• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • 繁體中文 (Cina)
  • English (Inggris)
  • Việt Nam (Vietnam)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia
  • Kreol ayisyen (Creole)

Articles

Menciptakan Ruang

October 21, 2021 by Conference Office

Mutual transformation happens when we acknowledge, own, and celebrate our cultural dTransformasi bersama terjadi ketika kita mengakui, memiliki, dan merayakan perbedaan budaya kita, dan tidak berhenti sampai disitu melainkan kita memberi diri kita diubah oleh hubungan kita dengan Tuhan dan orang lain. Tema untuk Pertemuan tahunan Mosaik 2021 adalah “Transformasi Bersama,” berdasarkan Roma 12: 2-10.

“Orang Kristen adalah orang asing dan pendatang dalam semua budaya. Namun gereja sendiri adalah bangsa Tuhan, yang mencakup orang-orang yang datang dari setiap suku dan bangsa. Misi gereja adalah untuk mendamaikan kelompok-kelompok yang berbeda, menciptakan satu umat manusia baru dan memberikan visi di masa depan bahwa suatu hari semua bangsa akan mengalir ke gunung Tuhan dan berdamai. 

from Pengakuan Iman Mennonite artikel 10

Untuk saling berubah, kita perlu mengenali status kita sebagai orang asing dan pendatang di dunia ini. Kita “tidak menganggap diri kita lebih tinggi dari yang seharusnya, melainkan memikirkan diri kita dengan penghakiman yang bijaksana, sesuai dengan iman yang telah diberikan Allah kepada kita masing-masing” (Roma 12:3, NIV). Kita belajar untuk mengidentifikasi dan menemukan diri kita dalam budaya, pandangan dunia, keluarga, dan sistem. Kemudian minggalkan sifat egois dan memusatkan kembali diri kita di dalam Kristus sehingga kita dapat didamaikan dengan Allah dan orang lain.

Transformasi bersama dalam kerangka Konferensi Mosaic berarti bahwa kekuasaan dan ekuitas akan bergeser di sekitar posisi dan kepentingan. Bagian dari pekerjaan antar budaya adalah melepaskan kekuasaan dan bagian dari pekerjaan adalah memberdayakan orang lain.

Diperkirakan dalam Konferensi Mosaic, 40% staf kami, 30% dari pemimpin kami yang dipercaya, dan 20% dari jemaat kami adalah orang-orang dari Mayoritas Global (alias orang kulit berwarna) dan jumlah itu terus bertambah. People of the Global Majority (PGM) adalah istilah yang muncul seputar ras yang bisa dibilang paling inklusif secara universal. Berbeda dengan istilah “minoritas” atau “terpinggirkan,” istilah People of the Global Majority menawarkan orang Kulit Hitam, Coklat, dan Pribumi – yang secara numerik mayoritas di seluruh dunia – istilah yang memberdayakan yang mencakup solidaritas global melawan ketidakadilan rasial.

“istilah People of the Global Majority menawarkan orang Kulit Hitam, Coklat, dan Pribumi – yang secara numerik mayoritas di seluruh dunia – istilah yang memberdayakan yang mencakup solidaritas global melawan ketidakadilan rasial.”

One of lesser-known components of fall Assembly is a gathering called, “Nations and Salah satu komponen Majelis musim gugur yang kurang dikenal adalah pertemuan yang disebut, “Bangsa dan Generasi,” yang diadakan untuk para pemimpin Mayoritas Global (para pemimpin warna) dalam Konferensi kami. Bayangkan ruang antar budaya di mana bahasa, kebangsaan, dan perbedaan budaya diakui dan dihormati. “Kita” muncul dari hubungan dan hubungan yang berkembang sebagai kesamaan, pengalaman bersama, dan kesatuan dalam Kristus menghasilkan transformasi bersama. Bertemu bersama adalah salah satu cara bagi para pemimpin untuk mendorong satu sama lain, menyembah, membangun visi, dan merayakan pekerjaan Tuhan.

Pertemuan “Bangsa dan Generasi” tahun ini akan diadakan secara virtual di tiga acara berbeda, dalam tiga bahasa (Spanyol, Indonesia, dan Inggris). Jika Anda adalah orang yang mayoritas warna / global dalam Mosaic Conference, kami mengundang Anda untuk bergabung dengan para pemimpin lain dari Konferensi kami, dalam bahasa pilihan Anda, untuk berbagi cerita tentang transformasi dan pemberdayaan bersama.

