oleh Hendy Stevan Matahelemual, Indonesian Light Gereja
Makanan adalah unsur penting dalam budaya Indonesia. Ada lebih dari 300 kelompok etnik di Indonesia dan setiap kelompok etnik memiliki makanan khasnya masing masing. Ketika kita berbicara makanan Indonesia maka variasinya sangat banyak sekali.
Hubungan makanan dengan komunitas sangat erat sekali. Dan tidak berlebihan jika budaya komunitas di Indonesia sangat memperhatikan makanan yang disajikan. Dalam Suku batak Kristen misalnya, jika ingin menghormati seorang yang memiliki sebuah kedudukkan yang lebih tinggi maka makanan yang disajikan dalam pertemuan tersebut adalah babi. Menyajikan makan tanpa babi akan dianggap tidak sopan.
Bukan Cuma jenis makanan saja tetapi cara penyajian juga beraneka ragam. Dalam budaya Jawa dan Sunda makanan sangat erat dengan kebersamaan, sehingga timbulah tradisi yang dinamakan liwetan. Di mana, dalam melakukan kegiatan ini, semua orang duduk melingkari sajian yang ditaruh di atas daun pisang dan menyantapnya. Rasa kebersamaan yang muncul sambil menyantap makanan lezat, semakin membuat suasana menjadi hangat
Berangkat dari tradisi dimana makanan menjadi bagian penting dalam budaya Indonesia, khususnya untuk menjangkau orang, dan menjalin hubungan. Gereja-gereja Indonesia di Franconia di Selatan Philadelphia setiap tahun mengadakan festival makanan Indonesia. Nations Worship Center, Philadelphia Praise Center dan Indonesian Light secara rutin mengadakan festival makanan Indonesia. Hal ini dilakukkan bukan saja untuk menggalang dana, tetapi juga untuk membuka pintu hati dalam menawarkan keramah-tamahan dan rasa kekeluargan kepada orang lain khususnya yang berada di luar komunitas gereja. Bukan saja kita membuka gereja kita untuk menjadi semacam rumah makan, tetapi kita juga menyediakan sarana delivery. Dimana biasanya yang mengirim makan adalah pastor2nya sendiri.
Menu menu yang ditawarkan beraneka ragam, mulai dari Saksang khas Suku Batak, Pempek dari Suku Palembang, Berbagai Mie Suku Tionghoa, Ketoprak dari Suku Jawa, Rendang dari Suku Padang, dan Sate dari Madura, dan banyak lagi makanan2 lainnya.
Saya percaya bahwa makanan adalah pintu masuk menuju kepada hati dan jiwa. Tidak hanya kepada komunitas Indonesia saja tetapi juga kepada orang orang dari suku bangsa lain dalam lingkungan sekitar dimana Tuhan tempatkan kami. Ketika kita bisa berbagi makanan khususnya makanan khas Indonesia, maka kita membawa sebagian dari kehidupan kita untuk dibagikan kepada orang lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan kita. Dan juga tentunya membagi hidup kita menjadi saksi akan Kristus dengan makanan yang disajikan penuh kasih dan doa.
Makanan Indonesia terkenal dengan rempah rempah, kepedasan dan keasinannya. Dan saya percaya melalui kehidupan meski kami adalah minoritas di negara ini, melalui kuasa Roh kudus kami bisa garam dan terang, di negara ini. Kami ada disini untuk menjadi nasi hidup, sebagai saksi Yesus bagi bangsa bangsa dan bagi generasi. Ada istilah dalam Bahasa jawa “mangan ora mangan asal kumpul”, makan tidak makan asal kumpul. Saya mengartikan bahwa setiap ada makanan pasti kita akan berkumpul. Jemaat mula mula bertekun dan sehati makan bersama, dengan kita berbagi makanan bersama dengan orang berbeda dengan kita baik secara suku, agama, budaya, kita sedang saling meruntuhkan tembok dan membangun jembatan dimana Tuhan Yesus bisa melakukan mukjizatnya.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.