Setelah tertunda karena pandemi, Mosaic Women’s Gathering akhirnya bisa terlaksana pada hari Sabtu, 25 September 2021. Perasaan senang bercampur haru menjadi satu. Perempuan-perempuan dengan berbagai latar belakang yang berbeda dari gereja-gereja Mosaic Conference berkumpul dengan sebuah ekspektasi yang sama; memperkuat iman, berbagi cerita, dan menjadi sahabat bagi yang lain. Acara ini diadakan secara tatap muka di Souderton Mennonite Church dan juga dengan menggunakan aplikasi Zoom.
Saya mendapat kehormatan untuk membuka acara dengan memimpin penyembahan kepada Tuhan. Ketika saya berdoa untuk mencari lagu apa yang akan saya nyanyikan, lagu “Closer” muncul di hati saya. Lagu ini berbicara tentang bagaimana kasih Tuhan begitu mempesona dan mengambil alih hidup kita, sehingga apa yang kita inginkan hanyalah menjadi semakin dekat dengan Tuhan dan mengetahui isi hati-Nya. Saya percaya, ketika kita datang kepada Tuhan dengan sebuah kehausan, Tuhan akan memuaskan dahaga kita.
Keceriaan berlanjut ketika Sister Ligia Canavan membawakan permainan yang membuat suasana semakin hangat. Bagi kami, momen ini seperti sebuah kesegaran di mana kami bisa “keluar” sesaat dari rutinitas pekerjaan dan tanggung jawab mengurus keluarga dan memberi sedikit waktu untuk self-care bagi diri kami sendiri. Cerita yang dibagikan satu sama lain terdengar akrab di telinga, karena di antara banyaknya perbedaan, ternyata ditemukan lebih banyak kesamaan di antara kami.
Seperti tanah yang sudah dibajak dan siap ditaburi benih, demikianlah hati kami ketika tiba saatnya Pastor Charlene Smalls membagikan Firman Tuhan. Ayat yang diambil adalah Amsal 31:10-31, tentang seorang Istri yang Cakap, yang tahu benar tempat dan panggilannya. Ia bekerja keras dengan tangannya, melayani suami dan anak-anaknya, memimpin pelayan-pelayannya, murah hati, penuh hikmat dan kasih, penuh pengharapan, dan yang tidak kalah pentingnya, ia tahu bagaimana merawat hidupnya sendiri, sehingga ia selalu merasa cukup dan signifikan.
Sebagai pengingat bagi diri saya, terkadang dalam hidup, kita mencari hal-hal yang terlalu fantastis, selalu ingin memiliki pencapaian yang tinggi dan mendapat pengakuan dari banyak orang, sampai seringkali kita lupa, bahwa Tuhan memberikan kepada setiap orang tempat yang unik dan istimewa. Seorang ibu rumah tangga tidak lebih rendah posisinya daripada wanita bekerja, demikian sebaliknya. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa merasa cukup (content) dan signifikan dengan apa yang kita lakukan di musim yang sedang kita jalani.
Pastor Charlene juga bercerita tentang kehidupan Ruth dan Deborah, di mana kita merasakan banyak kemiripan dengan kehidupan mereka. Seorang perempuan, di musim apapun ia berada sekarang, baik menikah maupun tidak, punya panggilan khusus dan istimewa dari Tuhan, yaitu menjadi penolong bagi orang-orang di sekitarnya. Perempuan juga ibarat berlian, memiliki berbagai sisi kehidupan (multifaceted). Ia adalah dirinya sendiri, ia berbakti pada keluarganya, berdedikasi pada pekerjaannya, bergantung dan beriman kepada Tuhan, dan menjadi saluran berkat.
Mengakhiri pertemuan, Sister Lisa Quinones memimpin pujian dan membawakan sesi aktivitas yang sangat menginspirasi. Kami diajak untuk membuat sebuah kotak kecil berisi potongan kertas dan pensil, untuk menulis pokok doa dari orang yang membutuhkan dukungan doa kita. Dan sebagai penutup, Pastor Leticia Cortes mengarahkan kami untuk berdoa berpasangan, saling mendoakan, mengurapi dengan minyak, menaruh beban kami di kayu salib dan mengambil batu berbentuk berlian sebagai perlambang dan pengingat bahwa setiap tempaan yang kita hadapi, membuat kita menjadi pribadi yang indah di mata Tuhan.
Saya pulang dengan hati yang penuh melimpah dengan ucapan syukur, mengetahui bahwa Tuhan memakai saya di setiap musim kehidupan saya, saya hanya perlu menemukan tempat yang tepat dan menjadi maksimal di setiap musim hidup saya.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.