Semoga Tuhan melanjutkan pekerjaan antar budaya, formasional, dan misi transformasi timbal balik di dalam dan di antara kita!

Filed Under: Articles Tagged With: intercultural, Marta Castillo, Mosaic Intercultural Team, Nations and Generations Gathering

Mengenali Tempatmu

October 7, 2021 by Cindy Angela

Setelah tertunda karena pandemi, Mosaic Women’s Gathering akhirnya bisa terlaksana pada hari Sabtu, 25 September 2021. Perasaan senang bercampur haru menjadi satu. Perempuan-perempuan dengan berbagai latar belakang yang berbeda dari gereja-gereja Mosaic Conference berkumpul dengan sebuah ekspektasi yang sama; memperkuat iman, berbagi cerita, dan menjadi sahabat bagi yang lain. Acara ini diadakan secara tatap muka di Souderton Mennonite Church dan juga dengan menggunakan aplikasi Zoom.

Saya mendapat kehormatan untuk membuka acara dengan memimpin penyembahan kepada Tuhan. Ketika saya berdoa untuk mencari lagu apa yang akan saya nyanyikan, lagu “Closer” muncul di hati saya. Lagu ini berbicara tentang bagaimana kasih Tuhan begitu mempesona dan mengambil alih hidup kita, sehingga apa yang kita inginkan hanyalah menjadi semakin dekat dengan Tuhan dan mengetahui isi hati-Nya. Saya percaya, ketika kita datang kepada Tuhan dengan sebuah kehausan, Tuhan akan memuaskan dahaga kita.

Keceriaan berlanjut ketika Sister Ligia Canavan membawakan permainan yang membuat suasana semakin hangat. Bagi kami, momen ini seperti sebuah kesegaran di mana kami bisa “keluar” sesaat dari rutinitas pekerjaan dan tanggung jawab mengurus keluarga dan memberi sedikit waktu untuk self-care bagi diri kami sendiri. Cerita yang dibagikan satu sama lain terdengar akrab di telinga, karena di antara banyaknya perbedaan, ternyata ditemukan lebih banyak kesamaan di antara kami.

Seperti tanah yang sudah dibajak dan siap ditaburi benih, demikianlah hati kami ketika tiba saatnya Pastor Charlene Smalls membagikan Firman Tuhan. Ayat yang diambil adalah Amsal 31:10-31, tentang seorang Istri yang Cakap, yang tahu benar tempat dan panggilannya. Ia bekerja keras dengan tangannya, melayani suami dan anak-anaknya, memimpin pelayan-pelayannya, murah hati, penuh hikmat dan kasih, penuh pengharapan, dan yang tidak kalah pentingnya, ia tahu bagaimana merawat hidupnya sendiri, sehingga ia selalu merasa cukup dan signifikan.

Sebagai pengingat bagi diri saya, terkadang dalam hidup, kita mencari hal-hal yang terlalu fantastis, selalu ingin memiliki pencapaian yang tinggi dan mendapat pengakuan dari banyak orang, sampai seringkali kita lupa, bahwa Tuhan memberikan kepada setiap orang tempat yang unik dan istimewa. Seorang ibu rumah tangga tidak lebih rendah posisinya daripada wanita bekerja, demikian sebaliknya. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa merasa cukup (content) dan signifikan dengan apa yang kita lakukan di musim yang sedang kita jalani. 

Pastor Charlene juga bercerita tentang kehidupan Ruth dan Deborah, di mana kita merasakan banyak kemiripan dengan kehidupan mereka. Seorang perempuan, di musim apapun ia berada sekarang, baik menikah maupun tidak, punya panggilan khusus dan istimewa dari Tuhan, yaitu menjadi penolong bagi orang-orang di sekitarnya. Perempuan juga ibarat berlian, memiliki berbagai sisi kehidupan (multifaceted). Ia adalah dirinya sendiri, ia berbakti pada keluarganya, berdedikasi pada pekerjaannya, bergantung dan beriman kepada Tuhan, dan menjadi saluran berkat.

