• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

Mosaic MennonitesMosaic Mennonites

Missional - Intercultural - Formational

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami
  • 繁體中文 (Cina)
  • English (Inggris)
  • Español (Spanyol)
  • Indonesia

Call to Ministry Stories

Crazy for Jesus: Cerita Panggilan Virgo Handojo

March 29, 2023 by Conference Office

oleh Virgo Handojo

Masa kecil saya dipenuhi dengan tradisi dan ritus kebudayaan Tionghoa yang masih berakar di hati saya. Hormatilah dan kasihilah orang tuamu, keluargamu, dan sesamamu, maka engkau akan beroleh berkat. Sayang, kenangan indah itu tidak berlangsung lama. Perubahan kebijaksanaan politik di Indonesia pada waktu itu melarang pengembangan tradisi Tionghoa, bahkan membaca karakter Mandarin pun dianggap suatu kejahatan politik. Meskipun begitu ajaran dan tradisi Tionghoa masih membekas di batin saya.

SD dan SMP merupakan tempat kedua di mana saya mengenal Tuhan. Saya dididik di sekolah Katolik. Di sini saya belajar bahwa mengikuti misa di gereja lebih penting dari pengetahuan tentang Tuhan atau belajar dari Alkitab. Setiap hari tertentu kami diwajibkan untuk ke gereja. Tidak heran, sewaktu duduk di bangku SMP saya kemudian mengikuti  katekisasi selama satu tahun untuk dibaptis menjadi Katolik.

Senin sore 5 Maret di tahun 1979 memang hari biasa, namun luar biasa bagi hidup saya. Tuhan menjamah hidup saya. Tiong Gie, teman sekampung dan sepermainan mengajak saya ke sebuah persekutuan doa dimana saya mengalami kelahiran baru (Yoh 3:7-8; 2Kor.5:17). Sulit digambarkan dengan kata-kata, namun saya telah merasakan jamahan tangan Ilahi (2009: 80-81).Sejak itu saya mulai belajar mendengar dan menaati suara Tuhan dan hidup bersama dengan-Nya.

Sementara itu, Tuhan mulai memperluas pelayanan dan hubungan saya dengan orang Kristen yang lain. Lewat Keluarga Sangkakala yang dipimpin oleh Bapak Adi Sutanto dengan persekutuan doa di Kapuran 45, Semarang, Tuhan mulai melatih hidup saya bersama dengan pemuda-pemudi sebaya saya.

Secara bergiliran kami berkhotbah, menjadi penginjil keliling ke desa-desa dan kota-kota lain. Adik-adik sayapun semuanya menjadi aktivis dalam pelayanan dan memimpin persekutuan doa rumah tangga di kampung-kampung, sekolah-sekolah, dan di rumah-rumah. Melalui jaringan keluarga, pekerjaan, sekolah, dan pelayanan yayasan Sangakakala, kegerakan rohani dan persekutuan-persekutuan doa ini menyebar ke kota-kota lain seperti Kudus, Pati, Ungaran, Jogya, dll.

Lewat pelayanan-pelayanan ini saya bertumbuh baik secara rohani ataupun pengalaman dalam pelayanan. Pada waktu itu kami juga mulai merintis gereja-gereja, baik di desa maupun di kota, di dalam maupun di luar negeri. Lewat gerakan pemuda-pemudi ini bermunculan banyak yayasan misi, sinode dan gereja-gereja baru baik di dalam ataupun di luar negeri.

Saya sendiri terlibat dalam perintisan Sinode Jemaat Kristen Indonesia (Sinode JKI) yang secara teologis berafiliasi dengan gerakan Anabaptist Kharismatik. Di tahun 1986 saya ditahbiskan dan melayani di gereja Jemaat Kristen Indonesia Maranatha, Ungaran. Bersama sinode JKI  kami merintis Sekolah Alkitab Maranatha yang menjadi benih dari Sekolah Tinggi Sangkakala, Salatiga. 

