “adalah berbagi sukacita, tantangan dan sekaligus belajar dari cerita perjalanan gereja-gereja. Saya merasa sangat bersemangat bisa mendukung mereka menghadapi berbagai macam tantangan yang ada”

Aldo telah bekerja sebagai Pemimpin Kepelayanan selama lima tahun dan saat ini ia mendampingi Vietnam Gospel (Allentown), Bethany Elevation (Queens,NY), dan Indonesian Light (Philadelphia). “Masing-masing dari ketiga gereja ini meskipun secara jumlah jemaat kecil, tetapi mereka memiliki keunikan masing masing, mereka sangat terbuka, ramah, dan juga memiliki hasrat untuk membawa lebih banyak jiwa kepada Kristus,”ucap Aldo. Ia juga terhubung secara rutin dengan para pendeta mereka dan membantu juga memecahkan masalah masalah yang ada.

Beberapa waktu ini, salah satu konggregasi ingin mengadakan acara penting tetapi mereka tidak menemukan tempat yang cocok. Aldo menghubungkan mereka dengan kamp Mennonite di daerah mereka untuk menjadi tuan rumah acara dengan biaya rendah dan dia juga membantu mereka mencari dana untuk menutupi biaya acara. “Saya bersyukur bisa menjadi jembatan  penghubung antara gereja-gereja dan Konferensi dalam hal ide dan sumber daya”

Selama 15 tahun, Aldo melayani sebagai pendeta di Philadelphia Praise Center (PPC), sebuah jemaat multi-etnis di Selatan Philadelphia yang bergabung dengan konferensi pada tahun 2007. Anggota gereja kebanyakan terdiri dari para imigran baru, sehingga isu-isu seputar imigrasi merupakan hal yang sangat amat penting.

Aldo tahu benar bagaimana rasanya menjadi seorang imigran. Pada tahun 1998, Aldo dan saudara lelakinya berimigrasi dari rumah mereka di Jakarta, Indonesia ke AS. Setelah kerusuhan terhadap orang-orang Kristen di kota kelahirannya, membuatnya merasa tidak aman lagi untuk tinggal di sana. Tuhan membuka pintu bagi mereka untuk terhubung dengan komunitas Kristen Indonesia di New York, dan kemudian Aldo terlibat dalam upaya perintisan gereja di Philadelphia. Setelah enam tahun, ia dan beberapa teman merasa tergerak untuk menciptakan komunitas gereja baru, yang menjadi PPC.

Aldo with Viviani & Eden

Sangat dimengerti jika Aldo memiliki banyak empati terhadap para imigran lain yang ia layani “Sebagai seorang Kristen di Indonesia. Saya adalah minoritas. Sebagai imigran di sini, kami juga minoritas. Tuhan masih mengajari saya bahwa terlepas dari kondisi seseorang sebagai minoritas, kami dapat membantu orang lain dan membuat perbedaan,” ucap Aldo.

Sebagai pemimpin, Aldo dan PPC selalu memikirkan cara-cara baru untuk melayani masyarakat dan membagikan Kristus di kota Philadelphia. Pekerjaan ini termasuk menghubungkan dengan organisasi terkait imigrasi seperti “Ketahui Hak Anda” dan berbagi informasi tentang kemungkinan serangan ICE di masyarakat.

“Menjadi seorang pendeta bukanlah impian saya,” ucap Aldo. Sebelum datang ke Amerika Serikat, ia bekerja sebagai penyiar radio di Jakarta. Ketika tiba di Philadelphia, Ia bekerja untuk Pan Asian Radio dan sebagai paralegal untuk sebuah firma hukum imigrasi. Tetapi teman-temannya terus bersikeras bahwa ia adalah pemimpin gereja baru mereka. “Kami tahu bahwa kami perlu membentuk gereja ini,” kenang Aldo, “tetapi pertanyaannya tetap tentang siapa yang akan memimpinnya. Tuhan menggunakan orang-orang di sekitar saya untuk memanggil saya  menjadi seorang pendeta. Saya tidak tahu akan panggilan ini, tetapi Tuhan menggunakan orang lain untuk memberi tahu saya. Dan Tuhan perlahan membuka hadiah untuk saya sebagai seorang pendeta. ”

Di waktu luangnya, Aldo suka menonton komedian dan komentator politik Stephen Colbert dan Trevor Noah. “Ini menyegarkan saya untuk bisa tertawa dan mendengar komentar mereka tentang peristiwa terkini,” kata Aldo. Dia juga menikmati menghabiskan waktu bersama istrinya, Viviani, dan bermain dengan putra kecil mereka, Eden.

Filed Under: Articles, Blog Tagged With: Aldo Siahaan

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use