Mengakhiri pertemuan, Sister Lisa Quinones memimpin pujian dan membawakan sesi aktivitas yang sangat menginspirasi. Kami diajak untuk membuat sebuah kotak kecil berisi potongan kertas dan pensil, untuk menulis pokok doa dari orang yang membutuhkan dukungan doa kita. Dan sebagai penutup, Pastor Leticia Cortes mengarahkan kami untuk berdoa berpasangan, saling mendoakan, mengurapi dengan minyak, menaruh beban kami di kayu salib dan mengambil batu berbentuk berlian sebagai perlambang dan pengingat bahwa setiap tempaan yang kita hadapi, membuat kita menjadi pribadi yang indah di mata Tuhan.

Saya pulang dengan hati yang penuh melimpah dengan ucapan syukur, mengetahui bahwa Tuhan memakai saya di setiap musim kehidupan saya, saya hanya perlu menemukan tempat yang tepat dan menjadi maksimal di setiap musim hidup saya.

Filed Under: Articles

Berita Terbaru Pertemuan Musim Gugur (Conference Assembly): Perubahan Rencana

September 23, 2021 by Cindy Angela

Berakar dalam kasih kepada Tuhan dan kepada satu sama lain, dan dengan bimbingan dari CDC mengenai pertemuan besar, Pertemuan Tahunan Mosaik (Conference Assembly) yang akan diadakan Sabtu, 6 November 2021, akan diubah dari pertemuan langsung (in-person) menjadi pertemuan yang sepenuhnya virtual. Dewan kepemimpinan Mosaik sangat berharap untuk bertemu muka tahun ini, tetapi dikarenakan perkiraan naiknya angka kasus COVID-19 di negara ini, perubahan rencana ini memastikan agar semua wakil gereja (delegates) dan tamu-tamu akan dapat mengikuti pertemuan kami secara aman dari negara bagian mereka masing-masing.

Para wakil gereja (delegates) akan mengikuti sesi bisnis dari rumah mereka masing-masing untuk sesi bisnis virtual. Untuk memastikan penghitungan kehadiran dan pengambilan suara yang akurat, setiap wakil gereja (delegates) harus mendaftar secara individual untuk pertemuan ini dengan alamat email yang unik (tidak boleh ada email yang sama per orang).

Kebaktian Bersama Konferensi Mosaik juga akan sepenuhnya virtual. Kami mengundang dan mendukung individual, gereja-gereja, dan semua Conference Related Ministries (CRM) untuk mengikuti kebaktian virtual ini. Kami sengaja memberikan waktu yang cukup diantara sesi bisnis dan kebaktian ini agar wakil gereja (delegates) dapat hadir di watch party (nonton bersama) lokal atau di gereja anda masing-masing. Tetap cek halaman Assembly di website Mosaik untuk melihat daftar lokasi nonton bersama yang ada di wilayah anda.

Sesi Bisnis untuk Wakil Gereja (delegates)
Sabtu, 6 November

1 PM – 3 PM EST
10 AM – 12 PM PST

Kebaktian Bersama*
Sabtu, 6 November

Starts at 7 PM EST
Starts at 4 PM PST

(*Jadwal kebaktian ini telah diatur agar ada waktu untuk para wakil gereja pergi menonton kebaktian bersama di salah satu lokasi lokal.) 

Menjadi Tuan Rumah untuk Nonton Bersama (Watch Party):

IJika anda ingin menjadi tuan rumah untuk nonton bersama (antara di gedung gereja atau rumah anda), tolong isi formulir singkat ini agar kami bisa menyebarkannya ke seluruh konferensi.

DAFTAR DISINI

Pendaftaran wakil gereja (delegates) untuk Pertemuan Konferensi Mosaik tahun 2021 telah dibuka. Untuk mendaftar, klik disini.

Terus cek halaman Assembly untuk lokasi nonton bersama yang ada di wilayah anda (di update setiap hari).

Filed Under: Articles Tagged With: Conference Assembly, Conference Assembly 2021

Jangan melupakan akarmu

September 16, 2021 by Cindy Angela

Kapan nenek moyangmu pertama kali mendarat di Amerika Serikat? Dan dari mana mereka? Adalah pertanyaan interkultural yang pernah ditanyakan di dalam sebuah pertemuan staff. Jawabannya bermacam macam, mulai dari generasi pertama dari Indonesia, sampai dengan generasi yang berasal dari kapal Mayflower ratusan tahun lalu. Intinya dari pertanyaan ini adalah mengingatkan semua pada kita semua ini adalah pendatang.