Tahun 1987 berbekal uang $65 saya mendarat di Los Angeles untuk sekolah di Fuller Theological Seminary. Atas anugerah Tuhan saya berhasil menyelesaikan tiga Master degree di bidang Intercultural Studies, Theology, dan Leadership dan di tahun 2000 Ph.D. Marriage and Family Studies dari School of Psychology. Tahun 1989 Tuhan mempertemukan saya dan istri dengan Ibu Dina Boon dari kota Sierra Madre, CA. Kami diminta untuk membersihkan rumah Ibu Dina Boon dari kuasa-kuasa gelap. Lewat pelayanan ini lahirlah International House Fellowship di rumah Ibu Dina Boon. Akhir 1990 persekutuan keluarga ini berkembang menjadi 30-50 orang dari 10-13 macam bangsa. Lewat persekutuan ini, lahirlah Jemaat Kristen Indonesia Anugerah (JKIA) pada tanggal 19 September 1992 di gereja Free Methodist Church, Pasadena. Kebaktian Perdana di mulai hari Minggu 20 September 1992. Beberapa bulan kemudiaan gereja pindah ke Sierra Madre Congregational Church, 191 W. Sierra Madre, CA 91024.

Di San Jose Mennonite General Assembly (4 Juli, 2007) JKIA bersama dengan dua gereja Indonesian Mennonite di LA dan Philadelphia Praise Center (PPC), mendirikan Indonesian Mennonite Association (IMA). Hari ini IMA telah menjadi salah satu anggauta dari Racial Ethnic Council dari Mennonite Church USA bersama dengan African American Mennonite Association, Iglesia Menonita Hispaña, Native Mennonite Ministries, dan African Belizean Caribbean Mennonite Mission Association. Sungguh, Tuhan itu ada, ajaib, dan sangat mengasihi kita semua. Amin.

Filed Under: Articles, Call to Ministry Stories Tagged With: Call to Ministry Story, JKI Anugerah, JKIA, Virgo Handojo

Cerita Panggilan Makmur Halim: Kasih Karunia Tuhan

March 16, 2023 by Conference Office

oleh Makmur Halim

Saya lahir dalam keluarga Budha, orang tua saya tidak mengenal Yesus, tetapi jika saya menjadi seorang Kristen, satu-satunya hal yang mereka lakukan adalah tidak mengizinkan saya menerima baptisan air. Di masa kecil saya, orang tua saya membawa saya ke Sekolah Baptis di Sumatera Selatan, tempat saya dilahirkan. Saya mulai belajar tentang Yesus di sekolah Kristen ini, membaca Alkitab dan pergi ke Gereja, namun, di rumah saya juga menyembah roh leluhur, mengidolakan, dan pergi bersama orang tua saya ke kuil Buddha.

Sampai saya berada di tahun terakhir saya di SMA pada bulan November 1980, saya bertemu dengan seorang pendeta yang meyakinkan saya kepada Kristus dan meninggalkan kepercayaan sinkretis saya. Saya dibaptis pada Januari 1981, menerima panggilan Tuhan pada tahun yang sama dan pergi ke Bethel Seminary di Jakarta.

Saya terlibat dalam pelayanan di Gereja Bethel Indonesia sampai saya lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1988, Tuhan membuka jalan mengirim saya ke Portland Bible College, dan pada tahun 1990 saya pergi ke Seminari Multnomah di Portland, Oregon, dan kemudian pada tahun 1992, saya diterima oleh Fuller Seminary untuk gelar Doktor dan lulus pada tahun 1998.

Orang tua saya mengenal Kristus pada tahun 1991. Saya menikah dengan istri saya, Manishati Dachi, pada tahun 1993 dan Tuhan memberi kami dua Anak. Saya juga menggembalakan Gereja Indonesia di Downey, California, melakukan pekerjaan misi di Sao Paolo, Brazil, dan melakukan perjalanan pelayanan ke Eropa. Pulang ke Indonesia pada tahun 1999, mengarahkan Program Pascasarjana di Sekolah Alkitab di Jawa Timur, dan mengajar di seminari di Indonesia dan di Australia, dan menulis dua buku.

