Di alam sekitar kita, kuning adalah warna bunga bakung dan bunga matahari, menandakan munculnya musim semi, membawa harapan, optimisme dan pencerahan. Namun di Amerika Serikat, warna kuning dipersenjatai menjadi warna kebencian bagi orang orang Asia.
Sampai dengan saat ini kekerasan terhadap orang Asia di Amerika masih terus terjadi. Hampir setiap hari ada saja cerita dan berita mengenai pemukulan, penusukkan, dan penembakkan yang mentargetkan orang Asia. Dan sayangnya kasus yang terjadi di lapangan lebih banyak daripada yang bisa dilaporkan.
Rasisme terhadap orang Asia di Amerika bukanlah hal yang baru ini sudah terjadi sepanjang sejarah menulis. Tetapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa terjadi kenaikkan yang cukup signifikan beberapa tahun kebelakang ini. Bagaimana gereja menyikapi hal ini? Apa pesan yang disampaikan kepada jemaat? Bagaimana sebagai komunitas Asia kita bisa melewati pencobaan ini?
Sebagai gereja Imigrant Asia di Amerika Serikat, Ibadah minggu adalah sebuah tempat dimana kita jemaat dikuatkan, dan diperlengkapi agar siap untuk menghadapi tantangan sehari hari. Firman Tuhan dan Persaudaraan antara saudara-saudari seiman adalah satu satunya yang bisa menopang kehidupan pribadi.
Surat Paulus terhadap jemaat di Roma, menjadi salah satu pegangan kita bahwa ditengah tengah kesengsaraan ada sebuah ujian yang menghasilkan ketekunan, dimana ketekunan menghasilkan kekuatan dan pengharapan. (Roma 5: 3-4). Sebagai komunitas immigrant, berita baik dalam Alkitab menjadi sumber kekuatan yang tidak ada habis habisnya.
Yesus menjadi model nyata bagaimana hidup sebagai minoritas di dalam budaya mayoritas yang tidak adil dan penuh kekerasan dan diskriminasi. Iman pribadi kami sebagai bagian dari komunitas imigran teruji. Tentunya selain iman, langkah pencegahan, pemulihan dan perbaikan perlu dilakukan.
Beberapa waktu lalu Philadelphia Praise Center menjadi tuan rumah pembagian peluit kuning. Peluit kuning adalah simbol perlindungan diri dan solidaritas dalam perjuangan bersama melawan diskriminasi historis dan kekerasan anti-Asia. Peluit ini adalah alat sederhana dengan tujuan universal, memberi sinyal bahaya dan meminta bantuan untuk semua orang yang tinggal di Amerika.
Secara struktural rekonsiliasi antar setiap lapisan masyarakat perlu terjadi agar hal ini tidak terulang kembali di masa depan. Tetapi bukan mengecilkan setiap usaha usaha yang ada namun Firman Tuhan jelas berkata, bahwa pemulihan dan rekonsiliasi yang sejati hanya akan terjadi di dalam Yesus.
Hanya dengan perdamaian oleh darah salib Kristuslah, Ia datang mendamaikan kita semua (Kolose 1:20). Oleh sebab itu peran gereja adalah menjadi pintu sekaligus jembatan antara budaya, ras, suku, golongan, untuk bisa saling menjalin hubungan yang otentik diluar hubungan transaksional dan organisasional semata mata
Dosa supremasi kulit putih perlu diakui, karena inilah yang mengakibatkan hierarki ras dimana minoritas berlomba lomba ingin menjadi “putih”. Oleh sebab itu kita mengenal istilah model minoritas, dimana standard sukses sudah ditetapkan dan perlombaan pun dimulai, sayangnya dalam perlombaan ini tidak ada yang menjadi pemenang, karena sebenarnya kita ini semua adalah satu ras: manusia.
Iblis begitu pandai memanipulasi keadaan ini, perbedaan yang seharusnya memperkaya malah menjadi pemecah. Oleh sebab itu doa dan tindakan nyata perlu dilakukan lebih dari simbolisme semata mata. Perlu menjadi pertanyaan yang perlu dijawab oleh setiap gereja gereja imigrant Asia, kulit putih,kulit hitam, dan hispanik langkah konkrit apa yang bisa kita lakukan dalam mempersatukan setiap budaya dan warna kulit yang beragam ini?
Safwat Marzouk, dalam bukunya “Gereja Interkultural: Visi Alkitab di Era Migrasi” menawarkan visi Alkitabiah tentang apa artinya menjadi gereja antarbudaya, yang menumbuhkan keragaman yang adil, mengintegrasikan artikulasi budaya iman dan ibadah yang berbeda, dan mewujudkan alternatif untuk politik asimilasi dan segregasi.
Visi Alkitabiah ini memandang perbedaan budaya, bahasa, ras, dan etnis sebagai karunia dari Tuhan yang dapat memperkaya ibadah gereja, memperdalam rasa persekutuan di gereja, dan memperluas kesaksian gereja terhadap misi rekonsiliasi Tuhan di dunia. (Ikuti webinarnya secara langsung di halaman Facebook Mosaic Mennonite Conference, 21 April 2022, jam 7.00 PM)
Mari kembalikan warna kuning menjadi warna harapan, hitam menjadi warna keberanian, dan putih menjadi warna perdamaian. Mari kita terus mendoakan khususnya setiap korban kekerasan, berdoa untuk perdamaian dan rekonsiliasi, berdoa setiap roh-roh xenophobia boleh dipatahkan di dalam nama Yesus. Dan biarlah kuasa darah Yesus tercurah atas setiap kita, sehingga dengan kuasa Roh Kudus kita sebagai pengikut Yesus bisa menjadi agen agen perdamaian dan rekonsiliasi antar warna kulit, budaya, dan kelompok. Tuhan Yesus memberkati.
The opinions expressed in articles posted on Mosaic’s website are those of the author and may not reflect the official policy of Mosaic Conference. Mosaic is a large conference, crossing ethnicities, geographies, generations, theologies, and politics. Each person can only speak for themselves; no one can represent “the conference.” May God give us the grace to hear what the Spirit is speaking to us through people with whom we disagree and the humility and courage to love one another even when those disagreements can’t be bridged.