Mengapa ini penting? dalam bukunya Gereja Intercultural / Intercultural Church, Safwat Marzouk menulis bahwa kita perlu membaca alkitab dengan kacamata pendatang / orang yang hanya singgah (sojourner). Karena Alkitab sendiri ditulis oleh komunitas percaya dimana hidupnya terbiasa dengan perantauan, diaspora, pengasingan, dan pengucilan.

Karena banyak pembaca Alkitab yang nenek moyangnya perantau sudah menetap disatu negara / daerah puluhan tahun bahkan abad. Sebagai akibatnya mereka membaca Alkitab dari kacamata orang yang menetap (settlers), sehingga mereka kehilangan rasa sebagai orang asing / pendatang. Dan isu mereka mengani imigrasi dan integrasi diwarnai dengan paling sedikit rasa takut dan keraguan atau bahkan rasisme dan xenophobia.

Kita perlu membaca Alkitab sebagai orang asing, pendatang dan ini cukup mudah bagi orang yang baru saja bermigrasi, dan mungkin cukup sulit bagi orang yang sudah menetap cukup lama. Oleh sebab itu akar atau asal muasal tidak boleh kita lupakan.

Bagaimana caranya kita tetap mengingat asal kita tanpa kita mengalami kesulitan dalam berbaur dengan masyarakat baru? Mungkin salah satunya adalah dengan tetap mengingat budaya dari asal kita. Pada setiap acara vacation bible school pada waktu musim panas, Philadelphia Praise Center bekerja sama dengan Gamelan Gita Santi dari Philadelphia Folklore Project. Dimana para peserta bukan saja diajarkan bagaimana bermain gamelan, tetapi juga diajarkan filosofi dan juga bahasa.

Hal ini sangat menarik melihat bagaimana anak anak yang orang tuanya berasal dari Indonesia diajarkan tradisi Indonesia dimana sebenarnya hal ini cukup asing bagi mereka yang sudah terbiasa hidup dengan budaya Amerika diluar rumah.

Dimulai dengan membuka sepatu, memberi salam tata krama sederhana yang saya rasa tidak boleh hilang dari generasi diaspora Indonesia di Amerika Serikat. Tentunya tantangan generasi muda begitu kompleks dan rumit dimana mereka hidup di dua dunia, disatu sisi mereka dipaksa berasimilasi tetapi disatu sisi mereka tetap berbeda dan dipaksa juga mengikuti budaya orang tua mereka, ini tentunya perlu disikapi dengan bijaksana.

Seseorang tanpa pengetahuan akan sejarah masa lalu, asal dan budaya adalah seperti pohon tanpa akar

Marcus Garvey

Kita tidak boleh lupa akan akar kita tetapi kita tetap harus berbuah supaya bisa memberkati. Ibarat pohon, biji jika berakar dan tertanam di tanah yang baik dengan baik akan menghasilkan buah yang manis dan unik. Biji Jeruk tidak bisa menghasilkan buah Apel, tetapi buah Jeruk, seringkali tekanan pergaulan memaksa mereka Biji Jeruk menjadi buah Apel dan akhirnya pohon tersebut tidak berbuah baik. Kesatuan bukanlah keseragaman, tetapi keunikan, perbedaan bukanlah perpecahan tetapi kekayaan.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Es Krim dan Pekerjaan Intercultural

September 9, 2021 by Cindy Angela

Tidak terasa musim panas sebentar lagi berlalu, musim gugur sudah menanti di akhir bulan ini, El tiempo vuela, time flies, sebuah istilah yang sering kita dengar jika waktu terasa berjalan begitu cepat. Sedikit highlight dari pekerjaan pelayanan kami dalam musim panas tahun ini adalah ketika kami mengadakan rapat staff outdoor kami di akhir bulan Agustus.

Ditengah panasnya cuaca, tidak berlebihan jika Es Krim merupakan hidangan pencuci mulut wajib bagi kita semua. Begitu juga dalam setiap rapat kerja staff Mosaic Conference, khususnya di setiap musim panas, es krim selalu mewarnai dan memberi rasa manis tersendiri. Dimanakah tempat es krim favorit anda? Rasa apa yang selalu anda pesan? Pastikan jangan melewatkannya sebelum musim panas ini berlalu.

Berkaitan dengan bahasa, menarik jika kita melihat kata Es Krim atau Ice cream dalam bahasa Inggris, memiliki sususan huruf dan kata yang hampir mirip bahkan memiliki bunyi yang hampir sama. Hal ini terjadi karena memang Es Krim berasal dari Amerika Serikat, dan ahli bahasa memutuskan mengadopsi kata ini dengan sedikit penyesuaian.