Photo provided by Makmur Halim

Pada tahun 2004, kembali ke AS, berencana untuk mengejar gelar PhD saya, tetapi menghentikannya karena berbagai alasan. Tahun 2007 menggembalakan GKMI Immanuel (juga dikenal sebagai ICCF) hingga saat ini, juga mengajar paruh waktu di Union University of California (UUC) dan Union University International (UUI) di Westminster, CA. Hanya oleh kasih karunia Tuhan saya bisa berpergian melalui pelayanan dengan keluarga saya.

Filed Under: Articles, Call to Ministry Stories Tagged With: Call to Ministry Story, Indonesian Community Christian Fellowship, Makmur Halim

Berpijak Keluar dengan Iman… Kedalam Jalan Sempurna Tuhan

February 18, 2021 by Cindy Angela

Baca versi original artikel ini dalam Bahasa Inggris: Stepping Out in Faith… Into God’s Perfect Way
Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Cindy Angela

Saya dilahirkan di Indonesia di tengah keluarga yang sangat “pastoral”. Kakek, ayah, dan tante-tante saya semuanya adalah pendeta. Saya adalah anak kedua dari empat bersaudara. Saya bersyukur bahwa orang tua saya mengenalkan saya kepada kekristenan dari usia dini.

Rumah kami terletak disebelah gedung gereja pada saat saya tumbuh besar. Karena itu, saya jarang melewarkan aktifitas gereja. Dimulai dari kelas tujuh, saya sudah terlibat dalam pelayanan Sekolah Minggu. Kemudian saya menjadi aktif dalam pelayanan musik.

Foto profil Steve Zacheus.

Walaupun saya tidak pernah dilatih secara formal dalam musik, namun saya menemukan panggilan saya didalamnya. Saya mengajarkan diri saya sendiri untuk bermain instrumen-instrumen musik. Saya mau mengangkat hal yang saya sukai (musik) dan menggunakannya untuk melayani orang lain. Selulusnya saya dari SMA, saya memutuskan untuk mengambil jurusan musik gereja di sebuah universitas Kristen di Yogyakarta.

Setelah lulus kuliah ditahun 1997, saya melayani sebuah gereja di Jakarta. Kadang-kadang, saya juga melayani di kampung halaman saya.

Di dalam periode waktu ini, saya bertemu orang Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat. Dia sering melayani di Indonesia dan adalah anggota dari JKI Anugerah di Sierra Madre, CA. Singkat cerita, dia mengundang saya untuk pindah ke Amerika Serikat dan menyeponsori saya untuk sekolah di Calvary Chapel Bible College.

Proses yang panjang harus saya lalui sebelum saya bisa memijakkan kaki di Amerika Serikat. Aplikasi visa saya ditolak tiga kali. Akhirnya, di tahun 2000, visa pelajar saya diterima. JKIA adalah gereja pertama yang saya hadiri di AS dan masih menjadi gereja saya sekarang.

Walaupun saya tumbuh dikelilingi banyak pendeta dan pelayan gereja, panggilan saya untuk ordinasi adalah proses gradual dimana Tuhan menunjukkan kesabaran-Nya kepada saya untuk menjawab kasih karunia-Nya.

Pada 12 Januari 2003, saya mendapatkan kredensial di Pacific Southwest Mennonite Conference di JKIA dan melayani dalam departemen musik. Tanggung jawab utama saya adalah memimpin tim musik dan kelompok persekutuan (small groups). Walaupun saya bersukacita dalam melayani Tuhan, saya tidak yakin apakah saya mau mengambil langkah maju dalam ordinasi.

Satu hal yang saya tahu melalui setiap musim hidup saya, adalah bahwa saya bisa percaya dan berlindung dalam naungan Tuhan. Dia selalu setia kepada saya. Dia menunjukkan kasih-Nya dengan memimpin saya setiap kali saya ditengah situasi yang menantang. Melalui kasih-Nya, Dia memanggil saya terus menerus sehingga saya beriman untuk mengikuti panggilan-Nya. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1, TB).

