(scroll for English)
Cerita hidup kita lebih dari sekedar cerita, ada sesuatu yang lebih dalam dari cerita kita. Cerita hidup kita membentuk identitas kita dan identitas kita menentukan misi kita dalam hidup. Kalau kita tidak memiliki cerita, kita tidak memiliki identitas yang solid. Banyak gereja imigran kehilangan fokus dan misi karena mereka tidak mengetahui cerita dan latar belakang mereka. Hal ini diutarakan oleh Sue Park-Hur dalam sesi equipping Renewing Nations and Generations ke dua di Norristown New Life.
Selama pengalaman saya menjadi pastor gereja imigran di Amerika, budaya imigran terutama dari Asia memiliki kultur rasa malu (shaming culture). Ada banyak luka, kekecewaan, dan kepahitan yang dipendam dan tidak mengalami kesembuhan. Dan hal ini menyebabkan banyak gereja mengalami stagnasi baik dalam segi spiritual maupun pelayanannya. Saya pribadi percaya bahwa di dalam keterbukaan ada sebuah pemulihan, tetapi problem kultur rasa malu inilah yang membuat seseorang sulit untuk menjadi terbuka. Sue juga mengatakan, “Luka yang tidak sembuh akan ditransfer kepada generasi berikutnya.”
Sebagai imigran ada sebuah trauma dan luka tersendiri yang kita alami ketika kita berpindah dari sebuah budaya atau lingkungan di mana kita dibesarkan ke sebuah budaya atau lingkungan yang berbeda. Hal ini terjadi dalam migrasi yang sukarela maupun karena terpaksa. Dimulai dari orang kulit putih, hitam, coklat, Hispanic/Latinos sampai Asia kita semua adalah imigran di tanah Amerika ini. Dan setiap budaya memiliki trauma tersendiri yang sangat unik sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah ini. Dan trauma-trauma ini akan ditransfer kepada generasi berikutnya jika tidak pulih.
Pertama kali saya datang ke Amerika, saya heran ternyata tension antara orang kulit putih dan hitam masih ada, dalam benak saya hal tersebut sudah hilang dan selesai ketika Martin Luther King Jr melakukan civil rights movement, atau bahkan ketika Obama menjadi presiden, ternyata trauma tersebut belum hilang, dan dampaknya masih ada sampai dengan sekarang. Juga bagaimana imigran Asia dan Hispanic pun memiliki permasalahan tersendiri, racial slur antara imigran Asia dan Hispanic pun masih sering saya dengar. Ketakutan orang Asia dengan orang kulit hitam, semua memiliki cerita konflik tersendiri. Stereotype demi stereotype kian bermunculan. Dan terjadilah ajang saling menyakiti satu sama lain, dan setiap budaya membangun temboknya masing-masing untuk melindungi diri. Hurt people, hurt people.
Tetapi pada minggu lalu dalam acara Renewing Nations and Generations banyak pemimpin mayoritas global/Kulit berwarna Franconia Conference, diingatkan bahwa kita semua adalah produk dari masa lalu, produk dari sistem dunia yang korup dan tidak adil. Pada acara ini kami belajar bahwa kami semua mempunyai pilihan untuk berubah, sembuh, bertransformasi menjadi kita yang baru. Dan berita baiknya adalah darah Yesus sudah tercurah dan kasih karunia sudah cukup bagi kita semua bagi kita yang percaya dan mau berubah menjadi lebih baik. Tetapi kita pun tahu bahwa hal ini hanya bisa terjadi ketika kita mau saling jujur, terbuka dan percaya satu sama lain, membangun hubungan yang meruntuhkan semua tembok stereotype dan membiarkan Yesus memulihkan kedua ujung jembatan.
Ini adalah sebuah awal dari proses pemulihan dan transformasi kita, kita menyadari bahwa jalan masih Panjang, tetapi kita percaya dengan komitmen, tekad dan kerjasama kita semua bisa menghilangkan rasisme, dan menjadikan perbedaan sebagai sebuah kekayaan yang bisa gunakan bersama-sama untuk saling bertransformasi menjadi ciptaan baru dan saya percaya hal inilah yang menjadikan Kerajaan Surga turun diatas muka bumi ini. Saatnya berbagi cerita hidup bersama sama yang meruntuhkan tembok dan membangun jembatan.
The story of our lives is more than just a story – there is something deeper. Our life stories shape our identity and our identity determines our mission in life. If we don’t have a story, we don’t have a solid identity. Many immigrant churches lose their focus and mission because they do not know their story and background. This was stated by Sue Park-Hur in the second equipping Renewing Nations and Generations session at Norristown New Life on Friday, November 1.
During my experience as a pastor of immigrant churches in America, immigrant culture, especially from Asia, has a shaming culture. There are many wounds, disappointments, and bitterness that are buried and are not healing, and this has caused many churches to experience stagnation both in terms of spirituality and ministry. I personally believe that in openness there is recovery, but it is this shame culture problem that makes it difficult for someone to be open. Sue also said, “Wounds that don’t heal will be transferred to the next generation.”
As immigrants there is a trauma and injury that we experience when we move to a different culture or environment from where were raised. This occurs in voluntary and forced migration. From white, black, brown, Hispanic/Latinos to Asian people, most of us are immigrants in this American land. Every culture has its own trauma that is very unique since it first set foot on this land. These traumas will be transferred to the next generation if they do not recover.
The first time I came to America, I was surprised that the tension between white and black people was still there; in my mind, it was gone and finished when Martin Luther King Jr. conducted a civil rights movement, or even when Obama became president. It turned out the trauma has not yet disappeared, and its effects are still present today. Asian and Hispanic immigrants also have their own problems; racial slurs between Asian and Hispanic immigrants are still often heard. Asian and black people all have their own conflict stories. Stereotypes are increasingly appearing. People from different cultures hurt each other, and each culture built its own wall as a defense mechanism. Hurt people, hurt people.
But last week on the day of Renewing Nations and Generations, many Franconia global majority/people of color leaders were all reminded that we are all products of the past, products of a corrupt and unjust world system. In this program we learned that we all have the choice to change, recover, and transform into us. The good news is that the blood of Jesus was shed, and grace is enough for all of us who believe and want to change for the better. But we also know that this can only happen when we want to be honest, open and trusting with one another, building relationships that break down all stereotypical walls and allow Jesus to restore both ends of the bridge.
This is the beginning of our recovery and transformation process – we realize that the road is still long, but we believe that our commitment, determination and cooperation can eliminate racism, and make diversity a treasure that can be used to transform each other into new creations. I believe this will allow the Kingdom of Heaven to descend upon this earth. It’s time to share stories of living together with those who tear down walls and build bridges.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.