“Bahasa dan sudut pandang melihat dunia adalah bagian dari etnisitas di dalam sebuah budaya, dan pekerjaan Intercultural adalah bagaimana kita bisa merasa menjadi bagian dalam kebersamaan ditengah perbedaan tersebut, “ ujar Joe Manickam, Presiden dari Hesston College, Kansas. Dimana pada kesempatan ini beliau diundang untuk memberikan sharing dan pengajaran Intercultural kepada para staff Mosaic.

Dr Joseph Manickam atau lebih akrab dipanggil Joe akan menjadi pembicara utama pada Pertemuan Musim gugur tahunan Mosaic Mennonite Conference kita pada awal bulan November tahun ini.

Joe Manickam, President Hesston College, Kansas membagikan sharing dalam rapat kerja staff Mosaic, di Doylestown,PA (08/25/2021)

Beliau juga mengajak kita semua untuk mencari tahu atau memberi definisi baru, Siapakah yang disebut miskin? Siapakah orang miskin disekitar kita? Seperti apa orang miskin itu? karena ketika kita mendapatkan mereka, maka kita akan mendapatkan Yesus.

Sudah pasti diperlukan tindakan nyata untuk keluar dari zona nyaman kita untuk membantu orang miskin. Besar kemungkinan apa yang kita berikan dari kelebihan kita tidak dapat mereka kembalikan kepada kita. Tetapi inilah panggilan kita sebagai pengikut Yesus. (baca Matius 25:40)

Saya percaya bahwa banyak anak anak kecil di negara negara miskin belum pernah merasakan es krim seumur hidup mereka. Dan jika melihat statistik Amerika Serikat merupakan negara yang paling banyak mengkonsumsi Es Krim di dunia ini (rata-rata 26 liter, per orang, per tahun), sudah saatnya kita berbagi.

Apa langkah konkrit yang bisa dilakukan secara individu maupun kolektif untuk bisa mengembangkan kompetensi interkultural. “Salah satunya mari menghadiri Mennonite World Conference di Indonesia 2022, dan jadikan ini sebagai langkah awal dari keterlibatan global” jawab Joe. Tentunya usul ini disambut dengan baik.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Kanaan atau Mesir

September 2, 2021 by Cindy Angela

Artikel asli dalam bahasa Inggris, dimuat di Majalah Anabaptist World : A Canaan or an Egypt? | Anabaptist World 

Seseorang bertanya kepada saya: Bagaimana Anda menjelaskan pekerjaan interkultural kepada orang yang melihat imigran sebagai sebuah ancaman, dan yang takut jika pekerjaan dan sumber daya yang mereka miliki diambil dari mereka?

Saya menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan. Siapa yang memiliki sumber daya di tempat pertama? Bukankah imigran seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja dan mengolah tanah?

“Siapa yang memiliki sumber daya di tempat pertama? Bukankah imigran seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja dan mengolah tanah?”

Ketika dua anak laki-laki saya memperebutkan mainan, saya memberi tahu mereka bahwa berbagi adalah sebuah bentuk kepedulian. Mengapa kita harus bertengkar, ketika Tuhan sudah mencukupkan? Bukankah Tuhan adalah penyedia kita?

Amerika Serikat (AS) menarik begitu banyak imigran karena peluang untuk pekerjaan, kepemilikan tanah, kebebasan beragama, petualangan,dan awal yang baru dalam hidup. Tetapi ada alasan lain imigran ada di sini, adalah karena AS ada di sana – di negara asal mereka. Saya dapat menyebutkan beberapa kesempatan dalam sejarah negara saya, Indonesia, di mana kepentingan AS dan Barat hadir. Dari perubahan rezim hingga dampak ekonomi, hasilnya belum seindah yang dipikirkan orang Amerika.

Saya percaya pada transformasi timbal balik dan pertukaran antar budaya, tetapi gagasan bahwa AS adalah polisi dunia, sementara menjual “American Dream” dapat dengan mudah mendominasi dan menjadi mimpi buruk khususnya bagi mereka yang terpinggirkan.

