oleh Hendy Matahelemual
Di tengah hiruk-pikuk kota Philadelphia, muncul sebuah inisiatif luar biasa yang bertujuan menjadi pusat informasi dan dukungan bagi keluarga yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus. Proyek ini, dikenal dengan nama Proyek Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (PIPA), diprakarsai oleh tiga wanita inspiratif: Britannia Worotikan, Ernie Budy dan Lusiana Soegianto. Mereka menyatukan kekuatan dan semangat mereka untuk memberikan dukungan untuk keluarga-keluarga imigran Indonesia dengan anak berkebutuhan khusus di kota Philadelphia.
Proyek PIPA berakar dari pengalaman pribadi Britannia Worotikan. Setelah pandemi, Britannia mengajar di sebuah pre-school yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus. Beliau juga memiliki sertifikasi mengajar special needs education. Dari pengalamannya itu, Britannia menyadari bahwa akses untuk sumber daya dan dukungan untuk anak-anak berkebutuhan khusus sangat melimpah di Philadelphia. Dengan dukungan suaminya dan setelah berkonsultasi dengan Pastor Aldo Siahaan (Philadelphia Praise Center), Britannia berinisiatif membentuk sebuah komunitas yang dapat memberikan dukungan untuk keluarga-keluarga imigran Indonesia di Philadelphia.
Dalam perjalanannya, Britannia bertemu dengan Lusiana Soegianto dan Ernie Budy, dua wanita yang memiliki pengalaman dan pemahaman mendalam akan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Bukan hanya memiliki pengalaman pribadi sebagai orang tua, Ernie dan Lusiana juga pernah bekerja di Elwyn, sebuah organisasi intervensi dini untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Meskipun sempat tertunda sementara karena pandemi, PIPA tidak menyerah. Setelah pandemi mereda, mereka secara resmi meluncurkan PIPA dengan pertemuan pertama mereka di bulan Maret 2023. Sekarang mereka bertemu setiap bulan, dimana topik-topik seperti keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di Amerika, aspek hukum, benefits, transisi ke dewasa, dan persiapan untuk kuliah dibahas sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu kendala yang dihadapi oleh keluarga imigran dengan anak berkebutuhan khusus adalah masalah bahasa. Banyak yang kesulitan dalam mengakses informasi atau dukungan dari pemerintah kota. PIPA hadir sebagai solusi dengan menyediakan dukungan, menjadi penghubung antar-keluarga, dan memberikan pengajaran bahwa anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang tabu atau memalukan.
Selain pertemuan bulanan, PIPA juga menyediakan grup chat (WhatsApp) yang dapat diakses 24 jam dan grup Facebook untuk memastikan komunikasi yang terjaga dengan baik. Dengan dukungan oleh Gereja Philadelphia Praise Center (PPC), PIPA juga terbuka untuk semua orang di luar dari komunitas Gereja PPC, dengan pendekatan yang lebih community-oriented daripada faith-based.
Semenjak ada dukungan dari PIPA, semakin banyak keluarga dengan anak berkebutuhan khusus yang merasa nyaman untuk membawa anak-anak mereka ke sekolah minggu. Hal ini menciptakan kesadaran baru di komunitas PPC.
Ketika ditanya mengenai visi ke depan dari PIPA, Britannia menyatakan, “Edukasi dan meningkatkan kepedulian. Ada 13 kategori kebutuhan khusus, dan dengan ilmu yang kita miliki kita bisa saling berbagi.” Ernie menambahkan, “Sekiranya grup ini bisa tetap ada, berkesinambungan, dan saling mendukung satu sama lain karena melihat banyaknya kebutuhan di masyarakat dan komunitas.”
Dengan semangat yang kuat dan tekad yang bulat, PIPA terus menjadi penopang bagi keluarga-keluarga di Philadelphia yang memiliki anak berkebutuhan khusus, membawa harapan dan pencerahan dalam setiap langkah mereka.
“Kita harus mengembalikan kembali kepada komunitas apa yang sudah didapatkan. Membagikan ilmu dan informasi, kita bisa saling membantu menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti,” ucap Lusiana.
Hendy Matahelemual
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.
This post is also available in: English (Inggris)
This post is also available in: English (Inggris)