Ordinasi Steve Zacheus pada bulan Oktober 2020, difoto dengan Jeff Wright (Leadership Minister).

Akhirnya saya mendapatkan keyakinan dalam diri saya bahwa kita semua dipanggil Tuhan untuk melayani Dia semampu kita. Menjadi hamba Tuhan adalah respon kita terhadap kasih Tuhan. Cara terbaik untuk saya meresponi kasih Tuhan adalah untuk melayani Dia dengan semua talenta yang Dia telah percayakan kepada saya. Selama ini Dia telah bersabat, menunggu saya untuk mempersiapkan diri.

Pada 25 Oktober 2020, saya di ordinasi oleh Konferensi Mosaic. Ini adalah bab baru dalam pelayanan saya. Karena Tuhan begitu setia selama ini, saya percaya bahwa Dia akan tetap memimpin saya dalam perjalanan iman ini. Pekerjaan Tuhan belum selesai dalam hidup saya.

“Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.” (Ibrani 11:40, TB). Sebagai umat manusia, seringkali rasa ragu atau ketakutan menghantui kita, namun seperti perkataan Tuhan mengingatkan kita semua, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan” (1 Yohanes 4:18, TB).

Kasih Tuhan memimpin saya dalam melangkah keluar dengan iman menuju jalan-Nya yang sempurna.

Filed Under: Articles, Call to Ministry Stories Tagged With: JKI Anugerah, Steve Zacheus

Cerita panggilan saya

August 5, 2020 by Conference Office

oleh Melkysedek Tirtasaputra

Saya dibesarkan dari 4 bersaudara, 1 kakak laki dan 2 adik perempuan, dalam keluarga yang aneka ragam kepercayaan dan agama; nenek seorang berilmu dari Banten yang kemudian menjadi kristen, ibu hanya percaya Tuhan (karena semua agama berTuhan, sama saja agama apapun menurutnya) sedang ayah seorang penganut  kepercayaan,  pada hari tertentu melakukan ritual dengan keris-kerisnya. Kakak saya bertumbuh dilingkungan Katholik mulai sejak taman kanak-kanak, kedua adik saya, mereka mulai disekolahkan di sekolah kristen, sedangkan saya mencoba mencari identitas kepercayaan yang saya anut, Tinggal di budhis temple, belajar kebathinan; oleh orang tua saya dimasukkan di sekolah lingkungan muslim, maka belajar sembahyang dan ikut tata cara hidup mereka puasa setiap ramadhan dsb-nya.

Tuhan punya tujuan dalam hidup saya bukan saja menjadi anakNya tapi juga menjadi pelayan dan hambaNYA. Dimulai ketika saya mulai diajak teman waktu kelas 6 Sekolah Dasar ke gereja, yang akhirnya saya ketahui 1 sinode gereja dimana almarhum nenek saya beribadah. Tuhan memanggil saya dengan cara yang ajaib, karena saya sudah mandiri sejak kecil, dengan jualan menjajakan barang dagangan, jadi di pikiran saya hanya uang..uang dan uang. Tuhan”memancing” saya dengan uang karena setiap saya pergi ke gereja dengan berjalan kaki selalu menemukan uang di jalan.

Hingga tanggal 24 April 1981,hari Jumat Agung,  saya memberi diri saya dibaptis, dan sejak hari itu saya bertambah tambah dalam melayani Tuhan dan senang ke gereja hingga sempat diusir dari rumah karenanya. Tuhan mengubah kan hidup saya bukan saja suka melayani tapi juga suka membantu orang tua saya, sehingga orang tua saya melihat perubahan dalam diri saya yang berbeda sehingga mereka mau percaya dan memberi diri mereka di baptis, Puji Tuhan janji Tuhan digenapi ketika 1 orang percaya maka seisi keluarga diselamatkan. Kami sekeluarga berangkat bersama beribadah ke gereja Pantekosta waktu itu.