Ketika saya berencana untuk datang ke Amerika Serikat, butuh waktu bertahun-tahun untuk mewujudkannya. Saya perlu membangun kekayaan, properti, dan ikatan bisnis yang cukup di negara saya agar pemerintah AS dapat menyetujui visa saya. Tanpa aset-aset ini, tidak mungkin mendapatkan visa. Lebih sulit bagi orang asing untuk datang ke AS daripada bagi warga AS untuk pergi ke negara lain.

Sebagai orang Indonesia, saya melihat AS sebagai kekuatan ekonomi dan militer dunia, tanah kebebasan dan rumah para pemberani. Pada awalnya saya tidak mengerti bahwa kekuatan ini bukanlah tanda kemurahan Tuhan tetapi alat dominasi, intimidasi dan manipulasi. Dengan kekuatan ini mendatangkan kutukan dan bukan berkat.

Saya ingat merasa terintimidasi dan rendah diri ketika saya mempersiapkan wawancara visa saya di Kedutaan Besar AS di Jakarta. Tapi perjuangan saya tidak seberapa dibandingkan dengan kesulitan yang dialami oleh keluarga yang terpisah di perbatasan AS-Meksiko. Itu tidak seberapa dibandingkan dengan risiko yang diambil oleh ribuan orang yang telah meninggal saat mencoba menyeberangi gurun ke Amerika Serikat. Mengapa negara paling kuat di dunia begitu takut pada orang luar dan orang asing? Saya tidak yakin, tapi mungkin dengan kekuatan muncul rasa takut kehilangan kekuatan tersebut.

Xenophobia — ketidaksukaan atau prasangka terhadap orang-orang dari negara lain — bukanlah hal baru. Sekitar 1400 SM, di Mesir, orang Israel menghadapi masalah yang sama. Lama setelah era Yusuf, jumlah orang Israel bertambah banyak, dan orang Mesir merasa terancam. Firaun memerintahkan agar semua anak laki-laki yang baru lahir dari orang Ibrani yang diperbudak harus dibunuh. Satu bayi laki-laki berhasil lolos dari kekejaman, dan sisanya adalah sejarah. Umat pilihan Tuhan memperoleh kebebasan mereka.

Ketika saya melihat kekuatan dan superioritas AS, saya melihat Amerika Serikat bukan sebagai Kanaan, tanah yang dijanjikan, dan lebih seperti Mesir. Saya pikir gagasan satu bangsa di bawah Tuhan perlu ditinjau kembali dan didefinisikan ulang. Tuhan yang berada di bawah AS ini — apakah itu Tuhan Kitab Suci? Atau yang lain? Yesus berkata, “Tidak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan; karena [kamu] akan membenci yang satu dan mencintai yang lain, atau mengabdi pada yang satu dan membenci yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kekayaan” (Matius 6:24).

“…Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kekayaan” (Matius 6:24).

Sebagai seorang imigran, saya melihat harapan di gereja. Ketika saya datang ke A.S., Tuhan membawa saya ke komunitas orang percaya yang mempraktikkan cinta persaudaraan sejati. Cinta ini bukan hanya sentimentalitas tetapi tindakan — berbagi harta benda dan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan orang. Berbagi itu berkisar dari dukungan keuangan hingga memberi saya kunci rumah di mana saya dapat tinggal selama tahun-tahun seminari saya.

Saya bersyukur bahwa Tuhan yang saya kasihi dan layani tidak menutup gerbang Kerajaan-Nya tetapi mengundang kita semua untuk datang dan berbagi. Mari kita bantu semua yang tertindas dan terpinggirkan, agar kita bisa membawa berkah bagi negeri ini.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

Kemerdekaan: Sebuah Renungan

August 18, 2021 by Cindy Angela

“Tujuh belas Agustus tahun empat lima itulah hari kemerdekaan kita, Hari Merdeka Nusa dan Bangsa hari lahirnya bangsa Indonesia, Mer-de-ka…”, kutipan lagu Tujuh belas Agustus karya H.Mutahar, yang kemudian dibawakan lagi dengan sentuhan rock oleh band asal kota Bandung, Cokelat. Ya, beberapa hari lalu bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya yang ke 76 tahun.

Sebagai seorang Anabaptis-Mennonite, yang percaya bahwa cinta akan Tuhan tidak akan pernah bisa disejajarkan dengan kecintaan terhadap negara, perayaan dan patriotisme yang berlebihan akan memiliki resiko menjadikan nasionalisme sebagai berhala tersendiri. Dan saya percaya kita sebagai anak-anak Allah tidak terbatas oleh batas geografis dan kewarganegaraan yang cenderung membatasi dan eksepsional (menganggap negaranya lebih baik dari negara lain).

