oleh Hendy Matahelemual
Tidak terasa Pertemuan tahunan Konferensi Mosaik akan berlangsung dalam minggu depan. Banyak hal yang terjadi dalam setahun kebelakang ini, baik yang baik maupun yang buruk. Tetapi satu hal yang saya percaya bahwa apapun yang terjadi Kasih Tuhan dalam kehidupan kita tidak berkesudahan.
Mungkin mengapa tema pertemuan Konferensi Mosaik tahun ini mengambil tema “Chesed”. Sebuah kata yang mungkin asing bagi telinga kita sebagai orang Indonesia. Kata “Chesed” merupakan kata dalam Bahasa Ibrani, yang berarti Kasih Allah yang konstan, teguh dan tak berkesudahan.

Diambil dari Mazmur 117, “Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya! “
Dalam mendalami kata “Chesed” ini Staff Mosaic mendapat kesempatan mendengar sharing dan penjelasan dari Rabi Dasi Fruchter, dari konggregasi Steiebel di South Philadelphia. “Kita harus belajar mengasihi Chesed” ujar beliau, “karena Chesed adalah sesuatu yang kita lakukan meskipun kita tidak merasa ingin melakukannya.”
Setelah pertemuan delegasi khusus di Kansas City, banyak dari kita khususnya gereja gereja imigran merasa bahwa ada pergeseran nilai yang membuat kawatir dan resah baik dari jemaat maupun pemimpin jemaat. Arahan denominasi dilihat tidak sesuai lagi nilai-nilai yang dianut oleh gereja-gereja imigran.
Mungkin ini saat yang tepat bagi kita khususnya gereja gereja imigran untuk mempraktekan Chesed, kedalam kehidupan kita masing masing. Kasih Allah yang tidak masuk akal, dan tidak berkesudahan. Ya, sebagai imigran kita mengalami banyak sekali “penganiayaan”. Dalam menghadapi budaya barat yang dominan serasa tidak ada lagi energi dan kekuatan kita untuk melawan. Tetapi sekali lagi kita diingatkan Tuhan akan kasihnya yang tidak berkesudahan, dan untuk kita melakukan kasih itu.

Dalam perjanjian baru Tuhan Yesus, berulangkali menjelaskan kita akan kasih Allah, Agape dalam Bahasa Yunani, dan Ia berkata bahwa kita harus mengasihi seperti Allah mengasihi kita. Ini adalah sebuah perintah, karena kasih ternyata bukan sekedar perasaan sentimental, tetapi sebuah Tindakan keberanian melakukan kebaikan untuk orang lain meskipun kerugian kita alami.
Menjadi pertanyaan bagi kita semua hari ini, apa yang mau kita bangun hari ini? Hubungan atau monument. Satu hal yang saya pelajari dari interaksi saya Bersama Rabi Dasi, sebuah kata dalam Bahasa Ibrani, “Havruta”. “Havruta” adalah proses pembelajaran dalam tradisi Yahudi dimana argumentasi dari kedua belah pihak yang memiliki sudut pandang berbeda, memberi arti dalam sebuah makna diperdebatkan.
Mungkin ini yang perlu kita lakukan sebagai komunitas orang percaya, duduk Bersama dan berdiskusi, mungkin terdengar sangat mudah atau mungkin beberapa dari kita merasa perdebatan bukanlah solusi. Namun saya bergargumentasi dalam tulisan ini bahwa kita harus bergumul Bersama. Mengingat cerita Yakub dalam perjanjian lama, dimana Ia bergumul dengan Allah. Yakub tidak mau melepaskan genggamannya sampai Allah memberkati Dia.
Mari jangan lepaskan genggaman kita untuk bergumul Bersama sampai Tuhan memberkati kita. Karena Firman-Nya berkata dimana dua tiga orang berkumpul, sepakat, minta apa saja maka Tuhan akan kabulkan. Mari kita bergumul Bersama, berdiskusi dan berdoa, saya percaya Damai Sejahtera Tuhan yang melampaui segala akal pikiran kita akan berlimpah di dalam hidup kita. Amin!