Sejak umur 16-17 tahun ada panggilan yang kuat untuk saya mendalami Firman Tuhan melalui kursus tertulis dan sambil kuliah Psikologi, saya mengambil sekolah Alkitab malam seminari selama  3 tahun, dan sudah mulai berkhotbah sejak usia 17 dikalangan ibadah umum.

Dengan berjalannya waktu, karena mudah mencari uang hingga hampir melupakan panggilan saya, walaupun saya masih mengajar di sebuah Sekolah  Menengah Atas pelajaran  agama, tapi saya tidak meresponi panggilan sebagai hamba Tuhan, walaupun saya aktif dan masih gemar baca Alkitab.

Hingga suatu kali bertemu dengan seorang wanita, yang sekarang menjadi istri saya. Dia melihat ada potensi dan panggilan saya sebagai Hamba Tuhan, itu salah satu alasan dia mau menikah dengan saya. Tapi tetap saya  mengabaikan panggilan Tuhan untuk hal itu, karena saya ingin menjadi pengusaha yang melayani.

Hingga pada tahun 2001, kami pindah ke Amerika, tinggal di Philadelphia, saya mulai kehidupan yang baru sebagai pekerja pabrikan dan meluangkan waktu di hari Minggu beribadah dan kadang melayani pujian.

Pada tahun 2005, bergabung dan melayani bersama Aldo dan menjadi ketua elder, yang kemudian suatu hari oleh seorang Pertukaran student gereja Mennonite dari Indonesia, dipertemukan dengan  Steve Kriss dan bergabung dengan Franconia Conference (waktu itu) .

Di tahun 2007 kembali datang kesempatan untuk memulai usaha FedEx sebagai Independent Contractor, Sambil tetap melayani sebagai elder di Philadelphia Praise Center bersama Ps Aldo, terus berlanjut hingga tahun 2010 saya dipindah tugaskan diperbantukan ke Nation Worship Center bersama Ps Benny, yang baru ikut bergabung dengan Franconia Conference di tahun 2009, saya mempunyai tugas  sebagai elder, ketua pembangunan dan istri sebagai penata keuangan. Di  tahun 2015 saya mulai sekolah pastoral di Eastern Mennonite University, tamat dan di graduated tahun 2018. Di bulan Oktober 2019 akhirnya saya meresponi panggilan saya sebagai Pastor, hamba Tuhan di Whitehall Mennonite Church, Allentown bersama pastor Rose.

Ternyata saya menikmati dan bahagia dengan panggilan saya sebagai Pastor, Sungguh  ini merupakan moment panggilan sejak dari masa muda saya.

Saya mengucap syukur untuk kesetiaan dan Kasih Tuhan untuk setia menanti respon panggilan saya serta istri yang tetap mendukung dan tidak putus asa menanti, serta EMU dan conference yang melicensing dan menggenapi panggilan saya sebagai Pastor, hamba Tuhan. Terima kasih untuk kesempatan menceritakan kehidupan panggilan saya.

Filed Under: Call to Ministry Stories, Uncategorized @id

Primary Sidebar

  • Halaman Utama
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Staff
    • Dewan & Komite
    • Petunjuk Gereja & Pelayanan
    • Memberi
    • Tautan Mennonite
  • Media
    • Artikel
    • Informasi Berita
    • Rekaman
    • Audio
  • Sumber daya
    • Tim Misi
    • Antar Budaya
    • Formasional
    • Penatalayanan
    • Keamanan Gereja
  • Peristiwa
    • Pertemuan Konferensi
    • Kalender Konfrens
  • Institut Mosaic
  • Hubungi Kami

Footer

  • Home
  • Hubungi Kami
  • Pertemuan Konferensi
  • Visi & Misi
  • Sejarah
  • Formasional
  • Antar Budaya
  • Tim Misi
  • Institut Mosaic
  • Memberi
  • Penatalayanan
  • Keamanan Gereja
  • Artikel

Copyright © 2025 Mosaic Mennonite Conference | Privacy Policy | Terms of Use