Kasih persaudaraanlah yang harus menjadi perwujudan dari iman kita kepada Tuhan Yesus, bukan perlombaan pengaruh, ekonomi, dan persenjataan. Jembatan harus mulai dibangun dan pintu pintu tertutup harus mulai dibuka. Dan tentunya hal ini memerlukan pemulihan dari trauma-trauma yang terjadi di masa lalu. Tanpa pemulihan luka, perdamaian dunia tidak akan mungkin tercapai, dan jalan kekerasan selalu akan menimbulkan luka yang sulit pulih dalam satu generasi.

Dalam Pengakuan Iman Mennonite tahun 1995 pasal 10 disebutkan bahwa: “Misi gereja tidak memerlukan perlindungan dari suatu bangsa atau suatu pemerintahan. Orang-orang Kristen adalah orang-orang asing dan pendatang-pendatang dalam semua budaya. Namun gereja itu sendiri adalah bangsaNya Allah, meliputi orang-orang yang datang dari setiap suku dan bangsa. Memang, misinya adalah untuk mendamaikan kelompok-kelompok yang berbeda, menciptakan manusia yang baru”

Gereja memiliki misi untuk menjadi pendamai ditengah tengah konflik, biarlah perlombaan yang ada adalah perlombaan untuk mencapai kesatuan dan persaudaraan, dan bukan perpecahan. Kesadaran mengenai gerakan perdamaian tanpa senjata dan tanpa kekerasan perlu menjadi sesuatu kesadaran baru.

Tidak semua yang dianggap asing adalah jelek, dan tidak semua yang berasal dari lokal itu tidak perlu mengalami perubahan. Kita menjadi baik bukan karena kita memperburuk keadaan orang lain, kita menjadi manusia yang baik dengan cara bekerja sama dan bukan menjatuhkan sesama kita. Terlebih di dalam Kristus kita semua bersaudara. Tidak ada dominasi, intimidasi dan manupulasi di dalam Kerajaan Tuhan.

Mari terus berdoa buat setiap bangsa dan negara di seluruh dunia, semoga Damai Tuhan boleh melingkupi seluruh dunia. Mari terus mengusahakan kesejahteraan kota dimana Tuhan tempatkan kita, dengan juga memperhatikan orang orang yang terpinggirkan, mari mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran Tuhan disetiap kesempatan yang ada, mari bangun kesadaran akan anti kekerasan dan saya percaya Kemerdekaan yang sejati dari Tuhan akan kita miliki dimanapun Tuhan tempatkan kita.

Filed Under: Articles

Dapatkah anda merasakan kasih? Dan bertindak secara nyata?

July 29, 2021 by Cindy Angela

Artikel ini awalnya ditulis dalam Bahasa Inggris dan diterbitkan oleh majalah Anabaptist World. Anda bisa membaca versi aslinya disini.


How deep is your love? Lagu tahun 1977 karya Bee Gees muncul dalam pikiran ketika saya sedang mempersiapkan artikel ini. Saya memikirkan lagu ini bukan sebagai romansa antara kekasih tetapi sebagai cara untuk merefleksikan seberapa dalam kasih saya terhadap sesama dan saudara-saudara saya dalam Kristus.

Sebelum saya menjadi pendeta penuh waktu, saya adalah seorang musisi profesional. Menjadi musisi yang baik tidak hanya membutuhkan keterampilan teknis tetapi juga kemampuan untuk memproyeksikan emosi. Tugas saya sebagai musisi adalah menyerap energi emosional lagu dan membuatnya sendiri, sehingga penonton juga bisa merasakannya.

Saya sengaja membahas ini karena saya ingin membedakan antara cinta sejati dan sentimentalitas. Sebagai musisi, saya bisa menjadi sentimental. Saya dapat mentransfer sentimen atau emosi kepada penonton. Tapi itu tidak membuat saya otomatis menjadi orang yang penuh kasih. Cinta lebih dari sekedar perasaan atau sensasi. Cinta lebih dari sekedar mentransfer emosi.

Ketika kita bermimpi tentang masyarakat inklusif di mana semua budaya dihormati dan dirayakan, ini tampaknya terasa seperti sebuah ide yang baik, kan? Tetapi jika perasaan itu adalah tujuan akhir dan bukan transformasi yang sebenarnya, kita tidak akan ke mana-mana.

