Beberapa waktu lalu ketika saya mendapat tugas untuk pergi ke California, saya mendapat ide untuk menyempatkan diri mengunjungi perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko. Jarak yang hanya kurang lebih dua jam dari tempat saya tinggal membuat lokasi ini begitu menarik hati saya lebih dari semua tempat wisata yang ada di negara bagian ini.
Bertempat disebelah selatan kota San Diego, adalah kota Tijuana, Meksiko, dimana uniknya perbatasan ini disebelah barat membelah satu pantai menjadi terletak di dua negara yang berbeda. Pemandangan yang menarik melihat sisi Meksiko yang begitu ramai wisatawan dan tampak lebih menarik dan hidup, sedangkan sisi Amerika begitu sepi, tidak terawat dan hanya ada penjaga perbatasan saja.
Sangat dimaklumi perbatasan bukanlah tempat menarik di negara bagian California, jauh jika dibandingkan dengan Disneyland dan Hollywood. Tetapi disinilah saya memutuskan untuk mengambil waktu untuk berdoa, mengambil saat teduh dan merenungkan firman Tuhan.
Ayat yang menjadi perenungan saya diambil dari Imamat 19:33-34 “Apabila seorang asing tinggal padamu di negerimu, janganlah kamu menindas dia. Orang asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir; Akulah TUHAN, Allahmu.”
Meski ayat ini diperuntukan untuk bangsa Israel kurang lebih 3000 tahun lalu, tetapi saya percaya ayat ini sangat relevan ditujukkan bagi kita semua pada hari ini. Terlebih lagi bagi kita yang percaya kesatuan dan otoritas tertinggi ada di dalam iman kita sebagai pengikut Yesus Kristus.
Menjadi orang asing dan minoritas dalam sebuah budaya dominan memiliki tantangan tersendiri yang tidak mudah. Dimulai dari bahasa sampai dengan peraturan yang tidak memanusiakan manusia demi memuaskan rasa aman mengatasnamakan kepentingan kolektif, supremasi hukum dan kedaulatan negara. Tentunya inilah sistem yang ada di dunia ini, sistem negara kesejahteraan, yang bertujuan mensejahterakan warga negaranya, dengan konsekuensi logis tentunya menomor duakan pendatang.
Tetapi tentunya kedaulatan setiap negara memiliki dinamika kekuatan yang berbeda. Sebagai contoh seseorang yang memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat akan sangat jauh lebih mudah masuk ke Indonesia, daripada warga negara Indonesia masuk ke Amerika Serikat.
Hal seperti inilah yang memicu banyak sekali orang melewati perbatasan khususnya menuju Amerika Serikat secara tidak resmi dan tidak melewati prosedur hukum yang ditentukan. Dikarenakan kecilnya kemungkinan mereka diperbolehkan untuk masuk jika mengikuti prosedur.
Data menunjukkan pada tahun 2021 sendiri ada sebanyak lebih dari 550 orang meninggal karena berupaya masuk ke Amerika Serikat melalui perbatasan AS-Meksiko. Dan dalam rentang tahun 1998 sampai dengan 2020 ada sebanyak 7000 kasus kematian, dan tentunya organisasi kemanusiaan memperkirakan bahwa angka ini jauh lebih tinggi dari yang tercatat.
Inilah yang ada dipikiran saya ketika saya berjalan menyusuri tembok pembatas yang ada, dengan hati yang sedih, saya juga terpikir betapa banyak anak dan orang tua yang terpisah di perbatasan. Presiden boleh berganti tetapi tetap sistem tidak terlalu banyak berubah.
Meninggalkan rumah menuju tanah asing merupakan keputusan yang sulit untuk diambil. Mencari rumah baru, melarikan diri dari bahaya, mencari keamanan dengan resiko yang besar guna mencari nafkan dan kehidupan yang lebih layak di tanah asing bukanlah pengalaman yang mudah.
Tuhan Yesus berkata,” Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25:40). Tuhan Yesus mati buat seluruh umat manusia, marilah meneledani hidup Yesus.
Apa yang bisa kita lakukan sekarang? Saya mau mengajak kita terus berdoa dan berpikir kritis tentang masalah kemanusiaan ini dan tentunya sedapat mungkin mari mengambil bagian menjadi tuan rumah yang baik di dalam konteks kehidupan kita masing masing. Siapakah orang asing pendatang yang ada disekitar kita? Siapakah orang yang terakhir, terkecil dan terhilang yang kita bisa lihat dan bantu? Tuhan Yesus memberkati mereka semua.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.