Refleksi dari Pertemuan Indonesian Pastors and Leaders Gathering
Oleh Hendy Matahelemual
Gereja dan Budaya menjadi topik yang akan dibahas dalam pertemuan pastor-pastor dan pemimpin pelayanan berbahasa Indonesia di Konferensi Mosaik. Topik Gereja dan Budaya akan dibahas sepanjang tahun 2023. Pertemuan ini dirancang diadakan satu bulan satu kali melalui zoom.
Pertemuan bulan ini dihadiri oleh beberapa pemimpin pelayanan yang kompeten sebagai narasumber. Pastor Virgo Handojo,PhD (JKI Anugerah), Pastor Aldo Siahaan (PPC) , Pastor Lindy Backeus (EMU), PhD, Pastor Stephen Zacheus (JKI Anugerah), dan saya sendiri.
Pertemuan dibuka dengan doa dan pembacaan ayat Firman Tuhan yang diambil dari Kitab Roma 12:2 (BIS): “Janganlah ikuti norma-norma dunia ini. Biarkan Allah membuat pribadimu menjadi baru, supaya kalian berubah. Dengan demikian kalian sanggup mengetahui kemauan Allah–yaitu apa yang baik dan yang menyenangkan hati-Nya dan yang sempurna.”
Pastor Lindy membagikan kesaksian singkat, dimana ia melihat Mennonite memiliki tradisi untuk melawan budaya yang ada, menyendiri dan menjaga jarak, tetapi kemudian bertransformasi dimana Gereja ingin membawa dampak dan mengubah budaya dan tidak dirubah oleh budaya sebagaimana diingatkan oleh Roma 12. Dan ini merupakan pergumulan yang dihadapi Gereja-gereja di Konferensi Mosaik saat ini.
Pastor Virgo Handojo, memberikan pandangan dalam kacamata praktis psikologi dimana faktor kasih menjadi hal yang utama dimana orang bisa menjadi kuat menghadapi dan berinteraksi dengan budaya sekitarnya. Khususnya para imigran Indonesia dalam pergumulannya di Amerika Serikat, apakah akan tetap memegang budaya Indonesia, meninggalkan budaya Indonesia dan mengakomodasi budaya dominan atau mengambil nilai-nilai yang baik dan menyesuaikannya dengan budaya Indonesia.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa imigran yang mengambil kearifan budaya asal dengan juga mengambil nilai-nilai yang baik dari budaya lokal dominan ditambah dengan memberi tempat tertinggi dari ajaran gereja mengenai Kasih dan Kebenaran, akan menghasilkan pribadi pribadi dengan resiliensi yang tinggi. Dimana para imigran ini tidak menyendiri tetapi berada ditengah-tengah budaya, menyuarakan kebenaran, menjadi garam dan terang bagi budaya dan masyarakat yang ada disekitarnya.
Tantangan sebagai komunitas orang percaya adalah bagaimana kita membuka Firman, mengartikan budaya sekitar dan mencari Firman Tuhan yang tepat untuk diaplikasikan sesuai dengan konteks masing masing (kontekstualisasi).
Dalam konteks Gereja Imigran khususnya di Philadelphia, Pastor Aldo Siahaan mengemukakan bahwa tantangan Gereja adalah bagaimana menjadi Gembala yang Baik, supaya orang orang percaya tidak meninggalkan Firman Tuhan dan lebih mempercayai budaya dominan, dalam hal ini budaya Amerika.
Sebagai imigran Indonesia kita perlu bangga dengan kearifan budaya lokal kita, masalahnya banyak orang Indonesia khususnya di Amerika tidak bangga dengan budaya Indonesia, ujar Pastor Stephen Zacheus. Hal ini disebabkan mungkin trauma-trauma yang didapati di Indonesia seperti peristiwa 98, dll, tetapi muncul harapan ketika situasi Indonesia menjadi lebih baik, sehingga budaya Indonesia bisa kembali menjadi sorotan.
Mari kita sama-sama berdoa supaya gereja, komunitas orang percaya bisa mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan, dan menjalankannya sesuai dengan tempat dimana kita ditempatkan masing-masing oleh Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.