Di Amerika Serikat ada banyak perayaan keanekaragaman budaya. Tahun ini kami telah menambahkan Juneteenth (Hari emansipasi orang Afrika-America di AS). Perayaan itu luar biasa, tetapi tanpa aksi dan kesediaan untuk diubah bersama, ekspresi cinta kita hanyalah sentimentalitas.

Ketika saya menerima panggilan untuk melayani di Amerika Serikat, saya sangat senang dengan keragaman yang akan saya alami di sini. Tetapi selama tahun pertama pelayanan saya, saya menemukan saya tinggal di gelembung budaya tanpa pengetahuan atau pengalaman nyata tentang budaya di sekitar saya. Saya adalah orang Indonesia naif yang tinggal di Queens, New York, mungkin lingkungan yang paling beragam di dunia. Tapi saya hampir tidak tahu bahkan sebuah kata dalam bahasa Spanyol. Saya tidak memiliki hubungan yang mendalam dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Saya hidup dengan gagasan sentimental tentang keragaman tetapi tanpa transformasi yang sebenarnya.

Bagi saya, cinta sejati adalah tentang melangkah keluar dari zona nyaman saya dan bersedia melakukan pekerjaan untuk mengenal orang. Itulah sebabnya, ketika saya mendapat kesempatan untuk melakukan pekerjaan antar budayal di lingkungan yang beragam, saya mengambilnya. Saya bersyukur bahwa saya meninggalkan sentimentalitas saya di belakang dan mulai melakukan pekerjaan cinta yang sebenarnya.

Drew Hart, dalam bukunya baru-baru ini, Who Will Be a Witness?, mengatakan bahwa agape – bentuk kasih tertinggi, yang berasal dari Allah – bukan tentang sentimentalitas. Dia mengatakan, “Arti cinta telah dijinalisasi dan dimanipulasi dan sering dipersenjatai.” Saya setuju: Kita perlu mendefinisikan kembali cinta sekali lagi. Kasih Tuhan itu konstruktif, bukan mengutuk dan melecehkan. Kasih Tuhan adalah restoratif, bukan hukuman.

Yesus berkata, “Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar dari ini, untuk meletakkan kehidupan seseorang untuk teman-teman seseorang” (Yohanes 15:13). Yesus bukanlah bintang rock yang membawakan lagu-lagu cinta sentimental. Dia turun dari surga dan menjadi manusia – pasti langkah paling tidak nyaman yang pernah diambil. Dia ditolak, disalahpahami, dikhianati, dipermalukan, disiksa dan dibunuh. Hanya cinta sejati yang bisa menyebabkan dia menanggung semua itu.

Yesus bergabung dengan kita dalam penderitaan kita. Dia bersedia mengambil langkah terbesar yang bisa dibayangkan untuk menunjukkan kepada kita bagaimana hidup bersama sebagai komunitas tercinta.

Seberapa dalam kasih Yesus? Sangat dalam.

Seberapa dalam cinta kita? Saya pikir kita perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini:

Seperti apa cinta bagi kita, di momen budaya kita hari ini, di saat perpecahan, kecurigaan dan ketegangan?

Apakah kita mencintai orang-orang dengan latar belakang budaya yang berbeda?

Tindakan apa yang akan menunjukkan cinta sejati kepada tetangga kita?

Apakah kita berhenti mencintai ketika akan menjadi sulit?

Saya ingat betapa tidak nyamannya saya pertama kali seseorang kedalam apartemen saya dengan masih mengenakan sepatunya. (Di Indonesia kami meninggalkan sepatu kami di pintu.) Tapi itu tidak menggangguku saya sekarang. Ini mungkin tampak seperti hal kecil.

Tapi cinta dalam aksi dimulai dengan hal-hal kecil. Mungkin, pada awalnya, tindakan kecil cinta kita akan membuat kita tidak nyaman. Tetapi jika kita terus melakukannya, saya percaya kita dapat tumbuh lebih dalam dalam kasih kita kepada Allah dan orang lain.

Filed Under: Articles Tagged With: Hendy Matahelemual

  • « Go to Previous Page
  • Go to page 1
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 11
  • Go to page 12
  • Go to page 13
  • Go to page 14
  • Go to page 15
  • Interim pages omitted …
  • Go to page 18
  • Go to Next Page »

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use
Aligned with