Hendy Matahelemual
Saya memiliki kewarganegaraan Indonesia, Bendera negara saya adalah “bendera merah putih”. Bendera Ini memiliki dua warna sederhana dengan dua gabungan warna horisontal, merah dan putih. Diperkenalkan dan dikibarkan didepan umum pertama kali 75 tahun di pada waktu proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, di jalan proklamasi 56 di Jakarta.
Saya pernah menjadi anggota pasukan pengibar bendera ketika masih di duduk di bangku SMA, saya masih ingat 17 Agustus adalah hari yang paling penting bagi kami. Hari itu pasukan kami memiliki satu pekerjaan yang harus dilakukan, menaikkan bendera sebagai bagian dari upacara untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia
Pada waktu itu saya belum menjadi bagian dari Mennonite, orang tua saya tidak mengajari saya nilai Anabaptisme, pemisahan gereja dari negara, dan cara non-kekerasan. Hanya setelah saya mendapatkan pewahyuan tentang Anabaptisme, barulah saya menemukan makna yang baru tentang hari kemerdekaan dan juga makna yang baru dalam melihat sebuah bendera.
Bendera nasional adalah simbol patriotik, yang sering diasosiasikan dengan militer oleh karena asal-usul penggunaannya. Tetapi sebagai pengikut Kristus, kita tahu bahwa identitas kita sebagai anak Allah berada diatas setiap bendera dan lembaga pemerintah. Kita tidak perlu mengambil kebanggaan pada identitas nasional kita sendiri, kita tidak perlu untuk membuat negara kita hebat, kita tidak perlu untuk mengucapkan janji setia kita kepada bendera, umat Kristen adalah umat Allah, bangsa yang Kudus, tetapi memang kita benar-benar perlu saling bekerja sama, bukan bersaing, bekerja sama lintas negara dan lintas batas politik.
Mungkin satu-satunya hal yang saya bisa nikmati dalam hal kompetisi antara negara dan kebangsaan adalah Piala Dunia Sepakbola FIFA. Saya masih ingat menonton dengan ayah dan paman-paman saya ketika saya masih anak kecil. Keluarga kami tidak pernah melewatkan acara Piala Dunia, dan hal pertama yang saya perhatikan ketika menonton di televisi adalah melihat setiap bendera tim nasional dengan beranekaragam warna yang ada. Tim favorit saya dari dulu sampai hari ini adalah Belanda dan Argentina, dan saya ingat sekali sejak kecil warna bendera mereka.
Berbicara tentang bendera, Alkitab pernah menyebutkan hal ini, kita dapat menemukannya dalam kitab Keluaran. Pada waktu itu Musa sedang membangun mezbah bagi Allah, dan Ia menamai mezbah itu, “Tuhanlah panji-panjiku atau Yehova Nissi. Mungkin itu hanya sebuah nama tetapi pikiran saya bertanya-tanya seperti apa sebenarnya Panji atau Bendera Tuhan itu. Sejujurnya, saya tidak tahu, tapi saya akan berpendapat bahwa itu bukan “bendera merah putih”, itu bukan “bintang dan garis”, bendera Union Jack, atau bahkan bendera Sion. Saya percaya bendera Allah harus menyatukan kita sebagai pengikut Kristus dan tidak memisah-misahkan kita. Bendera Tuhan harus mewakili kemenangan kita melawan pemerintah dan penguasa dunia yang gelap ini dan juga kemenangan rohani dari kejahatan.
Saya percaya darah Yesus adalah salah satu-satunya bendera spiritual yang dapat menyatukan kita. Bendera ini tidak terbuat dari kain dan bendera ini akan memberi kita kemenangan dari dosa dan kematian. Bendera inilah yang dapat memenangkan dan menjangkau orang dari negara yang liberal, kapitalis, dan komunis, melintasi benua dan batas geografis terlepas dari kewarganegaraan dan kebangsaan Anda. Dan jika kita membawa bendera ini dalam iman kita, sebagai pengikut Kristus, kita akan menjadi saksi Tuhan yang efektif dalam melakukan transformasi untuk hidup orang lain yang mana secara bersamaan, hidup kita juga diubahkan oleh Tuhan.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.
This post is also available in: English (Inggris)
This post is also available in: English (Inggris)